close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Warga Tionghoa mengikuti Karnaval Cap Go Meh di kawasan Cideng, Jakarta, Selasa (19/2). /Antara Foto.
icon caption
Warga Tionghoa mengikuti Karnaval Cap Go Meh di kawasan Cideng, Jakarta, Selasa (19/2). /Antara Foto.
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 20 Februari 2019 20:44

Merayakan Cap Go Meh di Glodok

Di beberapa negara, seperti Malaysia dan Singapura, momen Cap Go Meh dipercaya bisa mendatangkan jodoh terbaik.
swipe

Orang-orang terlihat memadati kawasan Glodok, tepatnya di Pancoran Chinatown Point dan Pasar Petak Sembilan, Jakarta Barat, Selasa (19/2). Selama dua hari, tanggal 19 dan 20 Februari 2019 digelar puncak perayaan Cap Go Meh bertajuk Festival Pecinan.

Pusat perbelanjaan Pancoran Chinatown Point, Jakarta Barat, disulap menjadi pasar tumpah jajanan khas, seperti kue keranjang dan lontong cap go meh. Vihara Dharma Bhakti dipadati jemaah. Ratusan orang mengantre mendapatkan lontong cap go meh gratis, yang dibagikan pihak vihara.

Muasal tradisi Cap Go Meh

Menurut sejarawan Ravando Lie, ditinjau dari segi etimologinya, Cap Go Meh berarti hari ke-15 dari bulan pertama kalender Tionghoa.

Cap bermakna sepuluh, Go artinya lima, dan Meh artinya malam,” kata kandidat doktor sejarah di Universitas Melbourne ini saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (20/2).

Suasana di Vihara Dharma Bhakti, Jakarta Barat. (Alinea.id/Nanda Aria Putra).

Di Tiongkok, kata Ravando, perayaan Cap Go Meh kerap disebut dengan Yuanxiao Festival, yang berarti Festival Lampion. Di sana, masyarakat akan turun ke jalan-jalan, membawa lampion yang dipercaya bisa menuntun arwah para leluhur kembali ke asalnya.

“Mereka juga akan memakan tangyuan (sejenis ronde/onde-onde), yang biasanya selalu ada dalam perayaan tersebut,” kata Ravando.

Di beberapa negara, seperti Malaysia dan Singapura, momen Cap Go Meh dipercaya bisa mendatangkan jodoh terbaik, bagi siapapun yang mencari pasangan.

Dia mengatakan, dalam catatan sejarah, di masa raja-raja China, perempuan mendapati kedudukan yang tinggi. Perempuan China, kata Ravando, memiliki pantangan berada di luar rumah, kecuali saat perayaan Cap Go Meh berlangsung.

Momen perayaan ini kemudian menjadi ajang untuk bersosialisasi dan mencari pasangan bagi perempuan di China. Tradisi yang kemudian juga menyebar di berbagai belahan dunia, seiring eksodus masyarakat Tionghoa.

Pintu masuk ke arah Pancoran Chinatown Point, Jakarta Barat. (Alinea.id/Nanda Aria Putra).

“Sementara di Indonesia, Cap Go Meh biasanya identik dengan pawai dan karnaval yang diadakan secara meriah di berbagai daerah,” katanya.

Barongsai, liong, hingga arak-arakan toapekong, menjadi atraksi yang ditunggu-tunggu masyarakat. Di Singkawang, tradisi ini dikenal dengan nama pawai tatung, yang dipercaya dapat mengusir roh jahat.

“Namun pada intinya, momen Cap Go Meh lekat dengan perayaan, kebahagiaan, dan keriangan, di mana masyarakat menyambut datangnya tahun yang baru. Tentu dengan harapan tahun ini akan lebih terang dari tahun-tahun sebelumnya,” kata sejarawan yang fokus meneliti perihal Tionghoa ini.

Orang-orang terlihat memadati kawasan Glodok, tepatnya di Pancoran Chinatown Point dan Pasar Petak Sembilan, Jakarta Barat, Selasa (19/2). Selama dua hari, tanggal 19 dan 20 Februari 2019 digelar puncak perayaan Cap Go Meh bertajuk Festival Pecinan.

Pusat perbelanjaan Pancoran Chinatown Point, Jakarta Barat, disulap menjadi pasar tumpah jajanan khas, seperti kue keranjang dan lontong cap go meh. Vihara Dharma Bhakti dipadati jemaah. Ratusan orang mengantre mendapatkan lontong cap go meh gratis, yang dibagikan pihak vihara.

Muasal tradisi Cap Go Meh

Menurut sejarawan Ravando Lie, ditinjau dari segi etimologinya, Cap Go Meh berarti hari ke-15 dari bulan pertama kalender Tionghoa.

Cap bermakna sepuluh, Go artinya lima, dan Meh artinya malam,” kata kandidat doktor sejarah di Universitas Melbourne ini saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (20/2).

Suasana di Vihara Dharma Bhakti, Jakarta Barat. (Alinea.id/Nanda Aria Putra).

Di Tiongkok, kata Ravando, perayaan Cap Go Meh kerap disebut dengan Yuanxiao Festival, yang berarti Festival Lampion. Di sana, masyarakat akan turun ke jalan-jalan, membawa lampion yang dipercaya bisa menuntun arwah para leluhur kembali ke asalnya.

“Mereka juga akan memakan tangyuan (sejenis ronde/onde-onde), yang biasanya selalu ada dalam perayaan tersebut,” kata Ravando.

Di beberapa negara, seperti Malaysia dan Singapura, momen Cap Go Meh dipercaya bisa mendatangkan jodoh terbaik, bagi siapapun yang mencari pasangan.

Dia mengatakan, dalam catatan sejarah, di masa raja-raja China, perempuan mendapati kedudukan yang tinggi. Perempuan China, kata Ravando, memiliki pantangan berada di luar rumah, kecuali saat perayaan Cap Go Meh berlangsung.

Momen perayaan ini kemudian menjadi ajang untuk bersosialisasi dan mencari pasangan bagi perempuan di China. Tradisi yang kemudian juga menyebar di berbagai belahan dunia, seiring eksodus masyarakat Tionghoa.

Pintu masuk ke arah Pancoran Chinatown Point, Jakarta Barat. (Alinea.id/Nanda Aria Putra).

“Sementara di Indonesia, Cap Go Meh biasanya identik dengan pawai dan karnaval yang diadakan secara meriah di berbagai daerah,” katanya.

Barongsai, liong, hingga arak-arakan toapekong, menjadi atraksi yang ditunggu-tunggu masyarakat. Di Singkawang, tradisi ini dikenal dengan nama pawai tatung, yang dipercaya dapat mengusir roh jahat.

“Namun pada intinya, momen Cap Go Meh lekat dengan perayaan, kebahagiaan, dan keriangan, di mana masyarakat menyambut datangnya tahun yang baru. Tentu dengan harapan tahun ini akan lebih terang dari tahun-tahun sebelumnya,” kata sejarawan yang fokus meneliti perihal Tionghoa ini.

Sepi di hari kedua

Dalam perayaan Cap Go Meh tahun ini, tak hanya ada pertunjukan tradisi Tionghoa, seperti barongsai, liong, dan parade Koko dan Cici. Tapi juga tradisi Betawi, seperti gambang kromong, ondel-ondel, dan enggrang.

Selasa siang, berlangsung atraksi barongsai dari kelompok barongsai yang banyak menyabet penghargaan kelas dunia, Kong Ha Hong. Atraksi ini turut disaksikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wali Kota Jakarta Barat Rustam Effendi.

Di hari kedua (20/2), suasana kawasan Glodok tak seramai hari sebelumnya. Di Vihara Dharma Bhakti terlihat lengang, tak ada kegiatan. Di pusat perbelanjaan Pancoran Chinatown Point, hanya ada satu panggung dengan sajian musik-musik klasik hingga kontemporer Indonesia.

Di Vihara Dharma Sakti, yang terletak persis di sebelah Vihara Dharma Bhakti, berlangsung upacara lok tung, atau lazim disebut tatung. Salah seorang kerasukan.

“Mereka hanya dirasuki oleh Dewa, dan kemudian meramal pengunjung yang mau diramal. Soal jodoh, rezeki, dan karier, semua bisa diramal sama lok tung,” kata salah seorang petugas Vihara Dharma Sakti, Abi, Rabu (20/2).

Panggung di pelataran Pancoran Chinatown Point, Jakarta Barat. (Alinea.id/Nanda Aria Putra).

Menurut Abi, tidak semua orang dapat dirasuki Dewa. Setiap orang yang akan dirasuki harus bersih dan suci. Paling tidak, mereka harus berpuasa dahulu selama dua minggu untuk membersihkan diri dari unsur-unsur jahat.

Hari ini juga tak terlihat pertunjukan barongsai. Hanya terlihat satu liong yang meliuk-liuk di antara stan jajanan, dan sekerumunan kecil orang yang diiringi oleh tabuhan gendang.

Meski begitu, pertunjukan musik di pelataran Pancoran Chinatown Point masih cukup menghibur pengunjung yang datang, sembari mencicipi jajanan yang ada di sepanjang Jalan Pancoran. Kekecewaan hinggap di beberapa pengunjung.

“Saya nunggu dari jam dua siang tadi, tapi enggak ada juga barongsai, mungkin adanya cuma kemarin saja,” kata Hartini, yang datang bersama anak dan cucunya, Rabu (20/2).

Hartini sengaja datang dari Kalibata, Jakarta Selatan, untuk melihat perayaan Cap Go Meh. Dia mengatakan, tak pernah absen ke sini. Menurutnya, tahun ini perayaan Cap Go Meh terlihat lebih sepi dari tahun kemarin.

“Kalau tahun kemarin padat banget, soalnya dari semua daerah kumpul di sini. Kalau tahun ini kan sendiri-sendiri ya perayaannya. Kalimantan sendiri, Bogor sendiri, Pekalongan sendiri,” katanya.

Perayaan besar seperti tahun lalu, kata Hartini, berlangsung setiap lima tahun sekali, di mana semua kegiatan perayaan Cap Go Meh terpusat kawasan Glodok, Jakarta Barat.

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan