close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pasien koma di rumah sakit./Foto Parentingupstream/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi pasien koma di rumah sakit./Foto Parentingupstream/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 25 Januari 2024 06:34

Pengalaman mimpi seseorang saat mengalami koma

Banyak orang melaporkan mimpi usai tersadar dari koma.
swipe

David Ozora, korban penganiayaan anak mantan pegawai Ditjen Pajak, Mario Dandi tahun lalu, sempat mengalami koma sekitar sebulan karena cedera kepala berat. Dalam podcast di kanal YouTube pemain basket dan aktor Denny Sumargo, Selasa (23/1), David sempat mengisahkan apa yang dialaminya selama koma di rumah sakit.

Ia berkata, bermimpi jalan-jalan ke Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Menara Kembar Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia. Bahkan, ia mengatakan, bertemu almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam mimpinya di Menara Kembar Petronas.

Koma, menurut Medical News Today, adalah kondisi tak sadarkan diri. Mirip tidur nyenyak, tetapi seseorang tak bisa bangun atau merespons lingkungannya secara normal. Seseorang tak bereaksi terhadap rangsangan eksternal, dan tak akan menunjukkan respons refeks yang normal.

“Tingkat kesadaran dan daya tanggap mereka akan bergantung pada seberapa besar fungsi otak,” tulis Medical News Today.

“Koma dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Tergantung pada penyebab dan kerusakan otak yang terjadi.”

Bermimpi kala mengalami koma sering kali dilaporkan. Situs Buzzfeed, mengumpulkan pengalaman beberapa orang yang pernah mengalami koma. Salah seorang di antaranya menceritakan pengalaman mimpi buruk dalam koma medis sekitar dua minggu.

“Saya mengalami mimpi buruk. Ada setan di sekeliling saya, menuduh saya melakukan hal-hal mengerikan dan mengatakan saya berutang jutaan dan harus menjadi pekerja seks untuk melunasinya,” ujar seseorang dengan nama samaran stormwatcher di situs tersebut.

“Orang-orang melakukan hal-hal yang mengerikan dan menyalahkan saya. Saya dikejar, saya mengalami sleep paralysis di mana seorang perempuan tua yang sangat menyeramkan berada di atas saya, mencoba merasuki saya.”

Dikutip dari Business Insider, seorang ahli bedah saraf mengaku mengalami keilahian saat dalam keadaan koma. Ia percaya surga itu nyata, dan menulis buku laris tentang surga berdasarkan mimpinya.

Bahkan, mimpi setelah koma bisa berlangsung berulang kali dan konsisten. Seperti yang dialami penulis 12 novel bestseller asal Amerika Serikat, Caroline Leavitt. Dalam Psychology Today ia bercerita, mengalami koma karena tindakan medis, sesaat setelah melahirkan putranya dan mengalami gangguan pembekuan darah. Usai sadar dari koma, ia mengalami mimpi berada di sebuah kota imajiner, berulang-ulang selama beberapa tahun. Ia lantas berbicara dengan terapisnya.

“Dia (terapis) mengatakan, mimpi itu dimulai dalam trauma koma,” ujar Leavitt.

Menurut BBC Science Focus, otak seseorang yang koma sering kali tak menunjukkan tanda-tanda siklus tidur dan terjaga yang normal, yang berarti kecil kemungkinan mereka mengalami mimpi. Namun, banyak orang yang telah pulih dari koma melaporkan mimpi. Ada pula yang bermimpi buruk berulang kali.

“Bermimpi atau tidaknya mungkin tergantung pada penyebab komanya,” tulis BBC Science Focus.

“Jika korteks visual rusak parah, mimpi visual akan hilang. Jika korteks pendengaran rusak, mereka tidak akan dapat mendengar suara-suara dalam mimpi.”

BBC Science Focus menulis, jika penyebabnya kerusakan pada area otak, seperti sistem pengaktifan retikuler, yang mengontrol siklus tidur-terjaga, mimpi normal tak dapat terjadi, tetapi keadaan seperti mimpi lainnya mungkin terjadi.

