Penyebab gangguan kesuburan pada istri
Gangguan kesuburan atau infertilitas merupakan ketidakmampuan untuk hamil setelah melakukan hubungan seksual yang benar selama 12 bulan tanpa memakai alat kontrasepsi. Perempuan usia 35 tahun ke atas yang tidak dapat hamil setelah 6 bulan berhubungan tanpa kontrasepsi umumnya dianggap tidak subur.
Menurut dr Beeleonie BMedSc SpOG(K), suami, istri, atau keduanya dapat menyebabkan gangguan kesuburan. “Yang termasuk dalam faktor istri adalah gangguan pematangan sel telur, sumbatan saluran telur atau gangguan pada rahim dan indung telur. Sedangkan yang termasuk dalam faktor pria adalah masalah sperma,” ujar Beeleonie dalam konferensi pers bertajuk Penanganan Gangguan Kesuburan di Indonesia beberapa waktu lalu.
Di samping itu, Beeleonie menyatakan, berbagai penyebab infertilitas di kalangan pekerja sama dengan yang lainnya. Hanya pada kalangan perempuan pekerja, karier dan pendidikan sering diutamakan, sehingga baru merencanakan kehamilan saat usia yang lebih tua.
“Pada kalangan perempuan karir seperti ini, rentan terjadinya gangguan fertilitas yang berkaitan dengan berkurangnya jumlah dan kualitas sel telur yang dimiliki. Inilah yang dikenal dengan konsep cadangan ovarium, yang erat kaitannya dengan usia biologis,” jelas Beeleonie.
Usia biologis merupakan refleksi dari kuantitas dan kualitas sel telur seorang perempuan yang erat kaitannya dengan fekunditas, yaitu kemampuan reproduksi seorang perempuan untuk memperoleh kehamilan. Sedangkan usia kronologis (usia yang tercatat di Kartu Tanda Penduduk alias KTP), merupakan usia yang dihitung berdasarkan tanggal lahir seseorang.
Di samping penuaan reproduksi yang alamiah, usia biologis dan kronologis tidak selalu sama. Sering didapatkan usia biologis lebih cepat menua dibandingkan usia kronologis seseorang. Penurunan ini dipengaruhi berbagai hal, misalnya genetik, adanya penyakit tertentu, riwayat radiasi dan kemoterapi, paparan zat kimia, gaya hidup, dan lain-lain.
Sementara itu, dr Yassin Yanuar Mohammad SpOG(K) MSc menambahkan, seorang perempuan pasti mengalami penurunan jumlah dan kualitas sel telur, dan pada saat usia 35 tahun. Pada pasangan yang merencanakan menunda kehamilan, perlu memperhitungkan aspek ini.
Tidak bisa diprediksi secara akurat kapan usia biologis seseorang sudah menua melebihi usia kronologisnya. Maka itu, Yasin menyarankan, penundaan kehamilan harus ditempatkan dalam kerangka perencanaan keluarga, khususnya perencanaan reproduksi keluarga, dengan didampingi oleh spesialis obstetri dan ginekologi.
Program bayi tabung merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kehamilan pada pasangan yang mengalami gangguan kesuburan dengan cara mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia.
Berdasarkan penjelasan dr Yassin Yanuar Mohammad SpOG(K) MSc setelah terjadi pembuahan, 2-3 embrio akan ditanam kembali ke rahim si calon ibu. Hal ini membedakannya dengan konsep inseminasi yang proses pertemuan antara sperma dan sel telur tetap terjadi di dalam tubuh manusia.
Tentang bayi tabung pintar, dr Yassin, mengatakan smart IVF, tidak sederhana (not simple) prosesnya karena sama dengan proses program bayi tabung lainnya yang melewati 8 tahapan, yaitu pemeriksaan USG, hormon, saluran telur dan sperma, penyuntikan obat untuk membesarkan sel telur, penyuntikan obat penekan hormon, pengambilan sel telur, pembuahan, pengembangan embrio, penanaman embrio serta tahap menunggu hasil.
"Namun dengan konsep ini, biaya yang diperlukan lebih terjangkau dan dengan demikian kami berharap banyak pasutri yang menginginkan keturunan melalui program bayi tabung dapat terbantu,” ujar dia.
Dengan adanya laboratorium yang canggih dengan peralatan teknologi tinggi pada program bayi tabung pintar ini, maka memungkinkan dilakukannya prosedur pencarian sel telur, mempertemukan sel telur dengan sel sperma, penetasan sel telur, kultur embrio, sampai pembekuan embrio dan
pencairan embrio.
Namun demikian, penting untuk diingat, hal yang harus diperhatikan demi suksesnya program bayi tabung pintar adalah kondisi fisik dan psikologis istri, suami, infrastruktur fisik, peralatan medis, staf yang kompeten, teknik prosedur yang baik dan kolaborasi pelayanan dengan pendekatan tim.
Prof Dr dr Budi Wiweko SpOG(K) MPH, dalam presentasinya mengenai tantangan dan masa depan penanganan gangguan kesuburan di Indonesia mengatakan, beberapa kemajuan yang telah dilakukan dalam penanganan masalah gangguan kesuburan, antara lain adanya tarif atau harga pelayanan kompetitif sebagai hasil pengelolaan pelayanan secara efektif.
Di samping itu, kerja sama dengan pihak luar seperti produsen farmasi dan alat kesehatan juga dapat lebih banyak menurunkan biaya pelayanan. Saat ini juga telah dilakukan pembangunan infrastruktur fisik dan pengadaan peralatan yang modern. Peralatan medis yang dibutuhkan dalam tindakan pelayanan bayi tabung tidak dapat dikatakan murah. Namun hal tersebut dapat dicarikan solusinya, yaitu dengan menjalin kerja sama dengan institusi lain yang memiliki kesamaan visi.
Keterjangkauan akses juga merupakan sebuah tantangan besar sekaligus kesempatan yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan layanan bayi tabung. Melalui sinergi dengan pusat pelayanan kesehatan yang telah ada di Indonesia akan mempercepat peningkatan keterjangkauan akses secara fisik.
Keterbatasan akses yang lain untuk pasien mendapatkan pelayanan fertilitas adalah dari segi pendanaan. Dengan memanfaatkan kemajuan industri perbankan yang ada saat ini, pembiayaan pelayanan dapat dikelola agar memudahkan pasien, sebagai contoh di Jepang. Selain budaya masyarakatnya yang sangat peduli tentang kesehatan reproduksi, pelayanan tersebut pun telah dijamin oleh jaminan kesehatan. "Hal ini akan membuka akses yang sangat luas terhadap masyarakat mendapat pelayanan bayi tabung,” jelasnya.
Untuk mendirikan sebuah Pusat Fertilitas, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh rumah sakit atau klinik. Selain harus memiliki teknologi dan fasilitas yang lengkap, pusat fertilitas diwajibkan untuk memiliki tim medis yang berkompeten di bidangnya, seperti dokter umum, gynecologist, perawat, embryologist, dan counselor.
Dalam era kedokteran presisi di bidang reproduksi, riset selalu diperlukan untuk terus berinovasi sehingga pelayanan fertilitas dapat semakin meningkat. Pelayanan bayi tabung sangat bergantung pada orang-orang yang bekerja di belakangnya, dalam hal ini dokter dan embriologis. "Indonesia harus berbangga, karena saat ini telah memiliki pakar-pakar di kedua bidang tersebut. Sehingga pelayanan berkualitas dan berbasis bukti ilmiah pasti dapat kita wujudkan disini,” tutupnya.