close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi foto Climate Change. Foto Unsplash/Mika Baumeister.
icon caption
Ilustrasi foto Climate Change. Foto Unsplash/Mika Baumeister.
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 23 April 2021 11:09

Hari Bumi Dunia, RIB: Pemerintah kurang tegas tangani krisis iklim

Pemerintah sudah harus lebih fokus pada upaya mitigasi krisis iklim secara lebih ambisius.
swipe

Direktur Eksekutif Rumah Indonesia Berkelanjutan (RIB) Yusdi Usman mengatakan, pemerintah Indonesia dianggap masih kurang serius dalam melakukan pencegahan krisis iklim.

"Hal ini terlihat dari belum adanya upaya pemerintah untuk memasukkan program stimulus pencegahan krisis iklim dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022, yang sedang disusun Bappenas dan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 yang sedang disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan," kata Yusdi, dalam keterangan tertulisnya.

Yusdi Usman menegaskan, krisis iklim sudah di depan mata. Dengan banyaknya bencana yang melanda potensi dengan dampak yang lebih besar bisa saja melanda Indonesia kembali.

"Sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan dengan krisis iklim ini, yang berpotensi mengancam keamanan negara, krisis pangan, kelangkaan air bersih, datangnya berbagai bencana akibat krisis iklim seperti yang baru-baru ini melanda Nusa Tenggara Timur (NTT), dan lain sebagainya,"tegasnya.

Padahal, menurut data yang dikeluarkan oleh Climate Watch, pada 2017 Indonesia menempati urutan kelima secara global sebagai negara penyumbang emisi gas rumah kaca. Indonesia menghasilkan emisi sebesar 2275,4 MtCO2e. Sementara empat negara penghasil emisi yang lebih besar dari Indonesia pada 2017 masing-masing adalah China dengan emisi karbon sebesar 11.780,99 MtCO2e, Amerika Serikat yang memproduksi emisi karbon 2017 sebanyak 5766,92 MtCO2e, India menyebarkan emisi sebanyak 3.356,7 MtCO2e, dan Rusia sebesar 2.460,27 MtCO2e.

Meskipun pemerintah sudah mempunyai dukungan kebijakan yang memadai, baik UU No.16 tahun 2016 tentang pengesahaan Paris Agreement mengenai perubahan iklim, dan sejumlah perangkat kebijakan lainnya, namun di level aksi (tindakan) dalam mitigasi krisis iklim masih sangat lemah. Kelemahan ini termasuk belum diarahkannya APBN 2022 untuk selaras dengan mitigasi perubahan iklim ini.

"Jika APBN belum diarahkan untuk mendukung green economy dalam rangka mitigasi krisis iklim, maka dikhawatirkan bahwa target NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia tahun 2030 tidak akan tercapai. Padahal, seperti dinyatakan dalam UU No.16 Tahun 2016, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan dunia internasional pada tahun 2030," terangnya.

Sementara itu,Sekjen FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) sekaligus penggagas Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia (Generasi Hijau) Misbah Hasan menegaskan, pemerintah sudah harus lebih fokus pada upaya mitigasi krisis iklim secara lebih ambisius. Salah satunya adalah bagaimana membuat kebijakan anggaran afirmasi dengan memasukkan stimulus green recovery dalam APBN 2022.

Stimulus green recovery ini perlu dinyatakan secara eksplisit dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 yang sedang disusun oleh Bappenas dan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 yang sedang disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Kedua dokumen perencanaan ini akan diserahkan kepada DPR RI pada 18 Mei 2021.

"Selain sebagai kebijakan afirmasi, stimulus ini bisa menjadi bagian penting dari green recovery dari Covid-19. Anggaran green recovery merupakan anggaran dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022. Green recovery dalam penanganan Covid-19 bukan saja menguntungkan untuk pemulihan ekonomi nasional, melainkan juga membantu dalam mitigasi krisis iklim yang ada di depan mata kita,"

Misbah menyarankan pemerintah memasukkan stimulus green recovery dalam RKP 2022 dan KEM PPKF 2022 untuk tiga sektor, yakni energi, pertanian, dan persampahan.

“Selain tiga sektor tersebut, pemerintah juga bisa mempertimbangkan untuk sektor lahan dan industri”, tutup Misbah

img
Nafis Arsaputra
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan