close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi susu kental manis. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi susu kental manis. Foto Pixabay.
Sosial dan Gaya Hidup
Sabtu, 19 Juni 2021 22:22

Pemberian susu kental manis berpotensi langgar hak anak

Pemenuhan hak anak terlanggar bila susu kental manis terus diberikan sebagai minuman pengganti susu untuk anak.
swipe

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengatakan pemberian makanan tidak bergizi kepada anak seperti susu kental manis berpotensi melanggar hak anak.

“Kita harus jaga betul agar susu kental manis tidak diberikan kepada bayi. Pemenuhan hak anak terlanggar bila susu kental manis terus diberikan sebagai minuman pengganti susu untuk anak, ” kata Entos Zainal, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian PPPA, dalam siaran pers, Sabtu (19/6).

Dia mengatakan memberikan hak anak secara penuh termasuk atas makanan bergizi merupakan upaya bersama agar tidak menjadi korban stunting. Mendapatkan hak kesehatan dan terhindar dari stunting merupakan salah satu hak anak yang diratifikasi dalam konvensi hak anak tahun 1989.

“Isu kesehatan yang paling berpengaruh pada anak dan remaja adalah stunting, malnutrisi, anemia, penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, HIV/ AIDS, kekerasan, rokok dan narkoba,” kata Entos.

Menurutnya, stunting masih menyisakan pekerjaan rumah yang berat, baik bagi pemerintah dan masyarakat. Presiden Joko Widodo sebelumnya menargetkan penurunan stunting pada 2024 hingga 14%, namun saat ini angka stunting masih berkisar 27%.

Ketua Bidang Advokasi Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) Rusmarni Roesli mengatakan permasalahan gizi anak dan remaja bersumber pada keluarga.

"Bagaimana kebiasaan makan anak, gaya hidup anak saat remaja hingga dewasa, apakah anak-anak tumbuh dengan gizi yang cukup atau malah beresiko anemia? Ini tergantung dari perlakuan keluarga terhadap anak. Dengan kata lain, orang tua yaitu ibu dan bapak harus paham benar mengenai tumbuh kembang anak,” kata Marni.

Marni mengatakan masyarakat yang selama ini dikenal hidup dengan kearifan lokal dan mengonsumsi makanan dari alam, kini berisiko gizi buruk. Hal itu terungkap dalam temuan KOPMAS baru-baru ini saat mengadvokasi gizi untuk masyarakat di Ciboleger dan Ciemes.

“Jika dulu masyarakat Baduy ini identik dengan hidup tanpa teknologi, sekarang mereka sudah akrab dengan gadget dan televisi. Dampaknya adalah, anak-anak Baduy yang biasanya makan singkong, sayur dan ikan-ikanan, kini terbiasa makan sosis, bakso, nugget dan pagi sarapan dengan sereal atau susu kental manis. Bahayanya adalah, orang tua tidak paham kalau yang dimakan anak-anak mereka tidak sesehat menu dari ladang yang dahulu biasa mereka konsumsi,” papar Marni.

Modernisasi memang memiliki dampak positif, seperti bidan dan puskesmas yang sudah bisa memberikan layanan kesehatan hingga imunisasi. Namun, pemeriksaan kesehatan di wilayah tersebut masih minim edukasi gizi.

"Bahkan di Ciemes kami justru menemukan bidan yang tidak paham kandungan susu kental manis,” tutur Marni.

Menanggapi hal itu, Dr. Wiwin Hendriani dari Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (HIMPSI) mengatakan persoalan kental manis masih menyisakan pekerjaan yang panjang bagi pemerintah.

“Iklan susu kental manis sebagai sumber gizi tunggal memang sudah dihapus, tapi bukan berarti dengan iklannya disetop, kebiasaan masyarakat langsung berbalik, tidak mungkin seperti itu. Maka yang harus dilakukan adalah mengoreksi dengan informasi yang benar. Iklan yang salah harus diperbaiki dengan iklan yang menampilkan informasi yang benar,” ujar Wiwin.

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan