close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi daycare./Foto RosZie/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi daycare./Foto RosZie/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 15 Agustus 2024 16:04

Pentingnya regulasi khusus tentang tata kelola daycare

Riset KPAI pada 2019 menemukan, sebanyak 44% daycare tidak memiliki izin.
swipe

Kasus penganiayaan balita dan bayi di daycare Wensen School di Depok, Jawa Barat yang menyeret pemiliknya, Meita Irianty, sebagai tersangka awal Agustus lalu, seolah membuka tabir gelap soal jasa tempat penitipan anak ini. Baru-baru ini pun kasus penganiayaan serupa terjadi di daycare di Kota Pekanbaru, Riau.

Pada 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan riset terhadap daycare, yang kala itu disebut taman penitipan anak (TPA) dan taman anak sejahtera (TAS). Penelitian itu dilakukan di 20 kabupaten/kota pada sembilan provinsi di Indonesia, yakni Aceh, Bali, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Yogyakarta.

Hasil penelitian itu, KPAI menemukan, sebanyak 44% daycare tidak memiliki izin atau pun legalitas. Sebanyak 30,7% punya izin operasional, 12% hanya punya tanda daftar, dan 13,3% punya badan hukum.

Komisioner KPAI Dyah Pispitarini memberikan gambaran perbandingan jasa penitipan anak yang timpang antara yang legal dan ilegal pada 2019 di Depok. Dia menyebut, saat itu di Depok ada 110 tempat penitipan anak, tetapi hanya 12 yang legal. Dari data itu terungkap, bila penyedia jasa tempat penitipan anak masih bingung mengurus izin usaha.

“Sekarang, bisa jadi justru kemungkinan (jumlahnya) jauh lebih besar,” tutur Dyah kepada Alinea.id beberapa waktu lalu.

Berkaca dari kasus daycare Wensen School di Depok, Dyah menyebut, wilayah yang dekat dengan Jakarta saja masih banyak tempat penitipan anak yang ilegal. “Apalagi yang jauh dari Jakarta. Pasti rentan sekali,” tutur Dyah.

Dyah menilai, pasca-Covid-19 mereda, secara berangsur-angsur tempat penitipan anak buka kembali. Bahkan, semakin berorientasi pada bisnis.

“Semakin banyak daycare yang muncul hari ini, mereka juga mungkin mengalami kebingungan. Ini (perizinan) mau dibawa Kemendikbud Ristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), atau Kemensos (Kementerian Sosial), atau ramah anak KPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak),” ucap Dyah.

Dyah mengatakan, baru akan mengadakan pertemuan dengan Kemendikbud Ristek, Kemensos, dan Kemen PPPA untuk mendalami standar operasional prosedur (SOP) masing-masing. Menurut Dyah, sebaiknya cukup satu instansi yang menaungi daycare, yakni Kemendikbud Ristek agar bisa dirancang sebagai lembaga pendidikan.

“Karena kalau enggak ada izin, itu bisa berbahaya. Karena nanti bisa mengesampingkan kalau pengasuh itu harus memiliki kualifikasi khusus, rasio, sarpras (sarana-prasarana), dan sebagainya,” kata Dyah.

Menurut Dyah, sebenarnya sudah ada aturan pencegahan kekerasan di satuan pendidikan, yakni Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nmor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun, sayangnya tidak terlalu berlaku di tempat penitipan anak.

“Padahal daycare itu termasuk pendidikan non-formal. Nah, karena daycare menjadi tempat penitipan anak, harusnya ada regulasi secara khusus,” ucap Dyah.

Dyah mendesak agar ada aturan khusus setaraf peraturan menteri untuk mengatur tata kelola jasa tempat penitipan anak, mulai dari izin, kurikulum, sarana-prasarana penunjang, kapasitas, dan kemampuan yang perlu dimiliki pelaku jasa daycare.

“(Kemudian) soal SOP pendirian (daycare) ini, yang mungkin untuk menyelesaikan ego sektoral kementerian yang satu dengan yang lain,” ujar Dyah.

Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah sepakat jika harus ada regulasi khusus selevel peraturan menteri untuk mendorong tempat penitipan anak legal.

“Karena biasanya, yang sudah ada payung hukumnya saja bermasalah di lapangan. Apalagi yang belum diatur,” ucap Jejen, Selasa (13/8).

Jejen menilai, Kemendikbud Ristek dan Kemen PPPA yang mesti memayungi lembaga jasa daycare. Sebab, sudah banyak daycare di berbagai daerah. “Sayangnya, masih banyak yang ilegal,” kata dia.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan