close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi perkebunan sawit./Foto Antara.
icon caption
Ilustrasi perkebunan sawit./Foto Antara.
Sosial dan Gaya Hidup - Kriminal
Minggu, 03 November 2024 06:08

Perkebunan sawit jadi sasaran baru peredaran narkotika

Ada beberapa faktor mengapa pekerja perkebunan sawit terjerat narkotika.
swipe

PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III dan Badan Narkotika Nasional (BNN) meneken nota kesepahaman terkait pencegahan dan pemberantasn peredaran narkotika pada Senin (28/1). Dikutip dari stius web Perkebunan Nusantara, langkah kerja sama ini bertujuan meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan ketahanan pegawai terhadap bahaya narkotika.

Direktur Holding PTPN III Mohammad Abdul Ghani, dalam sambutannya mengatakan, sekarang penyalahguna narkoba di kalangan pekerja sawit cenderung meningkat. Bahkan, pada tahap yang mengkhawatirkan.

“Kalau dulu dari tiga tandan (sawit), satunya ditukar dengan sabu, sekarang tiga-tiganya ditukar dengan sabu,” ujar Ghani.

Beberapa tahun belakangan, pekerja sawit rentan terpapar narkotika. Misalnya, pada Oktober 2019, sejumlah pekerja perkebunan sawit di Riau ditangkap lantaran menggunakan narkotika jenis sabu-sabu.

Pada November 2022, Satresnarkoba Polres Pasangkayu Provinsi Sulawesi Barat menangkap seorang pekerja kelapa sawit karena membawa narkoba jenis sabu-sabu.

Kemudian, November 2022 pula, Kepala BNN Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat mengungkap, sebanyak 70% pekerja dan karyawan perkebunan sawit terindikasi sebagai korban penyalahgunaan peredaran narkotika.

Lalu, pada Agustus 2024 di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, polisi meringkus seorang karyawan perkebunan sawit yang membawa narkotika jenis sabu-sabut.

Menurut kriminolog dari Universitas Diponegoro (Undip) Budi Wicaksono, fenomena pekerja sawit yang rentan menjadi pecandu narkoba karena memang didorong prakondisi yang melatar belakanginya. Contohnya, ingin mencari sensasi di tengah penat bekerja di perkebunan sawit yang keras. Bisa jadi pula, sejak lama secara sosiologis pekerja perkebunan sawit sudah mengenal barang haram tersebut.

“Mereka kurang hiburan, kurang bermasyarakat, serta miskin fasilitas. Corak kehidupannya pun monoton dan dalam kesepian,” ujar Budi kepada Alinea.id, Kamis (31/10).

“Indonesia, khususnya Polri, bisa dianggap gagal dalam memberantas narkoba. Bahkan, dewasa ini ditengarai semakin merebak.”

Budi menilai, lokasi perkebunan sawit milik PTPN III yang sebagian besar berada di Sumatera Utara, sangat dekat dengan pintu gerbang masuknya narkoba. Biaya transportasi lebih murah dan tidak harus melewati banyak pos petugas kepolisian.

“(Lokasi perkebunan sawit) lainnya tidak semengkhawatirkan seperti di PTPN III karena terletak relatih jauh dari pintu gerbang tadi,” kata dia.

“Secara sosiologis dan antropologis, para pekerja di PTPN III sudah lebih familier dalam penggunaan narkoba, jika dibandingkan dengan para pekerja di daerah perkebunan lainnya.”

Sementara itu, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi mengatakan, kerja sama yang dilakukan PTPN III dan BNN terkait penyalahgunaan narkoba yang meluas di kalangan pekerja sawit merupakan tanda para pekerja itu telah menjadi pasar baru bisnis haram narkotika.

Josias menilai, perkebunan yang luas dan permintaan yang terus meningkat, memudahkan transaksi peredaran narkoba. Permintaan yang terus meningkat dari kalangan pekerja sawit, membuat peredaran narkoba semakin mengkhawatirkan.

“Permintaan meningkat bisa disebabkan berbagai hal eksternal (jaringan pemasok) dan internal (kebiasaan atau eksistensi). Kerentanan ini membuat concern PTPN terkait produktivitas pekerjanya yang makin menurun, sehingga perlu ada kontrol dan pencegahan bersama BNN,” ujar Josias, Kamis (31/10).

Josias berpandangan, sangat mungkin perusahaan sawit lainnya juga sudah masif peredaran narkoba. Mengingat lokasi yang luas dan adanya permintaan dari pekerja.

“Secara umum, wilayah kerja PTPN sama, sehingga tak bisa dimungkiri bila ada indikasi yang sama dengan PTPN III,” tutur Josias.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Saputra Hasibuan menegaskan, belakangan terakhir narkoba memang jauh lebih masif beredar di perdesaan, termasuk perkebunan. Oleh karena itu, dia menyarankan Kapolri Listyo Sigit Prabowo memerintahkan para kapolda yang di wilayahnya terdapat perkebunan untuk meningkatkan patroli dan kewaspadaan peredaran narkotika.

“Daerah desa kini menjadi sasaran baru pengedar narkoba,” ujar Edi, Kamis (31/10). “Bukan lagi terfokus kota, tapi perdesaan.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan