Pentingnya keamanan data di balik viralnya Koin Jagat
Mulanya, Novana Lubis mengaku penasaran mencoba aplikasi Jagat karena tertarik dengan konsep metaverse—dunia virtual berbasis tiga dimensi yang dihuni avatar dari pengguna sungguhan.
Jagat, yang dikembangkan perusahaan rintisan Jagat Technology, awalnya merupakan aplikasi berbasis lokasi dengan fitur peta digital interaktif, yang memungkinkan penggunanya bisa berinteraksi secara real-time. Lantas pada Desember 2024, meluncurkan Koin Jagat.
“Pas tahu ada Koin Jagat, gue mikir, wah ini bisa jadi cara buat lebih melibatkan ekosistemnya,” ujar Novana kepada Alinea.id, Sabtu (18/1).
Koin Jagat menjadi viral karena melibatkan penggunanya untuk berburu koin-koin di area publik, seperti taman. Lokasinya sudah ditentukan, pemain tinggal mencari menggunakan peta digital di ponsel pintarnya.
Koin-koin terbagi menjadi tiga jenis, yakni emas, perak, dan perunggu. Jika beruntung mendapatkan koin itu, pemain bisa menukarkannya dengan uang yang nilainya ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Namun, koin-koin itu disembunyikan. Hal ini lantas menimbulkan masalah. Banyak fasilitas publik yang rusak karena aktivitas berburu koin itu.
Berdasarkan aduan masyarakat, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) akhirnya memanggil pihak pengembang Koin Jagat pada Rabu (15/1). Setelah pertemuan itu, dikutip dari Antara, co-founder Jagat, Barry Beagen mengatakan, pihaknya bakal mengubah format permainan dalam aplikasi itu menjadi Misi Jagat, yang mendorong pengguna berkontribusi positif bagi ruang publik dan fasilitas umum.
Barry juga berjanji akan membuat kanal resmi bagi pemerintah, pengelola, dan masyarakat untuk memonitor dan melaporkan bila masih ada kerusakan pada fasilitas publik yang disebabkan aktivitas berburu koin. Dia pun memastikan koin-koin yang ada di daerah rawan bakal segera dihapus dari aplikasi.
Namun, masih ada kekhawatiran soal privasi data. “Gue tuh kayak mikir, data gue aman enggak ya di sana? Apalagi ini kan platform digital, ya. Sudah pasti ada risiko data kita bocor atau disalahgunakan,” kata Novana.
Novana berusaha melindungi data pribadinya agar lebih aman, dengan membuat kata kunci yang kuat. Dia pun tidak sembarangan membagikan informasi pribadi di platform itu.
“Oh ya, gue juga suka update device biar enggak gampang kena malware,” ujar dia.
Sementara itu, pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) sekaligus pendiri Literos.org, Firman Kurniawan mengatakan, sebenarnya di platform seperti Jagat sudah ada disclaimer atau penafiannya. Sejauh apa pengguna mengizinkan datanya digunakan, tergantung dari persetujuan mereka.
“Namun, risiko tetap ada. Terutama jika ada pihak luar atau pengguna lain yang berniat buruk. Kita online terus ya, jadi potensi penyalahgunaan data itu ada,” ucap Firman, Jumat (17/1).
Firman menjelaskan, karena platform ini berbasis peta, pengguna lain bisa mengetahui lokasi kita secara real-time. Semisal, saat berburu koin atau menuju suatu lokasi, ada kemungkinan orang lain yang kita kenal atau bahkan tidak dikenal, tetapi diterima sebagai teman, dapat mengikuti perjalanan kita.
“Kalau ada yang punya niat jahat, ini bisa jadi berbahaya,” tutur dia.
Dia menuturkan, sebenarnya sudah ada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan data. Beleid itu pun mengatur lembaga yang mengelola data pribadi.
“Namun, lembaga-lembaga yang bertugas untuk mengaudit atau menegakkan aturan ini masih belum terbentuk sepenuhnya,” kata Firman.
“Jadi, meskipun secara hukum ada perlindungan, implementasinya masih belum maksimal.”
Firman mengingatkan, secara teknologi, keamanan data memang semakin kuat. Namun, pelaku kejahatan lebih sering menggunakan metode rekayasa sosial., seperti menipu atau memanipulasi pengguna untuk memberikan data pribadi mereka.
“Misalnya, dengan memanfaatkan tantangan di media sosial, seperti meminta pengguna mem-posting tanda tangan atau foto dari masa lalu. Data ini bisa diolah oleh pelaku untuk keperluan jahat,” ucap Firman.
Terlepas dari itu, menurut Firman, langkah yang bisa dilakukan pengguna untuk melindungi data mereka saat menggunakan aplikasi Jagat, mereka harus sadar kalau data aktivitas mereka adalah data pribadi. Data tersebut bisa diakses oleh platform maupun pengguna lain.
“Jadi, mereka harus berhati-hati, terutama saat menerima permintaan pertemanan. Jangan asal menerima orang, hanya karena sama-sama bermain atau berburu koin,” ucap Firman.
“Selain itu, pastikan GPS (global positioning system) atau lokasi aktif hanya ketika benar-benar diperlukan.”
Dia membeberkan beberapa hal yang harus diwaspadai, tanda data sudah disalahgunakan, antara lain tiba-tiba dihubungi orang tidak dikenal, ada transaksi mencurigakan, atau informasi pribadi seperti alamat dan nomor telepon bocor ke publik.
“Ini indikasi kalau data mereka mungkin sudah dicuri,” kata Firman.
Risiko bila data dicuri, menurut Firman, bisa besar. Contohnya, pengguna dapat tiba-tiba terdaftar di pinjaman online tanpa sadar atau identitas digunakan untuk kejahatan lain. Terlebih lagi, dengan kecanggihan teknologi, seperti artificial intelligence, kata Firman, data kita bisa diolah untuk membuat “diri baru” yang mirip dengan kita.
“Jadi, potensi penyalagunaan ini sangat luas dan tidak boleh diremehkan,” ujar Firman.
Menurut Firman, literasi digital harus dimulai dengan pemahaman kalau data pribadi sangat berharga. “Jangan sembarangan mem-posting informasi pribadi, seperti kebiasaan sehari-hari, lokasi rumah, atau perjalanan kita,” tutur Firman.
“Data seperti ini bisa dimanfaatkan oleh pihak yang berniat buruk.”