Eggnoid: Detail Webtoon yang hilang berganti romansa renyah
Sesosok pria muncul dari dalam cangkang telur yang, mungkin lebih mirip mesin incubator raksasa berbentuk telur, berumur tua, berwarna besi kusam, dan menguarkan cahaya biru laut.
Saat bersamaan ada gadis remaja berseragam putih abu-abu, yang mendapati benda itu terbuka tiba-tiba, terperanjat. Sosok asing yang tadinya tertidur tiba-tiba membuka mata dan sejurus kemudian berteriak "mama" kepadanya.
Begitulah adegan pembuka film Eggnoid garapan Sutradara Naya Anindita ini. Adegan itu akan membawa penonton masuk kepada pertanyaan-pertanyaan; benda apa yang berbentuk telur dan melahirkan sesosok pria itu? Mengapa benda itu ada di rumahnya? Mengapa judulnya Eggnoid? Apakah ini film bergenre science fiction di mana setiap orang memiliki benda serupa yang dapat mengkloning benda apapun sesuai keinginannya?
Alur cerita bergerak maju. Tak ada penjelasan bagaimana respons orang-orang di sekitar kehidupan mereka tinggal, tentang sosok asing yang tiba-tiba muncul dari dalam telur raksasa.
Penonton dibawa ke masa di mana gadis remaja yang berseragam abu-abu bernama Kirana telah manjalani kehidupannya sebagai anak kuliahan berusia 17 tahun. Kirana tinggal serumah dengan Tante Diani serta sosok asing yang baru 'didapatinya' dari cangkang raksasa bernama Eggy, yang dikisahkan bekerja sebagai penjaga toko es krim.
Film ini diadaptasi dari komik digital Webtoon dengan judul yang sama oleh rumah produksi Visinema Pictures melalui sedikit modifikasi bangunan cerita, namun tetap mempertahankan ide yang sama dengan komiknya.
Hanya saja, bagi penonton yang tidak mengikuti komiknya, barangkali akan sedikit kesulitan menyusun bangunan cerita yang utuh mengenai asal usul telur raksasa tersebut. Lalu kenapa pula telur itu ada di sana bersama seorang gadis remaja yang sedang bersedih meratapi foto masa kecilnya bersama kedua orang tuanya yang telah tiada.
Film ini berkutat pada sosok Eggnoid yang berasal dari masa depan dan memiliki misi untuk menjaga tuannya (master), Kirana, agar selalu membuatnya bahagia dan keluar dari kesedihan karena telah kehilangan kedua orang tua tercinta.
Namun, lambat laun Eggy jatuh hati kepada Kirana. Begitupun sebaliknya. Dari sini tegangan dimulai. Sebagai Eggnoid, Eggy memiliki sejumlah aturan, termasuk dilarang mencintai masternya. Atau akan dipulangkan ke masa depan dan seluruh memorinya dihapus dan diprogram ulang untuk master yang lain.
Sementara Eggy selalu ingin berada dekat dengan master yang kini dicintainya.
Konflik berputar di antara pilihan-pilihan tak menyenangkan yang harus dibuat Eggy; jadian dengan Kirana dan sesaat kemudian membuatnya harus dipulangkan ke masa depan; membiarkan Kirana menjalin hubungan dengan orang lain dan mengorbankan perasaannya; atau mengubur dalam-dalam keinginannya dan bertingkah seperti tak ada apapun di antara mereka.
Namun, tentu saja konflik dalam cerita seperti ini mudah ditebak ujungnya, bukan?
Akting pemain
Salah satu kelemahan yang dihadirkan film ini adalah transisi karakter Eggy yang diperankan oleh Morgan Oey, tidak berjalan dengan mulus. Eggy yang pada awal film berkarakter kekanak-kanakan, kemudian melompat menjadi sosok remaja dengan nuansa cerita cinta di tiga perempat adegan sisanya.
Tak ada 'jembatan' yang menjelaskan mengapa karakter Eggy berubah sedemikian singkat. Bagi yang belum membaca komiknya, mungkin agak kebingungan dan menilai hal itu sebagai bolong yang harus ditambal.
Pada komik aslinya dijelaskan, Eggy adalah semacam alien yang menetas dari telur raksasa dengan fisik pria dewasa dan kecerdasan di atas rata-rata. Lahir dengan tingkah laku seperti bayi, dengan singkat, karakternya berubah dewasa karena daya serapnya yang tinggi. Ini yang tak terjelaskan dalam film tersebut.
Di samping itu, akting Morgan juga tidak terlalu ciamik. Karakter Eggy bocah, tidak dapat dimainkannya secara apik, bahkan terkesan aneh. Atau karena ruang eksplorasi karakter yang sempit, yang berusaha ditutupi sutradara hanya dengan simbol seperti mainan, kue ulang tahun, dan dekorasi ruang. Demi mengejar cerita cinta Eggy remaja.
Namun, karakter Eggy remaja dapat diperankan dengan cukup baik oleh Morgan. Lebih lagi saat ekspresi malu-malunya ketika bertemu Kirana dan raut jealous-nya saat Kirana jalan dengan Aji (Kevin Julio).
Hanya saja di momen-momen puncak konflik, akting Morgan malah terkesan datar. Misalnya saat harus memutuskan pilihan sulit antara kebahagiaan Kirana atau mempertahankan ego dirinya, tidak terlihat kebimbangan yang meyakinkan dari ekspresinya.
Akan tetapi akting datar Morgan tersebut terbantu oleh akting apik Sheila Dara Aisha yang memerankan Kirana. Salah satunya dapat dilihat ketika Eggy membawa Kirana ke masa lalu, lewat teknologi Eggnoid, sebelum kecelakaan maut merenggut orang tuanya.
Raut haru yang tertahan dan kemudian pecah di wajah Kirana, dapat tersampaikan dengan baik oleh Sheila kepada penonton. Satu adegan yang paling menyentuh sepanjang film dimainkan.
Bumbu humor
Eggnoid memiliki dua pengawas yang bertugas memperingatkan Eggy terhadap setiap konsekuensi dari pelanggaran-pelanggaran yang ia lakukan.
Dua pengawas ini adalah utusan Yang Maha Agung atau pencipta Eggnoid. Zen yang diperankan oleh Reza Nangin dan Dion diperankan oleh Martin Anugerah adalah dua petugas tersebut. Hanya saja berbeda dengan komiknya yang memiliki karakter yang keras dan tegas, kedua pengawas di film ini terkesan komikal.
Tingkah konyol dua petugas tersebut yang membuat kenapa Eggy sebagai Eggnoid harus patuh kepada aturan yang berlaku dan terkesan manutan, tidak terjelaskan. Apalagi, dengan karakter kedua petugas yang terkesan bodoh dan mudah dikelabui.
Berbeda dengan komiknya, yang menjelaskan kenapa Eggy begitu takut melakukan pelanggaran dan pembangkangan. Karena adanya sederet konsekuensi fatal yang akan diterimanya.
Kepatuhan yang bukan karena takut akan kehilangan hidupnya, tetapi lebih karena efek tindakannya tersebut juga akan merenggut orang yang paling disayanginya; Kirana.
Sebuah konsekuensi yang kemudian dialami oleh orang tua Kirana sendiri yang kemudian menjelaskan asal usul keberadaan telur tersebut dan sumber kesedihan Kirana.
Akan tetapi, benang merah ini hanya akan ditemukan jika membaca komiknya, atau jika tidak, penonton hanya akan mendapatkan kisah cinta remaja belia seperti film-film romansa lainnya.
Namun demikian, menuntut film sama persis dengan bahan inspirasinya tentu saja bukan suatu pikiran yang adil karena perbedaan dua karakter medium. Tetapi, memasukkan detail kecil seperti yang dijelaskan di atas tentu tak akan banyak mengganggu durasi romansa remaja yang disajikan dengan teramat panjang.
Di lain sisi, secara sinematografi film ini nyaman dipandang. Pilihan-pilihan warna pastel yang disajikan secara visual terasa lembut. Dekorasi ruang di kamar Kirana dan di toko es krim Eggy terkesan fancy. Menunjukan segmen film yang akan disasar oleh sang sutradara; remaja kekinian dengan pilihan objek potret yang instagramable.