Beberapa video di media sosial X yang memperlihatkan sejumlah jemaah haji diduga telah meninggal dunia tergeletak di jalanan di Arab Saudi viral. Jenazah-jenazah itu diduga meninggal karena stroke haba atau heatstroke akibat cuaca panas ekstrem.
Dilaporkan Agence France Presse (AFP), seperti dikutip dari Reuters, setidaknya 550 orang tewas saat menunaikan ibadah haji pada Selasa (18/6). Sebanyak 323 orang yang meninggal adalah warga Mesir. Per Selasa (18/6), sebanyak 144 warga negara Indonesia pun meninggal saat menunaikan ibadah haji tahun ini.
Banyak jemaah haji yang meninggal karena masalah kesehatan akibat paparan cuaca panas ekstrem. Suhu meningkat hingga mencapai 51,8 derajat celsius di Makkah pada Senin (17/6). Sejauh ini, ada lebih dari 2.700 jemaah yang dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit akibat cuaca panas.
Tahun lalu, lebih dari 8.400 orang dirawat karena heatstroke. Pada musim haji saat itu, suhu mencapai 44 derajat celsius.
Tingkat cuaca panas diperkirakan akan terus meningkat antara tahun 2047 dan 2052. Pada 1985 ibadah haji dilakukan dalam kondisi cuaca terik. Saat itu, lebih dari 1.000 orang meninggal dunia karena serangan panas.
Heatstroke, mengutip Healthline, biasanya disebabkan karena berada di luar ruangan saat cuaca sangat panas dan lembap. Bisa pula karena berada di dalam ruangan yang sangat panas. Heatstroke dapat menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuh, termasuk otak. Akibatnya bisa fatal.
Gejalanya meliputi demam tinggi, kulit terasa panas saat disentuh, keringan berlebihan atau kulit kering, keram otot, denyut nadi dan detak jantung cepat, tekanan darah rendah, pernapasan cepat, kehilangan keseimbangan, sakit kepala, mual dan muntah, dehidrasi, keluaran urin rendah atau berwarna gelap, dan kelelahan fisik.
“Orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun dan bayi sangat rentan terhadap heatstroke,” tulis Healthline.
Dalam penelitiannya yang diterbitkan di jurnal BioMed Research International (2018), para peneliti dari Arab Saudi melakukan riset cross-sectional yang dilakukan selama ibadah haji tahun 2016 pada pasien yang datang ke unit gawat darurat dan didagnosa menderita heatstroke serta kelelahan panas. Sebanyak 267 pasien diikutkan dalam penelitian.
Hasilnya, 80 orang atau 29% dan 187 orang atau 67,75% didiagnosis menderita heatstroke serta kelelahan akibat panas, dengan angka kematian masing-masing 6,3% dan 0,0%.
“Diabetes melitus adalah penyakit penyerta yang paling umum pada pasien heatstroke dan kelelahan akibat panas. Mayoritas pasien mengalami hipertermia dan ketidakseimbangan elektrolit,” tulis para peneliti.
Para peneliti menyebut, lantaran sistem saraf pusat sensitif terhadap tekanan panas, disfungsi sistem ini merupakan gejala utama hipertermia. Pada periode awal heatstroke, gejala umum yang muncul, antara lain kecemasan, pusing, pingsan, dan sakit kepala. Dengan perkembangan ke kondisi patologis yang menyebabkan penurunan aliran darah otak dan peningkatan tekanan intrakranial, pasien baisanya mengalami delirium, kejang, dan koma.
Hiperkalemia, kata para peneliti dari Aventura Hospital and Medical Center dalam StatPearls (2024), juga dikaitkan dengan heatstroke. Hiperkalemia merupakan kondisi ketika kalium dilepaskan dari kerusakan otot atau asidosis, yang menyebabkan perpindahan kalium dari sel ke plasma.
Kalium merupakan vasodilator kuat pada otot rangka dan jantung. Penurunan elektrolit secara parah akan menyebabkan ketidakstabilan kardiovaskular dan berkurangnya aliran darah otot, yang merupakan predisposisi rabdomiolisis. Hiperkalemia dan hipokalsemia—kondisi ketika darah punya terlalu sedikit kalsium—bersama-sama dapat menyebabkan kelainan konduksi jantung.
“Ada juga berbagai koagulopati (gangguan pendarahan) yang terkait dengan heatstroke, mulai dari aktivasi sederhana kaskade koagulasi dan fibrinolisis hingga pendarahan fatal atau koagulasi intravaskular diseminata,” tulis para peneliti.
Para peneliti mengemukakan, pemeriksaan pasien yang mengalami heatstroke harus mencakup pemantauan tanda-tanda vital secara berkala, suhu rektal, pemeriksaan laboratorium, gas darah, creatine phosphokinase (CPK) serum, dan mioglobin urin.
Setelah menerima diagnosis, perawatan medis dilakukan untuk menurunkan suhu inti tubuh. Ada berbagai teknik untuk menurunkan suhu, seperti dilansir dari Healthline, antara lain perendaman air dingin, pendinginan evaporatif menggunakan air berkabut dan embusan udara, selimut pendingin, bungkus es, cairan intravena yang didinginkan, dan alat keteter berisi air dingin dimasukkan ke dalam rektum atau tenggorokan.
“Mendinginkan tubuh sangat penting untuk menurunkan risiko komplikasi akibat heatstroke, seperti kerusakan jantung, otak, atau ginjal,” tulis Healthline.