close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi seorang anak yang mengenakan kacamata./Foto Pexels.
icon caption
Ilustrasi seorang anak yang mengenakan kacamata./Foto Pexels.
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Sabtu, 05 Oktober 2024 06:12

Rabun jauh pada anak-anak dan remaja diprediksi meningkat 40% pada 2050

Hasil riset ini diterbitkan dalam British Journal of Ophthalmalogy, menganalisis 311 studi yang melibatkan lebih dari 5,4 juta partisipan dari 50 negara.
swipe

Lebih dari 740 juta anak-anak dan remaja mengalami kesulitan melihat objek dari jarak jauh pada 2050. Hal itu berdasarkan temuan dari para peneliti yang diterbitkan dalam British Journal of OphthalmalogyPenelitian yang dipimpin para peneliti dari Sun Yat-Sen University, China ini menganalisis 311 studi yang melibatkan lebih dari 5,4 juta partisipan dari 50 negara.

Prevalensi rabun jauh atau miopia, menurut para peneliti, pada orang berusia 5 hingga 19 tahun meningkat dari 24% pada 1990 menjadi 36% pada 2023. Dilansir Science Alert, jika kasus ini semakin memburuk, maka prevalensi miopia anak-anak dan remaja di seluruh dunia bakal mencapai hampir 40% pada 2050 atau melebihi angka 740 juta kasus.

Penelitian itu menyebut, selama 30 tahun terakhir, data menunjukkan prevalensi rabun jauh meningkat. Terutama setelah tahun 2020. Prevalensi tersebut diperkirakan akan lebih tinggi di kalangan remaja berusia 13 hingga 19 tahun.

Pandemi Covid-19 dikaitkan dengan memburuknya penglihatan pada anak-anak. Selama pandemi, anak-anak dibatasi untuk tetap berada di dalam ruangan. Sekolah sering kali dilakukan secara virtual, yang membuat anak-anak berada di depan layar lebih lama dari biasanya. Hal ini menyebabkan penglihatan anak-anak terganggu.

Terdapat perbedaan jumlah kasus dalam etnis maupun geografi. Di Afrika, prevalensi miopia di kalangan anak-anak dan remaja tujuh kali lebih rendah dibandingkan di Asia. Di Asia, prevalensinya bisa mencapai 70% pada 2050.

Dikutip dari BBC, kawasan Asia yang memiliki angka rabun jauh anak-anak dan remaja tertinggi ada di Jepang, dengan angka 85%. Diikuti Korea Selatan dengan 73%. Sementara lebih dari 40% terjadi di China dan Rusia.

Inggris, Irlandia, dan Amerika Serikat punya prevalensi sekitar 15%. Prevalensi terendah ada di Paraguay dan Uganda, hanya 1%.

Para peneliti menduga, kondisi ini ada korelasinya antara lamanya pendidikan dengan terjadinya miopia. Di Singapura dan Hong Kong misalnya, anak-anak berusia dua atau tiga tahun secara aktif mengikuti program pendidikan sebelum sekolah formal.

“Ada kemungkinan, pengenalan awal terhadap praktik pendidikan formal pada usia muda dapat memengaruhi kejadian miopia selama masa kanak-kanak,” tulis Liang dan rekan-rekannya, dikutip dari Science Alert.

Hal itu pun berarti, mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk fokus pada buku dan layar selama tahun-tahun awal pra-sekolah, membuat otot mata tegang dan menyebabkan miopia. Ini berbeda dengan kondisi di Afrika, di mana sekolah dimulai pada usia enam hingga delapan tahun.

Rabun jauh sendiri biasanya dimulai pada tahun-tahun awal sekolah dasar dan cenderung memburuk hingga mata berhenti tumbuh pada usia sekitar 20 tahun.

Faktor risiko, selain mereka yang tinggal di Asia—terutama Asia Timur, jarang melakukan aktivitas di luar ruangan, dan genetika, ternyata orang yang tinggal di perkotaan dan anak perempuan berpotensi terkena miopia.

Para peneliti, dikutip dari BBC, menerangkan bahwa anak perempuan cenderung punya angka lebih tinggi daripada anak laki-laki karena mereka cenderung menghabiskan lebih sedikit waktu melakukan aktivitas luar ruangan di sekolah dan di rumah saat mereka tumbuh dewasa.

“Pertumbuhan dan perkembangan anak perempuan, termasuk masa pubertas, dimulai lebih awal yang berarti mereka cenderung mengalami miopia di usia lebih dini juga,” kata para peneliti, dilansir dari BBC.

BBC menulis, cara menghindari terkena rabun jauh, anak-anak harus menghabiskan setidaknya dua jam di luar ruangan setiap hari. Terutama bagi anak berusia tujuh dan sembilan tahun. Namun, belum jelas apakah sinar matahari, olahraga di luar ruangan, atau mata anak-anak berfokus pada objek yang lebih jauh yang membuat kondisi berbeda.

“Berada di luar (ruangan) merupakan manfaat nyata bagi anak-anak,” kata penasihat klinis dari UK College of Optometrists, Daniel Hardiman-McCartney, dikutip dari BBC.

Hardiman-McCartney menganjurkan agar orang tua membawa anak-anaknya menjalani tes mata saat mereka berusia tujuh hingga 10 tahun, walau penglihatan mereka sudah diperiksa sejak usia dini.

Selain itu, kepada Euronews konsultan dokter spesialis mata anak di Moorfields Eye Hospital Dubai, Imran Jawaid mengatakan, bekerja pada jarak 30 sentimeter dari buku atau layar komputer bisa mencegah rabun jauh. Para peneliti pun menyarankan remaja harus meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi waktu menonton televisi, bermain gim komputer, atau mengakses internet untuk mencegah miopia.

Perlu diingat, rabun jauh tidak bisa disembuhkan. Akan tetapi, bisa diatasi dengan bantuan kacamata atau lensa. Menurut profesor ilmu saraf retina di University College London, Omar Mahroo mengatakan, meski kacamata dapat mengatasi rabun jauh, tetapi peningkatan miopia menyebabkan risiko komplikasi yang mengancam penglihatan. Termasuk ablasi retina dan degenerasi makula miopia.

“Komplikasi ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan yang tidak dapat dipulihkan,” ujar Mahroo kepada Euronews.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan