Wahana penjelajah Mars seukuran mobil Curiosity milik National Aeronautics and Space Administration (NASA) atau Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat, menemukan senyawa organik terbesar yang pernah terlihat di Mars. Hal ini menimbulkan spekulasi soal kehidupan yang ada di planet merah tersebut miliaran tahun silam.
Laporan temuan tersebut dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) (Maret, 2025) bertajuk “Long-chain alkanes preserved in a Martian mudstone”.
Senyawa itu terdeteksi dalam sampel batuan berusia 3,7 miliar tahun yang dikumpulkan di Teluk Yellowknife, dasar danau Mars purba yang menyimpan semua bahan yang diperlukan untuk kehidupan di masa lalu planet itu.
Dikutip dari situs Jet Propulsion Laboratory (JPL) California Institute of Technology, para ilmuwan meneliti sampel batuan tersebut di dalam laboratorium mini Sample Analysis at Mars (SAM) mili Curiosity.
“Fakta bahwa molekul linear yang rapuh masiha da di permukaan Mars 3,7 miliar tahun setelah pembentukannya memungkinkan kita membuat pernyataan baru, jika kehidupan pernah muncul di Mars miliaran tahun yang lalu. Pada saat kehidupan muncul di Bumi, jejak kimiawi kehidupan purba ini mungkin masih ada sekarang dan terdeteksi,” ujar ahli kimia analitis dari French National Centre for Scientific Research (CNRS) Caroline Freissinet, yang memimpin penelitian, kepada Science Alert.
Dilansir dari The Guardian, penjelajah Curiosity telah menjelajah lebih dari 20 mil atau 32 kilometer melintasi kawah Gale sejak mendarat di Mars pada 2012. Enam tahun dalam misi tersebut, Curiosity mendeteksi jejak organik di batu lumpur purba, tetapi semuanya merupakan molekul rantai karbon yang relatif pendek.
Untuk penelitian terbaru, Freissinet dan rekan-rekannya mengembangkan prosedur anyar guna menguji lebih banyak sampel yang dibor dari batu lumpur. Kali ini, Curiosity mendeteksi bahan organik yang jauh lebih besar, yaitu dekana, undekana, dan dodekana.
Dalam penelitian di Bumi, sampel batuan Mars yang dikenal sebagai Cumberland itu menunjukkan ada kandungan asam karboksilat atau asam lemak, yang diubah menjadi alkana dalam proses pemanasan. Para peneliti menggunakan prosedur eksperimental yang melibatkan penambah kimia untuk menganalisis sampel mineral yang diambil dari lubang yang dibor di Cumberland.
Situs JPL California Institute of Technology menulis, senyawa dekana, undekana, dan dokana masing-masing terdiri dari 10, 11, dan 12 karbon—yang lebih dikenal sebagai alkana atau hidrokarbon—diduga merupakan fragmen asam lemak yang terawetkan dalam sampel batuan. Asam lemak adalah salah satu molekul organik yang di Bumi merupakan bahan penyusun kimia kehidupan.
Makhluk hidup menghasilkan asam lemak untuk membantu pembentukan membran sel dan menjalankan berbagai fungsi lainnya. Namun, asam lemak juga dapat dibuat tanpa kehidupan, lewat reaksi kimia yang dipicu berbagai proses geologi, termasuk interaksi air dengan mineral di ventilasi hidrotermal.
“Meskipun proses abiotik dapat membentuk asam-asam ini, mereka dianggap sebagai produk universal biokimia, baik di Bumi maupun mungkin di Mars,” tulis para peneliti, dikutip dari Science Alert.
Menurut The Guardian, saat organisme di Bumi menghasilkan asam lemak, senyawa tersebut cenderung memiliki jumlah atom karbon genap lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ganjil. Hal ini terjadi karena beberapa enzim membentuk asam lemak dengan menambahkan dua atom karbon sekaligus. Para ilmuwan melihat petunjuk serupa dalam senyawa organik di Mars.
Setidaknya, temuan ini menunjukkan, tanda-tanda organik kehidupan dapat terawetkan dalam batuan Mars selama miliaran tahun, sehingga memperkuat harapan jika kehidupan pernah muncul di planet tersebut, sisa-sisanya mungkin masih bisa ditemukan.
Profesor geologi dan geokimia di California Institute of Technology, John Eiler mengatakan, menganalisis isotop karbon dan hidrogen yang berbeda dalam senyawa organik tersebut dapat mengungkap asal-usulnya. Namun, pengujian ini memerlukan peralatan yang hanya tersedia di beberapa laboratorium di Bumi.
“Saat ini, tidak ada jalur yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran seperti itu dengan instrumen di Mars,” kata Eiler kepada The Guardian.
“Temuan yang dilaporkan dalam penelitian ini adalah peluang terbaik yang kita miliki sejauh ini untuk mengidentifikasi sisa-sisa kehidupan di Mars. Namun, untuk memastikan secara mutlak, kita membutuhkan pengembalian sampel tersebut ke Bumi.”