Dikutip dari CNN, Ketua DPP PAN sekaligus Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani mengusulkan diterapkannya konsep walkable city di daerah-daerah vital di Jakarta. Tujuannya, mengurangi polusi udara. Zita optimis, konsep walkable city bisa diterapkan di banyak kawasan di Jakarta, misalnya kawasan pedestrian Dukuh Atas, Menteng, atau Pasar Baru.
Walkable city, mengutip situs Tomorrow City, merupakan konsep perkotaan yang terintegrasi, di mana warganya bisa mengakses layanan dasar dan penting, semisal transportasi publik, dalam jarak yang wajar. Dikenal pula sebagai kota yang bisa “dijangkau” dalam waktu 15 menit berjalan kaki atau bersepeda.
Konsep ini muncul pertama kali pada 1900 sebagai konsep utopis. Namun, pada abad ke-21 muncul lagi sebagai sebuah kebutuhan untuk menjamin perlindungan lingkungan, kualitas hidup, ketahanan energi, dan menutup kesenjangan sosial.
Pakar tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, konsep walkable city sukses diterapkan di Kota Melbourne (Australia), Sydney (Australia), Singapura, Tokyo (Jepang), London (Inggris), Paris (Prancis), Amsterdam (Belanda), Barcelona (Spanyol), Viena (Italia), Helsinki (Finlandia), Stockholm (Swedia), dan Copenhagen (Denmark). Bahkan Paris, Barcelona, dan Melbourne, kata dia, tengah menjadi percontohan kota dunia yang menerapkan konsep 15 minutes city.
“(Di sana) warga cukup berjalan kaki kurang dari 15 menit dari rumah ke berbagai tempat tujuan aktivitas harian, seperti sekolah, kantor, pusat perbelanjaan, restoran, taman, di mana mensyaratkan infrastruktur pejalan kaki yang memadai,” kata Nirwono kepada Alinea.id, Rabu (21/2).
Untuk mewujudkan konsep walkable city di Jakarta, menurut Nirwono, Pemprov DKI Jakarta harus memiliki rencana induk terlebih dahulu. Tugas itu dilakukan Dinas Bina Marga Pemprov DKI Jakarta, yang perlu menyusun rencana induk pejalan kaki yang terpadu dengan rencana induk saluran air dan jaringan utilitas.
“Dengan adanya rencana induk, Pemprov DKI dapat membangun infrastruktur jalur pejalan kaki, seperti trotoar, zebra cross, jembatan, dan terowongan penyeberangan yang menghubungkan antarbangunan, dengan kawasan permukiman yang terintegrasi sistem transportasi publik,” tutur Nirwono.
Sayangnya, ujar Nirwono, trotoar di Jakarta yang menjadi salah satu bagian dalam infrastruktur pejalan kaki konsep walkable city masih belum terintegrasi secara menyeluruh. Kondisi trotoar di Jakarta juga dikeluhkan beberapa warga.
Seorang warga Jakarta, Miranti Maharani misalnya, mengatakan di Jakarta konsep walkable city belum dapat diwujudkan. Masalahnya, kata dia, trotoar belum layak bagi pejalan kaki. Masih ada yang ukurannya sempit, berlubang, dan banyak pedagang kaki lima.
“Banyak pengendara sepeda motor yang naik trotoar, membuat saya sebagai pejalan kaki merasa tidak nyaman,” kata Miranti kepada Alinea.id di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (22/2) siang.
“Lalu, pengendara (banyak) yang menggunakan trotoar sebagai tempat parkir.”
Warga Jakarta lainnya, Khania Nur Febrianti, mengaku di kawasan Dukuh Atas kondisi trotoarnya sudah nyaman untuk pejalan kaki. Alasannya, trotoar tidak terlalu mepet dengan jalanan dan mudah mengakses angkutan umum. Namun, untuk kondisi trotoar lainnya, ia mengaku masih banyak yang rusak dan kurang berfungsi dengan baik.
“Hal ini dapat menyulitkan pejalan kaki, terutama bagi orang disabilitas yang menggunakan kursi roda,” kata Khania ditemui di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (22/2).
“Terus kalau malam, masih banyak yang kurang mendapatkan pencahayaan yang bagus.”
Beberapa Gubernur DKI Jakarta sebenarnya sudah berupaya membenahi trotoar. Nirwono bilang, di masa Sutiyoso, ada program perbaikan trotoar di Jalan Kiai Tapa-Grogol, Jalan Kebon Sirih, dan Jalan MH. Thamrin.
Lalu di era Fauzi Bowo ada program perbaikan trotoar di Jalan MH. Thamrin-Jenderal Sudirman dan Pasar Senen. Kemudian, di masa Joko Widodo, ada revitalisasi trotoar di Jalan Jenderal Sudirman dan Senayan. Terakhir di era Anies Baswedan, ada revitalisasi trotoar Kebayoran Baru, Kemang, dan Cikini.
Dikutip dari situs Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Jakarta, hingga tahun 2022 jalur pejalan kaki telah terbangun seluas 1.258.594 meter persegi, yang dilengkapi fasilitas pendukung. Tahun 2026 ditargetkan menjadi 1.808.594 meter persegi terbangun.
Bila sudah ada rencana induk, Pemprov DKI Jakarta bisa segera sosialisasi ke berbagai pihak terkait untuk mengintegrasikan dengan rencana pembangunan oleh dinas lain atau pengembang. Tujuannya, agar infrastruktur pejalan kaki dapat dibangun bersama, sehingga anggarannya ditanggung bersama.
“Tidak membebani APBD,” ucap Nirwono.
Pembangunan itu dapat dilakukan bertahap, dengan prioritas lokasi unggulan dan kawasan permukiman yang dekat transportasi publik. Menurutnya, Jakarta dapat mengembangkan kawasan tematik, dengan pembangunan secara menyeluruh, mulai dari penataan ruang, bangunan, dan lingkungan yang menjadi kawasan walkable city.
“Ada 10 kawasan tematik yang dapat dikembangkan sebagai percontohan walkable city, yakni TOD (transit oriented development) Dukuh Atas, Manggarai, Halim-Cawang, Harmoni-Kota Tua, Grogol, Salemba-Cikini, Pasar Baru-Lapangan Banteng-Istiqlal, Blok M-Kebayoran Baru, Gelora Bung Karno-Senayan, dan Jakarta International Stadium-Ancol,” tutur Nirwono.