close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pasangan yang menikah. /Pixabay.
icon caption
Ilustrasi pasangan yang menikah. /Pixabay.
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 12 September 2018 16:40

Penantian panjang mencari pasangan ideal

Meski dianggap hal wajar, kecenderungan mencintai atau memilih pasangan yang ideal malah akan mendatangkan risiko.
swipe

Pernahkah kamu berpikir untuk menghapus sebagian ingatan? Lacuna Inc bisa melakukannya kepada siapapun yang menginginkan. Tinggal mengisi formulir kesediaan menghapus ingatan, maka sebagian, atau bahkan seluruh ingatan tentang mantan kekasih, selingkuhan, guru galak, atau senior perisak, bisa raib.

Namun, jangan terburu-buru mencarinya di mesin pencarian. Sebab, Lacuna Inc hanya kisah fiktif yang ada di film "Eternal Sunshine of The Spotless Mind" (2004).

Tokoh utama di film itu, perempuan ekstrover, Clementine, menghapus ingatan terhadap kekasihnya yang introver, Joel, karena merasa tak cocok lagi dengan hubungan mereka. Sebaliknya, Joel melakukan hal serupa di kemudian hari.

Tak disangka, dalam sebuah fase kehidupan lain, mereka kembali berjumpa. Tanpa ingatan masa lalu, keduanya kembali saling mencintai. 

Film ini mungkin ingin mengatakan, bila ingatan sudah dihapus, kita masih punya kecenderungan untuk mencintai orang yang sama. Tapi, bayangkan kalau ingatan itu belum terhapus. Kita hanya akan melihat bayangan yang sama pada semua manusia baru yang kita temui.

Ingatan abadi

Pada September 2017 lalu, Linda Nasution terbang ke Pekanbaru, Riau, untuk menjaga penatu milik adiknya yang sedang pergi ke tanah suci. Di sana, ibu tiga anak ini juga reuni dengan teman-teman sekolahnya dahulu. Linda orang Dumai, tapi SMA di Pekanbaru. Tak heran, di kota ini dia banyak memiliki teman lama.

Dalam sebuah pertemuan di tempat karaoke, dia bersua Emir Syafrin, teman lamanya di SMA. Linda sama sekali tak mengenal Emir. 

Dia cukup terkejut saat pria itu memperkenalkan diri sebagai pemuja rahasianya, ketika mereka masih berseragam putih-abu. Dari mulut Emir, Linda mendengar kisahnya dahulu. 

Pertengahan 1975, Emir muda diam-diam mencintai Linda, adik kelasnya yang cantik. Linda merupakan primadona di sekolahnya. 

Namun, jangankan mendekati, menegur saja Emir tak punya nyali. Emir hanya bisa memandang Linda dari pagar depan rumah, setiap perempuan cantik itu menjemur pakaian, atau berangkat sekolah. Kebetulan, kos Linda persis di sebelah rumah Emir.

Hari-hari Emir dilewati dengan memendam rasa kepada Linda. Dia hanya jadi penonton saat Linda dekat dengan para lelaki sebayanya. 

Linda juga pernah berkencan dengan sahabat Emir. Linda mengatakan, Emir minder lantaran banyak pria yang mengejarnya. 

Setelah lulus SMA, Linda merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib. Cinta Emir pun layu sebelum berkembang. Dari situ, Emir kehilangan hasrat untuk mencari pasangan hidup. 

"Tidak ada perempuan lain yang sama dengan kamu," kata Linda meniru perkataan Emir, saat dihubungi Alinea, beberapa waktu lalu.

Emir akhirnya dijodohkannya dengan perempuan lain. Dalam pernikahannya, Emir kerap gelisah. 

Meski sudah dikaruniai dua anak, Emir merasa tidak menemukan apa yang dicarinya selama ini. Pernikahan itu pun berujung cerai. Setelah bercerai, Emir memilih untuk menikah lagi. Kali ini dengan gadis yang usianya sangat belia. Kembali merasa tak menemukan kecocokan, Emir kembali berpisah dengan istri keduanya itu.

"Sudah tak kunjung aku temukan perempuan seperti Linda dulu. Maka, lebih baik aku menghabiskan hidupku dengan ibadah kepada Tuhan," ujar Linda, menirukan perkataan Emir.


Sosok ideal dalam mencari pasangan, terkadang malah membuat sulit (Pixabay).

Sosok ideal

Psikolog Roslina Verauli, yang akrab disapa Vera mengatakan, cinta merupakan salah satu bentuk emosi. Semua manusia bisa merasakan cinta kepada manusia lain yang ideal buatnya. Dalam teori psikologi, kata Vera, salah satu ciri ideal, yakni memiliki banyak kesamaan dengan dirinya atau homogami.

Kesamaan ini merujuk pada status sosial, pendidikan, lingkungan, dan hobi. Misalnya, perempuan dengan pendidikan sarjana dari keluarga kaya, akan mencari pria yang memiliki kriteria yang sama atau di atasnya. Dia bisa saja bertemu dengan pria yang berada di bawah statusnya, tapi hal itu akan menjadi pertentangan.

"Ada macam-macam teori mencari pasangan. Homogami menjadi salah satunya, saat orang memilih sosok yang ideal dan memiliki banyak kesamaan dengan dirinya," kata Vera kepada Alinea, Rabu (12/9).

Dalam perkembangannya, menurut Vera, bukan hanya kesamaan status sosial yang menjadi pertimbangan orang. Ciri fisik juga berpengaruh. 

Sebuah studi Institut des Sciences de l'Evolution de Montpellier (ISE-M), Prancis, memfokuskan fitur-fitur khusus pada wajah, seperti bentuk mata, warna rambut, ketebalan bibir dan alis, serta ada atau tidaknya lesung pipit. 

Studi ini menyimpulkan, pria akan menilai perempuan yang mirip dengannya lebih menarik. Mungkin pula hal inilah yang menyebabkan pasangan menikah terlihat wajahnya sangat mirip.

Meski dianggap hal wajar, kecenderungan mencintai atau memilih pasangan yang dianggap ideal, malah akan mendatangkan risiko. Misalnya, saat tidak bisa bersama dengan orang tersebut. 

Bukti itu ada pada kasus Emir dan Linda, serta banyak kasus lainnya. Saat tidak bisa memiliki Linda yang dianggap sosok perempuan paling ideal untuk menjadi pasangan, Emir memilih hidup sendiri. Bahkan, saat sudah mendapat pasangan baru, dia tetap membandingkannya dengan Linda.

"Pada satu titik, orang harus bisa menganalisis apakah sosok pasangan ideal yang ada di pikirannya hanya fantasi belaka. Tiap orang memang punya alam fantasi sendiri," kata Vera. 

Namun, menurut Vera, pada satu titik, mereka harus bisa memahami diri sendiri, untuk membedakan mana yang keinginan nyata, fantasi, atau obsesi.

Cinta untuk memiliki 

Vera juga menyebut, cinta merupakan konsekuensi dari ketertarikan dan kecocokan saat bertemu orang. Maka, apa yang disebut cinta tak melulu terhadap lawan jenis yang seimbang. Orang bisa jatuh cinta dalam skala dan radius yang tak berhingga.

Sebelum berusaha memiliki orang yang kita cintai, perlu dipertimbangkan hal-hal yang bisa diterima logika. Misalnya, mengukur status sosial, kepercayaan, dan sebagainya. Jika dirasa sudah memenuhi, kata Vera, selanjutnya hak setiap manusia untuk berusaha mendapatkan semua yang dicintainya.

“Cinta itu emosi. Tapi tidak perlu untuk memiliki kalau kita tidak bisa hidup bersamanya,” kata psikolog Rumah Sakit Pondok Indah itu.

Pertemuannya kembali dengan Linda 40 tahun kemudian, membuat Emir memberanikan diri untuk mengungkapkan seluruh perasaannya. Bahkan, Emir mengajaknya menikah. 

Tentu, sekarang Emir sudah punya nyali untuk mengajaknya jalan-jalan di Pekanbaru. Toh, Linda sudah menyandang status janda sejak ditinggal wafat suaminya pada 2003.

Sayangnya, ketika pertemuan itu, Linda berencana menikah dengan sahabatnya, Daniel pada akhir 2017. Dengan jujur dia mengungkapkannya kepada Emir. 

Meski demikian, seiring intensitas bertemu Emir di Pekanbaru, Linda pun luluh hatinya. Desember 2017, Linda tetap menikah, dengan pria yang menunggunya sejak lama, Emir. Penantian panjang Emir pun berakhir dengan bahagia di usianya yang sudah senja.

img
Laila Ramdhini
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan