close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
MUI akan wajibkan sertifikat halal pada kedai kopi./Pixabay
icon caption
MUI akan wajibkan sertifikat halal pada kedai kopi./Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 01 Agustus 2019 07:00

MUI akan wajibkan sertifikat halal di kedai kopi

Pengawasan bagi produk makanan atau minuman beralkohol diakui memang tidak berjalan ketat.
swipe

Kopi kreasi dengan campuran alkohol di dalamnya memang menggoda untuk dicicip. Alinea.id sempat mencicipi satu cup es kopi rum dari Kopi Soe.

Kopi ini terasa sedikit pahit seperti bir. Namun lama-lama saat disesap, rasa pahit kopi tak lagi dominan, kecuali manis dan terasa lebih menyegarkan. Sekira setengah jam setelah menghabiskan kopi seharga Rp21.000 itu, minuman ini akan menimbulkan efek serdawa.

Berbeda dengan Kopi Lupakan Dia dengan kandungan Bailey’s, kecapan lidah seperti tidak sedang merasakan pahit-asamnya kopi. Menu ini terasa jauh lebih getir ketimbang es kopi rum, atau minuman kopi single origin tanpa gula. 

Dinamai Kopi Lupakan Dia karena kopi ini akan membuat perut sedikit mual—barangkali itu terinspirasi dari pengalaman pembuatnya saat tengah patah hati ditinggal kekasih lalu menenggak sebotol bir.

Sementara El Capitano punya aroma dan rasa kopi yang masih cukup kuat. Yan Dikara, pemilik kedai kopi Kararopi mengungkapkan, sedikit gula pasir yang disisipkan dalam ramuan El Capitano membuat rasa getir dan efek memabukkan dari jamaican rum tidak menonjol.

“Agak nge-drugs kalau nggak pakai gula. Nah, kalau ini kan jadi nggak pahit karena kandungan rum terbungkus gula,” kata Yan.

Terhadap efek memabukkan dari beberapa menu kopi kreasinya, Yan lantas dengan terbuka mengatakan kepada konsumen di kedainya, termasuk kandungan zat beralkohol dalam El Capitano.

Gue akan langsung bilang, menu kopi ini (“El Capitano”) haram, meskipun nggak bikin mabuk,” ujarnya. 

Pelanggannya lantas tak berkomentar banyak, untuk kemudian memesan menu minuman yang lain.

Terhadap menu kopi kreasi dengan tambahan bahan yang mengandung alhokol, Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol. Salah satu pedoman dasar dalam menentukan suatu produk makanan atau minuman haram adalah bila mengandung alkohol 0,5% atau lebih.

Fatwa haram

Wakil Sekjen MUI Bidang Fatwa, Sholahudin Al Aiyubi menjelaskan, kalau angka yang ditentukan dengan mengambil rata-rata kadar alkohol dalam fermentasi buah anggur, apel, dan kurma yang dilakukan melalui uji laboratorium MUI.

Kepada Alinea.id Sholahudin mengungkapkan, Pemerintah telah menerapkan aturan berupa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Aturan ini dimaksudkan untuk melindungi hak konsumen terkait konsumsi produk yang halal, khususnya bagi umat penganut Islam.

Namun, kata dia, UU tersebut masih berlaku secara sukarela atau voluntary bagi kedai, restoran, dan perusahaan makanan-minuman. MUI bersama pemerintah dan Kementerian Agama tengah menyiapkan langkah penetapan agar aturan tersebut berlaku tetap atau mandatory.

“Seharian ini kami rapat untuk membicarakan persiapan pembuatan PMA (Peraturan Menteri Agama) menyangkut UU ini. Ke depan akan diwajibkan halal bagi semua kedai-kedai,” kata Sholahudin.

Aturan itu, ujarnya, direncanakan akan berlaku secara mandatory mulai Oktober 2019. Setelah berlaku mandatory, penerapan UU tersebut akan berlangsung melalui peran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama.

“Tetapi penentuan fatwanya tetap oleh Majelis Ulama Indonesia,” katanya.

Selagi peraturan Menag itu belum ditetapkan, ungkapnya, pengawasan bagi produk makanan atau minuman beralkohol memang tidak berjalan ketat.

“BPJPH belum bisa bergerak efektif karena aturan teknisnya belum ada,” kata dia.

Selama ini, MUI bekerja bila ada aduan masyarakat terkait produk makanan dan obat-obatan yang dilayangkan ke Lembaga Pengawasan Obat dan Makanan (LPPOM) MUI. Namun, kata Sholahudin, sejauh ini pihaknya belum menerima komplain terkait produk kopi kreasi dengan kandungan alkohol atau semacamnya.

Dia mengatakan, produk makanan atau minuman semacam itu baru akan menimbulkan masalah bila suatu perusahaan terbukti berbohong dengan memasarkan produk yang tidak halal.

“Bila suatu perusahaan sudah mengklaim produknya halal, tapi terbukti ternyata tidak halal—berbeda dari klaim dia, dia terkena pasal tentang UU Perlindungan Konsumen,” tegas Sholahudin.

Mengacu pada Fatwa MUI di atas, Sholahudin lantas menekankan standar suatu minuman tergolong haram bagi umat Muslim.

“Sedikit ataupun banyak, walaupun yang meminum belum mabuk, minuman itu sudah disebut sebagai haram. Apa yang dikonsumsi banyak akan membuat mabuk, dikonsumsi sedikit pun ia minuman itu sudah terkategori haram,” kata Sholahudin.

Selain marak dengan menu kopi kreasi, bisnis kedai kopi juga tengah memasuki era kemajuan teknologi informasi yang pesat. Layanan penjualan pun memanfaatkan saluran digital yang memungkinkan konsumen mudah membeli produk minuman kopi dengan memesan melalui aplikasi daring. 

Pembayaran juga dilakukan non-tunai. Perkembangan usaha kedai kopi secara digital ini turut menandai bisnis kedai kopi dalam era revolusi industri 4.0. Kedai kopi di era 4.0 ini akan terus berdenyut di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta.

Hampir di pengujung pekan, bahkan juga Jumat malam, kedai-kedai kopi selalu dipadati penikmat kopi. Mereka berkumpul menyesap kopi yang terhidang dalam cangkir-cangkir, rehat sembari berbagi kisah-kisah.

Barangkali tepatlah gambaran yang dilukiskan Joko Pinurbo dalam penggalan puisinya 'Surat Kopi':

Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi…”

Fatwa halal haram produk minuman dan makanan dari MUI./Alinea.id

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan