close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi minuman beralkohol./Foto jarmoluk/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi minuman beralkohol./Foto jarmoluk/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Jumat, 11 April 2025 06:00

Otak bisa rusak akibat konsumsi alkohol berlebihan

Studi ini melibatkan 1.781 orang yang rata-rata berusia 75 tahun saat meninggal. Semuanya menjalani otopsi otak.
swipe

Kebiasaan mengonsumsi alkohol secara berlebihan bisa meningkatkan risiko kerusakan otak. Begitu kesimpulan dari penelitian yang terbit di Neurology Journals (April, 2025) bertajuk “Incidence Trends and Risk of Recurrent Stroke of Cervical Artery Dissections in the United States Between 2005 and 2019”.

Para peneliti mengungkap peminum alkohol berat, yang minum delapan atau lebih per minggu memiliki peningkatan risiko lesi otak yang disebut arteriolosklerosis hialin—tanda-tanda cedera otak yang berhubungan dengan masalah memori dan berpikir.

Dikutip dari situs American Academy of Neurology, studi ini melibatkan 1.781 orang yang rata-rata berusia 75 tahun saat meninggal. Semuanya menjalani otopsi otak. Para peneliti memeriksa jaringan otak untuk mencari tanda-tanda cedera, termasuk kekusutan tau dan arteriolosklerosis hialin.

Kekusutan tau merujuk pada penumpukan protein tau yang terlipat salah di dalam sel otak, yang merupakan ciri khas penyakit Alzheimer dan penyakit neurodegeneratif lainnya. Sedangkan arteriolosklerosis hialin merupaan jenis pengerasan pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan dinding arteri akibat penumpulan protein hialin, yang menyebabkan penyempitan dan mengganggu aliran darah.

Mereka juga mengukur berat otak dan tinggi setiap peserta. Anggota keluarga menjawab pertanyaan tentang konsumsi alkohol peserta.

Peneliti kemudian membagi partisipan ke dalam empat kelompok, yakni 965 orang yang tidak pernah minum alkohol, 319 peminum sedang yang minum tujuh minuman beralkohol atau kurang per minggu, 129 peminum berat yang minum delapan atau lebih minuman beralkohol per minggu, dan 368 mantan peminum berat.

Para peneliti mendefinisikan satu minuman mengandung 14 gram alkohol, yakni sekitar 350 mililiter bir, 150 mililiter anggur, atau 45 mililiter minuman keras suling.

Hasilnya, mereka yang tidak pernah minum, 40% memiliki lesi vaskular otak. Lesi vaskular otak adalah area kerusakan atau kelainan pada pembuluh darah di otak, yang bisa disebabkan berbagai faktor, seperti trauma, infeksi, atau penyakit pembuluh darah.

Peminum sedang, 45% memiliki lesi vaskular otak; peminum berat 44% punya lesi vaskular otak; dan mantan peminum berat 50% punya lesi vaskular otak.

Setelah disesuaikan dengan faktor-faktor yang dapat memengaruhi kesehatan otak, seperti usia kematian, merokok, dan aktivitas fisik, peminum berat punya peluang 133% lebih tinggi untuk memiliki lesi vaskular otak dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah minum. Mantan peminum berat memiliki peluang 89% lebih tinggi dan peminum sedang 60%.

Para peneliti juga menemukan, peminum berat dan mantan peminum berat memiliki peluang lebih tinggi untuk mengembangkan tau tangle—agregat protein tau yang mengalami hiperfosforilasi di dalam sel neuron, yang merupakan biomarker utama penyakit Alzheimer—dengan peluang masing-masing 41% dan 31% lebih tinggi.

Mantan peminum berat dikaitkan dengan rasio massa otak yang lebih rendah, proporsi massa otak yang lebih kecil dibandingkan dengan massa tubuh, serta kemampuan kognitif yang lebih buruk.

Salah seorang peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sao Paulo di Brasil, Alberto Fernando Oliveira Justo mengatakan, selain cedera otak, kemampuan kognitif yang terganggu hanya diamati pada mantan peminum. Para peneliti juga menemukan, peminum berat meninggal rata-rata 13 tahun lebih awal daripada mereka yang tidak pernah minum alkohol.

"Kami menemukan bahwa minum berat secara langsung terkait dengan tanda-tanda cedera di otak, dan ini dapat menyebabkan efek jangka panjang pada kesehatan otak, yang memengaruhi daya ingat dan kemampuan berpikir," kata Justo dalam situs American Academy of Neurology.

Asisten profesor di Universitas George Washington, Leana Wen kepada CNN mengatakan, penelitian itu merupakan hasil yang meyakinkan yang menghubungkan konsumsi alkohol berat dengan dampak jangka panjang pada otak. Namun, menurut Wen, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini.

“Penting untuk diketahui, temuan ini merupakan asosiasi yang bersifat sugestif, bukan bukti hubungan sebab akibat,” kata Wen kepada CNN.

“Selain itu, salah satu keterbatasan penelitian ini adalah tidak mengukur durasi konsumsi alkohol atau membedakan antara orang yang rutin mengonsumsi satua tau dua gelas minuman dalam semalam dengan mereka yang minum secara sporadis tetapi dalam jumlah banyak.”

Wen menjelaskan bahaya mengonsumsi alkohol. Dia mengatakan, dalam jangka pendek, konsumsi alkohol dapat mengganggu jalur komunikasi otak dan mempersulit otak untuk mengendalikan pikiran, koordinasi, keseimbangan, ucapan, dan penilaian.

Konsumsi alkohol dalam jumlah besar pada waktu singkat, kata dia, bisa menyebabkan gangguan yang signifikan, sehingga area utama yang mengendalikan pernapasan dan detak jantung mulai berhenti berfungsi. Orang dengan gangguan penggunaan alkohol dapat mengalami perubahan otak progresif yang memengaruhi cara berpikir dan kognisi.

“Misalnya, kondisi yang dikenal sebagai sindrom Wernicke-Korsakoff yang dikaitkan dengan penggunaan alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kecatatan permanen, disertai hilangnya ingatan jangka panjang,” tutur Wen kepada CNN.

“Konsumsi alkohol dalam jumlah yang lebih sedikit telah dikaitkan dengan penuaan dini dan penyusutan otak.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan