close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Deretan catatan dan arsip perjalanan hidup Pramoedya Ananta Toer tampak dalam dinding ruang pamer di lantai kelima RBoJ Coffee, Jalan Warung Buncit Indah, Pancoran, Jakarta Selatan.Alinea/Robertus Rony
icon caption
Deretan catatan dan arsip perjalanan hidup Pramoedya Ananta Toer tampak dalam dinding ruang pamer di lantai kelima RBoJ Coffee, Jalan Warung Buncit Indah, Pancoran, Jakarta Selatan.Alinea/Robertus Rony
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 09 Agustus 2019 11:09

Pramoedya Ananta Toer novelis sekaligus pengarsip

Pram adalah seorang pengarsip nasional yang mengetahui perihal kabupaten dan desa dari Sabang sampai Merauke.
swipe

Saat menjejakkan kaki di ruang pameran lantai kelima kafe Ray's Bottle of Joe (RBoJ) Coffee, Jalan Warung Buncit Raya, Pancoran, Jakarta Selatan, pengunjung akan dapat mendengar suara seorang lelaki dengan intonasi tegas.

“Pram adalah Pram. Lain tidak!” 

Begitu bunyi yang terdengar dari bilik kecil seukuran 3 x 2 meter yang memutar video dokumentasi wawancara bersama Pramoedya Ananta Toer. Arsip video berdurasi 29 menit itu berisi kisah pribadi Pram tentang perjalanan hidupnya, khususnya pengalaman yang membentuk dirinya menjadi penulis.

Sastrawan yang telah wafat pada 30 April 2006 ini tercatat sebagai satu dari sedikit sastrawan produktif Indonesia. Ratusan karya tulisnya tersebar dalam beragam media cetak, sekitar 50 judul buku telah dia hasilkan dengan sebagian di antaranya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Mesin ketik kesayangan Pramoedya Ananta Toer ini hampir selalu dia gunakan di setiap kesempatan menulis di atas meja kerjanya.Alinea/Robertus

Dalam pameran ini, kita dapat melihat kronologis perjalanan hidup Pram yang disajikan pada dua sisi dinding ruang pameran. Di situ terangkum tanggal penting dan catatan hidup Pramoedya semenjak lahir hingga meninggal, beserta puluhan karya yang dibuat semasa hidupnya.

Selain Tetralogi Pulau Buru yang terdiri atas Bumi Manusia, Jejak Langkah, Rumah Kaca, dan Anak Semua Bangsa, dipajang pula beberapa eksemplar karya Pramoedya yang lain. Sebagian di antaranya kental bermuatan sejarah Nusantara, seperti Gadis Pantai, Arus Balik, dan Perburuan.

Engel Tanzil selaku kurator eksibisi ini mengatakan, dia melakukan pemilahan karya-karya buku dan arsip pribadi milik keluarga mendiang Pramoedya. 

Atas izin Astuti Ananta Toer, putri mendiang Pram, sebagian barang koleksi ditampilkan dengan tujuan untuk meringkas jejak perjalanan hidup Pram dalam dunia penulisan. Pameran yang berlangsung pada 4 Agustus hingga 4 September 2019 ini gratis dan terbuka untuk umum.

Sebelumnya, pada September tahun lalu, pameran serupa juga digelar tetapi dengan tema lebih luas mengenai sosok utuh Pramoedya. 

Kali ini, disponsori rumah produksi Falcon Pictures, pameran juga dimaksudkan menyambut peluncuran dua film produksi Falcon Pictures yang diangkat dari dua novel Pramoedya, yaitu Bumi Manusia dan Perburuan. Keduanya akan tayang serentak di bioskop pada 15 Agustus mendatang.

Menurut Engel, mengenal dan membaca karya-karya Pram sama halnya dengan mengenal sejarah bangsa. Hal ini tak terlepas dari produktivitas Pramoedya sebagai sastrawan multitalenta. 

Selain mengarang, Pramoedya juga bekerja sebagai editor dan penerjemah. Dalam menjalankan profesi itu, kata Engel, Pram juga bergelut dengan referensi yang menampilkan catatan sejarah.

“Mengenal Pram adalah juga belajar sejarah. Dia juga seorang pengarsip nasional. Semua perihal kabupaten dan desa dari Sabang sampai Merauke dia ketahui,” ujar Engel.

Di satu sudut ruang pamer terdapat mesin ketik kesayangan Pramoedya. Ada pula arsip surat perjanjian bertarikh tahun 1980. Sebagaimana dijelaskan Engel yang juga meneliti karya-karya Pram, surat tersebut berisi kesepakatan Pram dengan PT Bola Dunia Film untuk produksi kisah novel Bumi Manusia menjadi karya film.

“Saya jadi terbayang, perjalanan Bumi Manusia menjadi film ternyata perlu waktu 39 tahun—terlepas dari siapa yang kemudian memproduksi dan menyutradarainya,” ujar Engel.

Dia mengungkapkan, meskipun Pram sudah mengizinkan PT Bola Dunia Film untuk memfilmkan novelnya, produksi film terkendala izin dari pemerintah. Hal ini, kata Engel, terpengaruh aturan pemerintah yang melarang peredaran novel Bumi Manusia yang diterbitkan oleh PT Hasta Mitra pada 1980.

Saat menjejakkan kaki di ruang pameran lantai kelima kafe Ray's Bottle of Joe (RBoJ) Coffee, Jalan Warung Buncit Raya, Pancoran, Jakarta Selatan, pengunjung akan dapat mendengar suara seorang lelaki dengan intonasi tegas.

“Pram adalah Pram. Lain tidak!” 

Begitu bunyi yang terdengar dari bilik kecil seukuran 3 x 2 meter yang memutar video dokumentasi wawancara bersama Pramoedya Ananta Toer. Arsip video berdurasi 29 menit itu berisi kisah pribadi Pram tentang perjalanan hidupnya, khususnya pengalaman yang membentuk dirinya menjadi penulis.

Sastrawan yang telah wafat pada 30 April 2006 ini tercatat sebagai satu dari sedikit sastrawan produktif Indonesia. Ratusan karya tulisnya tersebar dalam beragam media cetak, sekitar 50 judul buku telah dia hasilkan dengan sebagian di antaranya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Mesin ketik kesayangan Pramoedya Ananta Toer ini hampir selalu dia gunakan di setiap kesempatan menulis di atas meja kerjanya.Alinea/Robertus

Dalam pameran ini, kita dapat melihat kronologis perjalanan hidup Pram yang disajikan pada dua sisi dinding ruang pameran. Di situ terangkum tanggal penting dan catatan hidup Pramoedya semenjak lahir hingga meninggal, beserta puluhan karya yang dibuat semasa hidupnya.

Selain Tetralogi Pulau Buru yang terdiri atas Bumi Manusia, Jejak Langkah, Rumah Kaca, dan Anak Semua Bangsa, dipajang pula beberapa eksemplar karya Pramoedya yang lain. Sebagian di antaranya kental bermuatan sejarah Nusantara, seperti Gadis Pantai, Arus Balik, dan Perburuan.

Engel Tanzil selaku kurator eksibisi ini mengatakan, dia melakukan pemilahan karya-karya buku dan arsip pribadi milik keluarga mendiang Pramoedya. 

Atas izin Astuti Ananta Toer, putri mendiang Pram, sebagian barang koleksi ditampilkan dengan tujuan untuk meringkas jejak perjalanan hidup Pram dalam dunia penulisan. Pameran yang berlangsung pada 4 Agustus hingga 4 September 2019 ini gratis dan terbuka untuk umum.

Sebelumnya, pada September tahun lalu, pameran serupa juga digelar tetapi dengan tema lebih luas mengenai sosok utuh Pramoedya. 

Kali ini, disponsori rumah produksi Falcon Pictures, pameran juga dimaksudkan menyambut peluncuran dua film produksi Falcon Pictures yang diangkat dari dua novel Pramoedya, yaitu Bumi Manusia dan Perburuan. Keduanya akan tayang serentak di bioskop pada 15 Agustus mendatang.

Menurut Engel, mengenal dan membaca karya-karya Pram sama halnya dengan mengenal sejarah bangsa. Hal ini tak terlepas dari produktivitas Pramoedya sebagai sastrawan multitalenta. 

Selain mengarang, Pramoedya juga bekerja sebagai editor dan penerjemah. Dalam menjalankan profesi itu, kata Engel, Pram juga bergelut dengan referensi yang menampilkan catatan sejarah.

“Mengenal Pram adalah juga belajar sejarah. Dia juga seorang pengarsip nasional. Semua perihal kabupaten dan desa dari Sabang sampai Merauke dia ketahui,” ujar Engel.

Di satu sudut ruang pamer terdapat mesin ketik kesayangan Pramoedya. Ada pula arsip surat perjanjian bertarikh tahun 1980. Sebagaimana dijelaskan Engel yang juga meneliti karya-karya Pram, surat tersebut berisi kesepakatan Pram dengan PT Bola Dunia Film untuk produksi kisah novel Bumi Manusia menjadi karya film.

“Saya jadi terbayang, perjalanan Bumi Manusia menjadi film ternyata perlu waktu 39 tahun—terlepas dari siapa yang kemudian memproduksi dan menyutradarainya,” ujar Engel.

Dia mengungkapkan, meskipun Pram sudah mengizinkan PT Bola Dunia Film untuk memfilmkan novelnya, produksi film terkendala izin dari pemerintah. Hal ini, kata Engel, terpengaruh aturan pemerintah yang melarang peredaran novel Bumi Manusia yang diterbitkan oleh PT Hasta Mitra pada 1980.

Alih wahana novel ke film

Bila Bumi Manusia berkisah tentang kehidupan masyarakat Nusantara di masa penjajahan Belanda, Perburuan mengambil latar sejarah di zaman pendudukan Jepang dalam separuh masa Perang Dunia II. Hanung Bramantyo terpilih untuk menyutradarai Bumi Manusia.

Sementara itu, kekayaan sejarah dalam novel-novel Pramoedya membuat sutradara Richard Oh sangat tertarik untuk mengangkatnya ke dalam medium film. Richard mengatakan, dengan latar masa kolonialisme yang berbeda antara kisah di Bumi Manusia dan Perburuan, kedua film ini dapat menginspirasi penonton akan nilai kemanusiaan dan patriotisme.

Dengan mengadaptasi kisah dalam novel Perburuan, Richard mengungkapkan garis besar cerita film ini akan mengisahkan pengkhianatan yang dialami tokoh-tokohnya dalam latar pemberontakan PETA di Madiun pada 1952. Menurut Richard, gagasan pokok film ini memiliki relevansi dengan situasi bangsa kekinian, salah satunya melalui tokoh Ningsih yang ditempatkan sebagai simbol Ibu Pertiwi.

“Ketika manusia itu berdikari dan mandiri, dia tak akan bisa digoyahkan oleh siapapun,” ujarnya menjelaskan pesan film.

Buku-buku karangan Pramoedya Ananta Toer dalam versi terjemahan beberapa bahasa, antara lain bahasa Inggris, Rusia, dan Jerman.Alinea/Robertus Rony

 

Enam Kutipan Terkenal Pramoedya 

1.       “Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”

2.      “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

3.      “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”

4.      “A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself.”

5.      “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”

6.      “Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai.”

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan