Anggapan bahwa generasi milenial merupakan generasi burnout (stres berat karena pekerjaan) ternyata bukan isapan jempol belaka. Survei yang dilakukan oleh lembaga pengembangan karier Amerika Serikat, Gallup dan MetLife menemukan bahwa generasi milenial yang lahir dalam rentang 1981-1997 lebih rentan mengalami burnout pekerjaan. Terutama bagi mereka yang duduk di kursi manajerial.
Situs CNBC International Senin (7/3) mencatat pekerja milenial yang burnout atau mengalami kelelahan pekerjaan jumlahnya mencapai 35% pada 2021, atau meningkat karena sebelumnya hanya sekitar 27%. Berdasarkan survei Gallup angka ini jauh lebih tinggi ketimbang baby boomers yang hanya 21% dan 27% dari Gen X.
Banyak faktor diidentifikasi sebagai penyebab stres pada milenial. Beban kerja berlipat dan situasi pandemi Covid-19 hanyalah satu di antaranya. Di samping itu, pekerja milenial juga dituntut mesti adaptif dengan dunia kerja yang berubah dengan cepat. Ada juga faktor kurangnya komunikasi, beban kerja yang tidak jelas, dan tuntutan bekerja sepanjang waktu.
Bagi tingkat manager, mengurusi anak buah dengan tren the great resignation atau pengunduran diri besar-besaran menjadi tantangan tersendiri. Pekerja yang keluar-masuk dengan cepat menuntut perusahaan berusaha keras mengisi posisi kosong. Kemudian, mereka harus mendistribusikan beban kerja kepada karyawan yang tersisa. Memang, hanya satu dari empat manajer yang sangat setuju bahwa mereka mampu menjaga keseimbangan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi pada tahun 2021, kata laporan Gallup.
Untuk mengatasi masalah ini, para pemilik perusahaan harus mau menyesuaikan kebijakan. "Ketika kita menata kembali tenaga kerja di masa depan, pengusaha harus mempertimbangkan berbagai kebutuhan terutama untuk kesuksesan jangka panjang," ujar Wakil Presiden MetLife, Plohr Memming.
Beberapa survei yang telah dilakukan MetLife adalah 82% karyawan terutama di level manajerial menginginkan lebih banyak pelatihan untuk mengkoordinasi orang lain. Sementara 74% lainnya membutuhkan materi soal bekerja efektif dengan sistem hibrid antara daring dan luring.
Sesi pelatihan pengembangan diri juga disukai oleh milenial, dengan 78% menginginkan lebih banyak dukungan dengan mengelola stres pribadi. Selain itu, 74% milenial juga menginginkan pembinaan dalam menangani topik sensitif di tempat kerja, seperti keragaman dan inklusi dan keadilan sosial.