Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi mengungkapkan adanya ancaman kejahatan siber menjadi perhatian utama seiring dengan kecanduan gawai. Orang tua perlu memberikan contoh dan mengajak anak untuk berinternet sehat.
Menyikapi hal itu, Co-founder dan CEO Fammi (startup edukasi teknologi yang bergerak di bidang Pendidikan Keluarga) Muhammad Nur Awaludin mengatakan penggunaan gawai meningkat, tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Keamanan digital menjadi hal penting untuk dipelajari karena pemahaman masyarakat tentang hal ini pun masih kategori sedang. Di ranah digital, banyak sekali ancaman yang mengintai anak-anak seperti perundungan siber, pornografi, adegan kekerasan, dan online stalking.
“Paparan ancaman tersebut bisa dari film, iklan, konten YouTube, aplikasi percakapan, media sosial, games, dan lain-lain. Kecanduan gawai juga menjadi ancaman tersendiri bagi anak pengguna gawai,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (16//9).
Menurutnya kondisi yang mendorong anak untuk terus menggunakan gawai antara lain perasaan bosan, lelah, dan marah. Ketika kecanduan games, bahaya yang muncul berupa perubahan perilaku anak seperti lupa waktu, gampang marah, lebih senang menyendiri, melupakan ibadah, dan berbohong.
Data terbaru menunjukkan sebanyak 29% anak di Indonesia menggunakan handphone. Sebanyak 12% di antaranya mengakses internet.
Jumlah yang cukup besar untuk populasi Indonesia. Penggunaan gawai memang sudah susah dicegah.
“Ada pun yang bisa dilakukan orang tua adalah menanamkan kesadaran berinternet sehat sejak dini,” kata dosen sekaligus penulis, Dian Ikha Pramayanti.
Mengakses internet secara sehat, kata Ikha, dapat menjauhkan anak dari ancaman kejahatan siber yang memberikan dampak pada anak antara lain kerusakan otak bagian depan, emosi tak terkendali, banjir dopamin, dan volume otak menyusut 4,4%.
“Tips menjaga anak di internet yaitu batasi waktu penggunaan, manfaatkan fitur perlindungan, beri pemahaman anak tentang internet sehat, jaga data pribadi, dampingi anak, berikan waktu ruang berkreasi, detoks internet, dan berkomunikasi dengan terbuka,” ucap Ikha.
Rektor Institut Nitro Mohammad Hatta Alwi Hamu menyebut, sejak zaman dahulu pun pendampingan orang tua terhadap anak wajib dilakukan. Sehingga anak bisa berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan secara aman.
“Apalagi saat ini, di mana sudah lebih dari 202 juta pengguna internet di Indonesia yang aktif mengakses internet dan sebagian di antaranya media sosial,” katanya.
Catatan APJII, berdasarkan umur, pengguna internet didominasi kelompok usia 13-18 tahun sekitar 99,16%, diikuti usia 19-34 tahun sekitar 98,64%.
Ada enam tantangan yang dihadapi orang tua di era digital: kemudahan mengakses internet, kebebasan terkoneksi tanpa aturan, anak lebih pintar dari orang tuanya, dunia user-generated content, anak ingin bebas, dan belum paham risiko.
“Tingkatkan literasi digital agar orang tua dan anak dapat mengakses, mencari, menyaring, dan memanfaatkan setiap data dan informasi yang diterima dan didistribusikan dari dan ke berbagai platform digital yang dimiliki secara aman,” pungkasnya.