Menurut asisten profesor anestesiologi di Weill Cornell Medical College di New York, Alex Proekt kepada Business Insider, dalam keadaan koma tak ada bukti adanya fluktuasi siklus sirkadian atau perubahan aktivitas otak. Maka, katanya, sangat kecil kemungkinan ada orang yang mengingat sesuatu atau bahkan bermimpi saat koma. Meski begitu, jika seseorang yang koma terbangun, mereka mungkin akan memasuki kondisi mental yang memungkinkan mereka untuk bermimpi.

“Karena kita tidak tahu apa yang dilalui pikiran seseorang ketika mereka bangun dari koma, mereka mungkin masih tampak koma ketika mereka benar-benar bangun, dan pada titik tertentu mungkin menjadi sebagian sadar akan lingkungan sekitar mereka pada saat itu,” ujar Proekt.

Sementara itu, saat dokter membuat pasiennya mengalami koma yang diinduksi secara medis, mereka mencoba menciptakan kondisi mental yang bakal meminimalkan aktivitas otak, dan biasanya, kesadaran atau persepsi pasien terhadap dunia di sekitar mereka. Namun, otak seseorang dapat menghabiskan waktu dalam kondisi yang lebih aktif, ketika keluar dari keadaan koma, seperti saat orang berada di bawah pengaruh bius.

“Dalam beberapa kasus, orang yang menerima anestesi mungkin menghabiskan waktu secara bertahap yang memungkinkan terjadinya pengalaman yang mirip dengan mimpi,” kata Proekt.

“Dalam kasus yang lebih jarang, mereka mungkin tidak menyelam sejauh yang seharusnya, dan mungkin memiliki kenangan akan sesuatu yang terjadi di sekitar mereka.”

Proekt menjelaskan, otak bisa menafsirkan apa yang dialaminya dengan berbagai cara, dan orang sering kali berpegang pada penjelasan apa pun yang paling masuk akal atau paling nyaman bagi mereka. Lantaran baru saja mulai memahami jalur yang diikuti pikiran ketika beralih dari alam bawah sadar ke alam sadar, kita tak mengetahui secara pasti mengapa beberapa orang melaporkan diberi penglihatan, mimpi buruk, atau kenangan.

“Dalam banyak hal, ini mungkin merupakan konsekuensi dari upaya otak kita untuk memperjelas atau menyusun representasi dari dunia luar yang hampir tidak kita rasakan, tutur Proekt.

Kepada Live Science, profesor anestesiologi dan bedah saraf di University of Washington, Michael J. Souter megatakan, orang-orang yang mengalami mimpi buruk dan halusinasi, mungkin karena otak mereka mencoba memahami suara-suara di sekitarnya.

Ahli saraf dari University Hospitals Case Medical Center, Michael DeGeorgia, seperti dikutip dari ABC News mengatakan, seseorang dapat mengalami gangguan stres pasca-trauma karena dibiarkan dalam keadaan seperti mimpi selama sedasi. Ia menjelaskan, koma yang diinduksi medis berbeda dengan koma yang disebabkan cedera otak traumatik.

“Ketika Anda bermimpi, seluruh otak Anda tidak (tersinkronisasi). Saat Anda bangun dari (mimpi), ingatan hampir ada, tetapi tidak bisa begitu saja muncul,” ujar DeGeorgia.

“Ketika Anda masuk dan keluar dari sedasi, (otak Anda) tidak begitu sinkron dalam membentuk kenangan.”

DeGeorgia mengatakan, seseorang yang dihantam obat penenang akan mencoba mencari makna dari lingkungannya. Meski mereka mungkin terlihat tak sadar atau bingung.

"Kami sekarang tahu bahwa dengan tingkat yang bervariasi, pasien dapat menyadari apa yang Anda katakan," kata DeGeorgia.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan