Letupan-letupan rasisme mencuat di Inggris setelah tim nasional Negeri itu kalah di final Euro 2020 dari Italia. Namun komunitas sepakbola di Inggris kompak untuk membuat perhitungan kepada mereka yang berani menunjukkan aksi rasismenya.
Inggris kalah dalam adu penalti setelah tiga pemainnya, yang berasal dari ras kulit berwarna, Jadon Sancho, Marcus Rashford dan Bukayo Saka, gagal mengeksekusi penalti. Warna kulit mereka, bagi sebagian orang adalah sasaran yang tepat untuk meluapkan kekesalan mereka.
Media sosial Bukayo Saka, penendang penentu yang gagal, banjir hujatan bernada rasisme, kemudian Marcus Rashford juga diserang di Twitter oleh seorang pelatih sepakbola anak.
Polisi setempat rupanya tidak main-main menanggulangi aksi-aksi rasisme itu. Mereka tidak ingin membiarkannya dan menindak tegas siapa yang kedapatan melontarkan ujaran berbau rasisme.
Mereka juga sempat menangkap pelatih sepakbola anak-anak, bernama Nick Scott, 50 tahun, dari Worcestershire, setelah Ia mencuit di Twitternya untuk menyuruh pulang Rashford kembali ke negara asalnya.
Publik yang marah langsung membuat pelatih ini viral, sehingga polisi pun turun tangan dan menangkap Scott.
Scott sendiri sebelum ditangkap sempat berkilah. Awalnya, setelah tweetnya ramai, Ia membuat twitt susulan mengklarifikasi bahwa ucapan itu bukan ditujukan kepada Rashford, pemain Manchester United itu. Kemudian dia mengaku bahwa Twitternya diretas setelah final Euro 2020. Setelah sempat ditangkap, Scott akhirnya dibebaskan.
"Kami mendorong orang-orang untuk membuat laporan ini dan senang dengan kecepatan kami dalam menangani insiden ini. Kami terus bekerja dengan komunitas sepak bola lokal dan memiliki hubungan dengan klub lokal untuk memastikan bahwa perilaku ini ditangani dengan tepat," kata juru bicara polisi Worcester.
Dia menambahkan siapa pun yang menjadi korban kejahatan kebencian harus menghubungi melalui fungsi pelaporan online kepolisian.
Manajer Three Lions Gareth Southgate menggambarkan pelecehan online rasis yang diarahkan pada beberapa pemain Inggris setelah kekalahan dari Italia sebagai "tak termaafkan".
Rashford, Bukayo Saka dan Jadon Sancho semuanya menjadi sasaran posting kasar setelah gagal mengeksekusi penalti dalam adu penalti.
Tokoh-tokoh dalam olahraga, dari Pemerintah dan bahkan Pangeran William bersatu dalam kecaman mereka atas pelecehan tersebut.
"Kami telah menjadi mercusuar dalam menyatukan orang-orang, pada orang-orang yang dapat berhubungan dengan tim nasional, dan tim nasional berdiri untuk semua orang dan kebersamaan itu harus terus berlanjut," kata Southgate.
Pangeran Williams, Duke of Cambridge, yang merupakan presiden Asosiasi Sepak Bola, mengatakan dia "muak" dengan pelecehan tersebut.
"Benar-benar tidak dapat diterima bahwa para pemain harus menanggung perilaku menjijikkan ini," tulisnya di Twitter.Itu harus dihentikan sekarang dan semua yang terlibat harus bertanggung jawab," katanya lagi.
Publik Inggris meminta penanganan hinaan rasisme lebih konkret. Mereka sebaiknya dilarang dari stadion manapun. Permintaan itu menggema dengan petisi yang ditandatangani satu juta orang. Rupanya aspirasi ini didengar oleh Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Dia menegaskan bahwa pelaku rasisme online akan dilarang datang ke stadion dan (Sumber: Mirror)