close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi judi online. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi judi online. Foto Freepik.
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 31 Juli 2024 06:02

Racun judi online yang menyasar anak-anak

Ada 41.000 anak yang terlibat judi daring di Jawa Barat, dengan 459.000 transaksi senilai Rp49,8 miliar.
swipe

Judi online atau daring mulai merambah kalangan anak-anak. Di level provinsi, Jawa Barat menjadi tempat perputaran transaksi judi daring paling tinggi yang melibatkan anak-anak. Sementara di kabupaten/kota, Jakarta Barat terbanyak.

Hal itu diketahui berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam keterangannya kepada pers di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta pada Jumat (26/7), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana merinci, rentang usia anak di bawah 11 tahun yang terpapar judi daring mencapai 1.160 orang. Anak-anak tersebut melakukan transaksi sebanyak 22.000 kali, dengan total perputaran uang lebih dari Rp3 miliar.

Kemudian, anak-anak berusia 11-16 tahun jumlahnya mencapai 4.514 orang. Total transaksi yang dilakukan 45.000 kali, dengan perputaran uang mencapai Rp7,9 miliar. Selanjutnya, anak-anak berusia 17-19 tahun yang terlibat judi daring sebanyak 191.380 orang, dengan jumlah perputaran uang mencapai Rp282 miliar dan frekuensi transaksi 2,1 juta kali.

Ivan menyebut, terdapat 41.000 anak yang terlibat judi daring di Jawa Barat, dengan 459.000 transaksi senilai Rp49,8 miliar. Sedangkan di Jakarta Barat ada 4.300 anak terpapar, dengan 68.000 transaksi senilai Rp9 miliar lebih. Keterlibatan anak-anak dalam judi online, disebut Ivan, terkoneksi dengan game online yang dimainkan.

Melindungi anak-anak

Demi melindungi anak-anak dari judi daring, komisioner KPAI Diyah Puspitarini mengatakan, pihaknya sudah melakukan kerja sama dengan PPATK dengan memblokir transaksi yang menyasar anak-anak. KPAI pun sudah melakukan kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), serta Polri.

“Upaya pencegahan tetap dilakukan dengan pemblokiran situs game online yang terafiliasi judi online, juga sosialisasi bahaya judi online di sekolah-sekolah,” ucap Diyah kepada Alinea.id, Senin (29/7).

Diyah melihat, judi daring yang menyasar kalangan anak-anak terjadi karena kondisi lingkungan yang memengaruhi perilaku bermain judi, sehingga kecanduan dalam jangka panjang. Situasi ini diperburuk dengan literasi yang kurang baik dalam bermain media sosial.

“Kurangnya pengawasan orang tua, bujukan teman, hingga da pengaruh lingkungan termasuk orang dewasa yang ada di sekitar (anak-anak),” tutur Diyah.

Faktor pergaulan dan lingkungan sebagai penyebab terpaparnya anak-anak dengan judi online pun diamini Guru Besar tetap Ilmu Psikologi Universitas Indonesia (UI) Rose Mini Agoes Salim.

“Semisal dia (anak-anak) bergaul dengan anak yang memiliki uang untuk main judi atau karena melihat orang dewasa bermain judi,” kata Rose, Minggu (28/7).

“Tapi ini perlu diperkuat dengan riset, kemungkinan besar pengaruh secara langsung dari pergaulan.”

Meski begitu, Rose belum bisa memastikan penyebab Jawa Barat dan Jakarta Barat menjadi wilayah paling banyak kasus judi daring dari kalangan anak-anak. Sebab, fenomena baru ini belum terlihat faktor paling dominan yang melatarbelakanginya.

Sementara itu, psikolog klinis Ni Made Diah Ayu Anggreni mengatakan, fenomena judi daring yang menyasar anak-anak terjadi karena aplikasi permainan haram itu sudah masif di ruang digital. Bahkan, bisa menyamar mirip aplikasi game online.

“Sehingga orang tua lebih sulit untuk menyadari bahwa anaknya sedang melakukan aktivitas berjudi,” ujar Ayu, Senin (29/7).

Menurut Ayu, jumlah anak-anak yang terpapar judi daring hasil temuan PPATK tidak bisa dianggap remeh. Perlu perhatian ekstra dari orang tua untuk mengawasi penggunaan internet pada anaknya. Alasannya, aktivitas bermain media sosial bisa memicu adiksi.

“Pemerintah juga perlu membuat regulasi ketat dan mengambil langkah tegas dalam menangani masalah judi online agar bisa melindungi anak-anak yang belum terpapar dan membantu proses pemulihan anak-anak yang sudah adiksi,” kata Ayu.

Selain didorong rasa penasaran yang kuat, lingkungan pertemanan yang sudah kadung terpapar judi daring juga memengaruhi perilaku anak-anak, sehingga membuat mereka lebih mudah terjangkit judi.

“Oleh karena itu, orang-orang dewasa yang mendampingi perlu lebih peka dalam mengawasi mereka agar bisa memberikan edukasi, dan mencegah semakin banyak anak-anak yang menjadi korban dari adiksi judi online,” ujar Ayu.

Ayu memandang, orang tua perlu mengatur penggunaan gawai pada anak supaya terkendali dan tidak memicu adiksi. Contohnya, menerapkan batasan jam bermain ponsel. Orang tua pun perlu menerapkan sistem reward dan punishment terhadap penggunaan gawai.

“Selain itu, anak perlu didorong untuk melakukan aktivitas lain, seperti olahraga, membaca, bermain di luar, beribadah, bersosialisasi, dan lain-lain,” kata Ayu.

“Orang tua juga perlu menjadi role model untuk anak dengan membatasi penggunaan ponsel dan mengajak anak melakukan berbagai aktivitas fisik, mental, spiritual, maupun sosial bersama.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan