close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi BPJS Kesehatan./Foto Antara
icon caption
Ilustrasi BPJS Kesehatan./Foto Antara
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Selasa, 07 Januari 2025 12:02

Problem kala pasien BPJS Kesehatan ditolak berobat

Apa sebenarnya yang terjadi di balik banyaknya pasien BPJS Kesehatan ditolak rumah sakit swasta?
swipe

Saifullah—bukan nama sebenarnya—begitu geram setelah pulang dari sebuah rumah sakit swasta di daerah Kalideres, Jakarta Barat. Sebab, pria berusia 42 tahun itu mengaku, sebagai pasien BPJS Kesehatan, dia tidak bisa mengakses layanan berobat. Padahal, dia sudah mengantongi rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.

“Tapi pihak rumah sakit bilang, kondisi saya baik-baik saja. Padahal sudah drop, demam, dan mandi keringat,” ujar Saifullah kepada Alinea.id, Minggu (5/1).

“(Saya) tidak mendapat kamar dan enggak bisa berobat.”

Merasa tidak mendapat layanan, Saifullah mencari rumah sakit swasta lainnya untuk mendapat penanganan secara mandiri di daerah Cengkareng, Jakarta Barat. Tak seperti sebelumnya, dia langsung mendapat penanganan.

“Saya didiagnosa ada pneumonia dan dikasih obat. Sekarang jauh lebih baik,” kata Saifullah.

Pengalaman pahit pun dialami Yasir, 58 tahun, warga Poris Gaga, Tangerang, Banten. Dia terpaksa kembali ke rumah, usai tidak mendapat layanan rawat inap sebagai pasien BPJS Kesehatan di dua rumah sakit swasta di Kalideres dan Cengkareng. Padahal kondisi yang dialaminya sudah dalam status darurat.

“Saya datang ke RS (rumah sakit) dalam kondisi setengah sadar. Tapi tetap tidak diterima,” tutur Yasir, Minggu (5/1).

Persoalan kerja sama

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, kasus pasien BPJS Kesehatan sulit mendapat layanan di rumah sakit swasta punya kaitan erat dengan kebijakan yang kerap memutus kerja sama dengan alasan tidak lolos kredensial atau terjadi fraud alias kecurangan. Pemutusan kerja sama sepihak antara pihak BPJS Kesehatan dan rumah sakit swasta sering terjadi pada awal tahun.

“Jadi memang di awal tahun biasanya rumah sakit swasta itu penuh ketakutan karena kerap kali BPJS secara spihak, tanpa mempertimbangkan masyarakat, melakukan pemutusan kerja sama,” ujar Timboel, belum lama ini.

“Pelanggaran (seperti kredensial atau fraud) yang terjadi, seharusnya tidak bermuara pada pemutusan kerja sama.”

Pemutusan kerja sama sepihak oleh BPJS, membuat rumah sakit swasta ogah menerima pasien BPJS Kesehatan, menurut Timboel, karena mereka tidak bisa mengajukan klaim. Akibatnya, publik kesulitan mengakses layanan BPJS Kesehatan.

Karenanya, Timboel memandang, sekalipun terdapat masalah kredensial atau penyelewengan, bukan berarti rumah sakit swasta diberi sanksi pemutusan kerja sama. Timboel merujuk Pasal 93 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan soal sanksi administratif terkait fraud yang tidak diberikan BPJS Kesehatan, tetapi dilayangkan oleh menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

Sanksi administratif itu berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan/atau perintah pengembalian kerugian akibat kecurangan pada pihak yang dirugikan. Berikutnya, dilakukan pemutusan kerja sama atau pidana.

"Karena korbannya masyarakat,” ujar Timboel.

Timboel mengatakan, dampak dari pemutusan kerja sama sepihak oleh BPJS kepada rumah sakit swasta akan membuat rumah sakit lain yang menerima pasien BPJS Kesehatan membludak. Antrean bakal menjadi panjang dan akan menyulitkan pasien.

“Apalagi pasien hemodialisa (cuci darah), kalau tidak bisa kerja sama lagi, (pasien) tidak bisa hemodialisa lagi,” kata Timboel.

“Dia harus cari rumah sakit lain. Itu jelas mempersulit.”

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra setuju kasus penolakan pasien BPJS Kesehatan di rumah sakit swasta sedang banyak terjadi belakangan terakhir. Senada dengan Timboel, penyebabnya pemutusan kerja sama pihak BPJS dengan rumah sakit swasta menyangkut kredensial dan kecurangan.

Hal ini membuat pelayanan kesehatan menjadi dilema. Di satu sisi kredensial penting untuk menjamin kualitas dan fasilitas kesehatan bagi pasien BPJS Kesehatan. Namun di sisi lain, pemutusan kerja sama membuat pasien BPJS Kesehatan kelimpungan.

“Kredensial yang ditetapkan BPJS sangat ketat,” kata Hermawan, belum lama ini.

“Masyarakat sangat membutuhkan. Karena terjadi penerapan kelas rawat inap standar, itu biasanya jumlah tempat tidur berkurang karena ada penyesuaian, terutama rumah sakit swasta kesulitan untuk memenuhi standar dengan elas rumah sakit C, B, atau A.”

Hermawan berharap pihak BPJS kembali membuka komunikasi untuk mempercepat kerja sama kembali dengan rumah sakit swasta. Sebab, pemutusan kerja sama ini telah merugikan masyarakat.

“Kita tidak boleh hanya melihat dari satu perspektif, ketika rumah sakit tidak memenuhi standar atau diperketat sekali prasyaratnya,” ucap Hermawan.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan