Orang lanjut usia lebih pasrah terhadap kematian
Apakah semakin tua seseorang semakin memikirkan tentang kematian? Mengingat bayangan maut begitu dekat bagi orang-orang yang sudah berusia lanjut, kecemasan tentang kematian barangkali mencapai puncaknya selama hidup di dunia.
Jika membuka data statistik, angka harapan hidup di berbagai negara berbeda-beda. Di Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2022 angka harapan hidup orang Indonesia bagi laki-laki 69,93 tahun, sedangkan perempuan 73,83 tahun.
Merujuk situs World Population Review, angka harapan hidup global pada 2023 adalah 70,8 tahun untuk laki-laki dan 76,0 tahun untuk perempuan, dengan rata-rata 73,4 tahun. Monako mencatatkan angka harapan hidup tertinggi, dengan rata-rata 87,14 tahun. Sementara Nigeria terendah, dengan rata-rata 54,11 tahun.
“Riset menunjukkan, umur panjang didasarkan pada tiga faktor utama, yakni genetika, jenis kelamin, dan gaya hidup yang mencakup kebersihan, pola makan, olahraga, pilihan gaya hidup, budaya, akses terhadap layanan kesehatan, dan tingkat kejahatan,” tulis World Population Review.
Dalam Psychology Today, profesor psikologi di Knox College, Frank McAndrew mengungkapkan, secara historis harapan hidup telah dipengaruhi tingkat kematian yang mengerikan di kalangan anak-anak. Bahkan, pada 1900-an, harapan hidup di seluruh dunia hanya 32 tahun.
“Tapi ini tidak berarti, mayoritas orang dewasa pada 1900 mati pada usia sekitar 32 tahun,” ujar McAndrew.
“Dalam masyarakat pemburu-pengumpul modern dan populasi manusia prasejarah, seseorang yang berhasil melewati bahaya masa kecil dan mencapai dewasa, punya peluang yang cukup baik untuk mencapai usia 60 atau bahkan 70 tahun.”
Di sisi lain, risiko terbesar dalam kehidupan kita, yang mungkin berujung dengan kematian, berubah seiring pertambahan usia. Dikutip dari Business Insider, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengungkap penyebab terbesar kematian di Amerika Serikat pada setiap tahap kehidupan.
“Dari usia 45 hingga 64 tahun, seiring bertambahnya usia, sel-sel dan DNA mengalami kerusakan, kanker menjadi risiko terbesar bagi hidup kita,” tulis Business Insider.
“Bagi orang berusia 65 tahun ke atas, penyakit jantung menjadi ancaman yang lebih besar dibandingkan kanker.”
Pada 1960, sebut Business Insider, orang Amerika memiliki harapan hidup terpanjang dibandingkan negara mana pun di dunia. Namun, kini merosot ke peringkat terbawah dalam daftar harapan hidup dibandingkan negara-negara lain dengan produk domestik bruto dan pendapatan rata-rata yang serupa.
“Harapan hidup rata-rata orang Amerika kini lebih pendek dibandingkan orang Jepang, Kanada, Jerman, Inggris, dan tujuh negara lainnya, menurut data yang dikumpulkan Kaiser Family Foundation,” tulis Business Insider.
Lebih lanjut, Business Insider menyebut, para ilmuwan memperkirakan orang Amerika akan memiliki angka harapan hidup terendah dibandingkan negara berpendapatan tinggi mana pun pada 2030, yakni sekitar 80 tahun.
“Sementara itu, angka harapan hidup di negara-negara kaya lainnya, seperti Korea Selatan diperkirakan akan meningkat di atas 90 tahun,” tulis Business Insider.
Nyatanya, orang yang berusia lanjut tak punya kecemasan terhadap kematian. Peneliti dari Universiad de Granada, Nazaret Martinez-Heredia dalam riset yang diterbitkan di jurnal EMPIRIA (2021) menemukan, 25 dari 30 orang berusia 65 hingga 85 tahun di Kota Granada, Spanyol, yang diwawancara menyatakan mereka tak punya rasa takut atau cemas terhadap kematian. Bahkan, menganggap proses kematian adalah tentang kebebasan.
Martinez-Heredia menulis, pada kalangan lansia, justru kehilangan anggota keluarga atau teman yang dapat memicu masalah emosional yang kuat, memengaruhi pikiran, serta menyebabkan depresi.
“Kematian pasangan hidup menyebabkan kecemasan tinggi pada orang lanjut usia, menghasilkan depresi dan kecemasan. Hal yang sama terjadi dengan kematian seorang anak, dianggap sebagai salah satu kehilangan yang paling menyakitkan,” tulis Martines-Heredia.
Dalam riset yang berbeda, peneliti dari University of Haifa, Gary Sinoff, dalam penelitiannya yang terbit di jurnal Frontiers in Medicine (2017) menemukan, kecemasan tentang kematian lebih tinggi terjadi pada anak muda dibandingkan dengan orang tua. Hal itu terbukti dari perbedaan skor rata-rata skala kecemasan kematian yang ditelitinya, yakni 6,9 untuk anak muda dan 4,0 untuk orang tua. Sinoff mengatakan, kecemasan kematian mencapai puncaknya pada usia paruh baya dan menurun seiring bertambahnya usia.
“Pada usia sekitar 9-10 tahun, kita menyadari kematian sesuatu yang final, pada masa remaja kita memiliki kepercayaan akan kekekalan,” tulis Sinoff.
“Perubahan terjadi pada dewasa awal, ketika seseorang sudah menjadi orang tua. Pada usia pertengahan (paruh baya), seseorang terpapar pada kenyataan kehidupan yang penuh kepastian tentang kematian orang tua, teman, dan saudara. Inilah periode kecemasan kematian tertinggi.”
Akhirnya, sebut Sinoff, pada usia lanjut, tingkat kecemasan kematian menurun. Bahkan bila pasangan atau teman sebaya berpulang lebih dahulu. Hipotesis Sinoff ialah orang lanjut usia secara temporal lebih dekat dengan kematian dan menghadapi pengingat akan maut lebih sering daripada orang-orang yang lebih muda.
“Mereka telah mencapai tingkat penerimaan atas kenyataan yang tak terelakkan ini, setidaknya pada tingkat kesadaran,” tulis Sinoff.
Meski begitu, orang lanjut usia lebih takut pada prses kematiannya. Kesimpulan itu didukung para peneliti dari University of Cambridge dalam riset yang terbit di jurnal Plos One (2016). Para peneliti menghimpun data kualitatif untuk 42 peserta riset berbasis populasi berusia 95 hingga 101 tahun, terdiri dari 88% perempuan dan 42% dalam perawatan jangka panjang. Lalu, wawancara 33 peserta dan 39 informan perantara.
“Sebagian besar bertanya-tanya mengapa mereka masih ada di dunia ini dan sebagian kecil merayakan kelangsungan hidup mereka,” tulis para peneliti.
Kemudian, sebagian besar dari mereka siap mati. Hal itu mencerminkan kekhawatiran mereka terhadap kualitas hidup, tak mau menjadi beban, tak punya tujuan untuk hidup, dan perasaan telah hidup cukup lama. Mereka pun berharap kematian yang damai dan bebas dari rasa sakit, lebih baik kematian terjadi saat tidur.
Lebih lanjut, para peneliti menemukan, orang lanjut usia lebih memilih kenyamanan saat proses kematian ketimbang mendapatkan perawatan untuk menyelamatkan hidup mereka jika sakit parah, dan ingin menghindari masuk rumah sakit.
“Separuh dari kematian di Inggris (dari orang) yang berusia lebih dari 85 tahun terjadi di rumah sakit dan sepertiga di panti jompo,” ujar para peneliti.