Belum lama ini, kelompok studi konservasi lahan basah prodi Biologi Universitas Airlangga (Unair) Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) merilis riset mereka tentang kantong teh celup yang dapat terkontaminasi mikroplastik. Ecoton menemukan mikroplastik jenis fiber pada sampel teh celup lima merek yang paling banyak diminati sepanjang 2024.
Meski orang Indonesia bukan peminum teh terkuat di dunia, namun menurut Indonesia Investments, sejak akhir 2000-an terjadi tren peningkatan konsumsi teh di Indonesia. Pada 2008, konsumsi teh per kapita Indonesia berada di sekitar 0,23 kilogram per orang per tahun. Lalu, pada 2022 angka ini meningkat menjadi sekitar 0,38 kilogram.
Penelitian Ecoton menunjukkan, tingkat kontaminasi mikroplastik lebih tinggi jika kantong teh dimasukkan saat air masih dipanaskan, dibandingkan jika dimasukkan setelah air mendidih. Kantong teh celup yang menggunakan bahan plastik, bisa mengakibatkan potensi kontaminasi kantong teh dengan partikel mikroplastik.
Saat diminum, partikel itu dapat masuk ke tubuh dan berdampak buruk bagi kesehatan, menyebabkan beberapa penyakit, seperti gagal ginjal, inflamasi, bahkan kanker.
Dikutip dari National Geographic, mikroplastik adalah partikel plastik kecil dengan diameter kurang dari 5 milimeter. Ada dua kategori mikroplastik, yakni primer dan sekunder.
Mikroplastik primer adalah partikel kecil yang dirancang untuk penggunaan komersial, seperti kosmetik serta serat mikro yang terlepas dari pakaian dan tekstil lainnya. Sedangkan mikroplastik sekunder adalah partikel yang dihasilkan dari kerusakan barang plastik yang lebih besar, seperti botol air. Kerusakan ini disebabkan paparan faktor lingkungan, terutama radiasi matahari dan gelombang laut.
Temuan mikroplastik di dalam kantong teh tak hanya berasal dari penelitian Ecoton. Para peneliti dari Dow University of Health Sciences dalam International Journal of Surgery (2023) menyebut, mikroplastik akan terlepas ketika membuat teh dengan air bersuhu 95 derajat Celsius atau lebih. Bahkan, plastik makanan dapat rusak atau melepaskan bahan berbahaya saat dipanaskan di atas 40 derajat Celsius.
Para peneliti dari Universitat Autonoma de Barcelona pada Desember 2024, meneliti kantong teh yang terbuat dari polimer nilon-6, polipropilena, dan selulosa. Penelitian mereka menemukan, saat menyeduh teh, polipropilena melepaskan sekitar 1,2 miliar partikel per mililiter, dengan ukuran rata-rata 136,7 nanometer; selulosa melepaskan sekitar 135 juta pertikel per mililiter, dengan ukuran rata-rata 244 nanometer; dan nilon-6 melepaskan 8,18 juta partikel per mililiter, dengan ukuran rata-rata 138,4 nanometer.
Lalu, penelitian dari McGill University di Kanada yang terbit di jurnal Environmental Science & Technology (2019) menemukan, satu cangkir dari satu kantong teh bisa mengandung 11,6 miliar partikel mikroplastik dan 3,1 miliar partikel nanoplastik. Potongan-potongan itu sangat kecil, rata-rata seukuran butiran debu atau serbuk sari, sehingga jumlah dalam satu cangkir sekitar 16 mikrogram atau seperenam puluh miligram plastik.
Jumlah tersebut jauh lebih banyak daripada yang ditemukan pada makanan dan minuman lain, termasuk air keran dan air minum kemasan. Dikutip dari CBC News, salah seorang peneliti Nathalie Tufenkji mengatakan, hal itu karena penelitian mereka memasukkan dan menghitung partikel yang lebih kecil daripada kebanyakan penelitian lain serupa. Namun, hal itu juga bisa karena kebanyakan makanan dan minuman, plastik adalah kontaminan yang tidak disengaja.
“Dengan teh, Anda benar-benar menambahkan plastik ke dalam minuman,” ujar Tufenkji.
Kantong teh terbuat dari berbagai jenis bahan. Ada yang terbuat dari kertas berasal dari serat tanaman seperti selulosa, kayu, dan rami; plastik fleksibel seperti nilon dan polipropilena; serta bahan baru yang disebut plastik biodegradabe seperti asam polilaktat.
“Kantong teh yang terbuat dari kertas secara teori akan melepaskan lebih sedikit (atau tidak sama sekali) mikroplastik dibandingkan versi plastik,” kata peneliti pascadoktoral yang mempelajari mikroplastik di Universitas Southern California dan Universitas Washington, Heiley E. Hampson kepada New York Times.
“Namun, bahkan kantong teh kertas tidak dijamin bebas plastik.”
Sebab, beberapa mungkin disegel dengan plastik fleksibel seperti polipropilena atau punya lapisan plastik pada talinya. Dalam sebuah penelitian tahun 2021, peneliti dari Eropa menemukan plastik pada lima dari enam merek kantong teh yang mereka beli di Irlandia. Empat di antaranya tampak terbuat dari kertas.
Akan tetapi, menurut Hampson, penelitian apakah mikroplastik menyebabkan efek kesehatan tertentu masih belum jelas. Untuk mengetahuinya, perlu uji coba terkontrol secara acak, di mana satu kelompok orang mengonsumsi mikroplastik dan kelompok lainnya tidak. Namun, kata Hampson, hal ini tidak etis.
“Karena Anda tidak dapat meminta seseorang menelan zat yang mungkin berbahaya,” ujar Hampson.
Dalam penelitiannya, profesor dalam bidang kedokteran dan penyakit menular di Universitas Colorado, Suzhao Li menemukan, ketika tubuh mengenali mikroplastik sebagai benda asing, maka sel-sel kekebalan menyerang dan menyebabkan peradangan. Hal ini kemungkinan menjelaskan potensi hubungan dengan penyakit radang usus atau penyakit jantung. Namun, penelitiannya masih dalam tahap awal.
“Mikroplastik adalah hal yang sangat baru di bidang sains,” katanya kepada New York Times. “Kita belum tahu banyak.”