close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tayangan Kinderflix di YouTube./Foto YouTube Kinderflix
icon caption
Tayangan Kinderflix di YouTube./Foto YouTube Kinderflix
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 09 November 2023 18:00

Menyikapi komentar pelecehan terhadap host Kinderflix

Konten kreator Kinderflix itu menjadi korban pelecehan seksual pada kategori pengiriman pesan seksual dan pelecehan siber.
swipe

Belum lama ini, seorang konten kreator edukasi anak-anak dan balita yang tayang di TikTok dan YouTube Kinderflix mendapat perlakuan tak menyenangkan dari beberapa warganet. Konten video yang bertujuan mendidik dan membantu anak-anak untuk meningkatkan kreativitasnya, malah mendapat komentar-komentar miring yang menjurus ke pelecehan seksual.

Tindakan tak terpuji itu masuk dalam kategori kekerasan gender berbasis online (KGBO). Merujuk data Komnas Perempuan tahun 2022, kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan tertinggi terjadi di ranah siber, yakni 869 kasus. Diikuti kekerasan di tempat tinggal sebanyak 136 kasus dan kekerasan di tempat kerja sebanyak 115 kasus.

Psikolog anak Seto Mulyadi, atau akrab disapa Kak Seto, prihatin dengan apa yang dialami konten kreator Kinderflix. Namun, ia tak menampik, ada hal yang positif maupun negatif dalam perkembangan dunia digital.

“Sisi positif, gadget bisa dimanfaatkan anak untuk belajar, meningkatkan (kemampuan) bahasa Inggris, atau bahasa asing lannya,” kata Kak Seto kepada Alinea.id, Rabu (8/11).

“Sisi negatifnya, itu ada pornografi, child grooming, tindakan kekerasan, dan radikalisme.”

Penyebab dan yang perlu dilakukan

Kak Seto yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu mengatakan, tak ada salahnya menghadirkan host perempuan di Kinderflix. Sebab, untuk mengajar anak-anak dan balita, umumnya yang paling bisa diterima adalah perempuan.

Bagi Kak Seto, jika edukasi untuk balita dan anak-anak ingin dihadirkan dalam bentuk digital, pendidiknya harus bisa mengajari dengan benar. Selain itu, host edukasi digital tersebut harus dilindungi dari berbagai serangan atau segala hal yang membuatnya tak semangat, tak kreatif, atau bahkan baper, sehingga tak mau lagi melanjutkan edukasi positif yang sudah dilakukan.

Balita pun, kata Kak Seto, sebenarnya bisa dibimbing oleh orang tua dan guru PAUD atau TK. “Nah, ini yang juga dimohon untuk mendapatkan pelatihan, bimbingan, ataupun panduan bagaimana mendidik anak-anak usia balita,” ujarnya.

Menurut dia, bimbingan dari orang dewasa penting untuk balita. Karena balita tengah berada di dalam puncak kreativitas. “(Balita) masih banyak ide, tidak takut salah, berani maju ke depan. Namun, jika si orang tua tidak bisa membimbing, maka akan mematikan kreativitas si balita,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad memandang, apa yang menimpa konten kreator Kinderflix terkait dengan persoalan budaya, yang masih melihat perempuan sebagai objek seksualitas dan menjadikan perempuan sebagai pemuas nafsu laki-laki. Menurutnya, persoalannya adalah bagaimana bisa mengubah cara pikir masyarakat terkait seksualitas.

“(Soal) konten Kinderflix tadi, masyarakat kita khususnya laki-laki, memandang (itu sebagai) sesuatu yang sederhana dan rendah, sehingga (konten kreatornya) layak untuk dilecehkan,” ujar Bahrul, Rabu (8/11).

“Budaya patriarki di sini memang masih sangat kuat, sehingga objek seperti itu dianggap sebagai sarana pemuasan nafsu.”

Bahrul menjelaskan, konten kreator Kinderflix itu menjadi korban pelecehan seksual pada kategori pengiriman pesan seksual (sexting) dan pelecehan siber (cyber harrasment).

Menurut Bahrul, kejadian tak menyenangkan itu berdampak psikologis yang sangat buruk. “(Dia) bisa mengurung diri, trauma, menjauh dari kontak sosial,” kata dia. “Kalau secara ekonomi, dia kehilangan pekerjaan karena sudah tak berani lagi bekerja.”

Sedangkan Kak Seto menilai, jika tak kuat mental, akan mematikan konten edukasi yang sudah dibuat. Bahrul menyarankan agar korban tetap membuat konten edukasi sembari memproteksi akun-akunnya.

“Misal, menutup kolom komentar. Kalau bisa, komentarnya menggunakan approval, jadi kalau tidak bagus, tidak perlu disetujui,” tutur Bahrul.

Kak Seto menambahkan, berkaca pada kasus komentar pelecehan itu, saat ini yang paling penting adalah mendidik dan mengajarkan kepada anak-anak dan masyarakat untuk cerdas menggunakan media sosial. Ia menuturkan, harus diutamakan akhlak mulia dalam diri seseorang.

“Nah, akhlak mulia ini yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang melakukan pelecehan,” ujarnya.

“Ini yang membuat orang-orang kreatif dan ikhlas memberikan edukasi kepada balita kemudian diserang, terkadang kalau orang tidak kuat mental akan menjadi putus asa, sehingga tak mau lagi mengembangkan konten-konten positif dan bermanfaat untuk anak-anak.”

Ia menyarankan, agar konten kreator edukasi untuk anak-anak memakai pakaian yang santun. Tujuannya, agar tak mengundang tangan-tangan jail berkomentar negatif. Akan tetapi, jika tetap mendapat komentar negatif, meski sudah berpakaian sopan, maka hal itu harus dihadapi.

“Jadi, untuk sekarang, kita juga harus bisa bertahan dengan keadaan dunia digital yang seperti itu,” tutur dia.

“Jangan mudah baper dan terbawa pikiran. Tetap keluarkan kreativitas dan konten-konten positif.”

img
Ummu Hafifah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan