close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gundala merupakan film pertama seri Jagat Sinema BumiLangit. /Imdb.com
icon caption
Gundala merupakan film pertama seri Jagat Sinema BumiLangit. /Imdb.com
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 29 Agustus 2019 21:15

Gundala: Pahlawan super penegak keadilan

Sancaka dengan kemampuan bela diri dan kekuatan super yang muncul setiap kali disambar petir.
swipe

Gundala, pahlawan super ciptaan komikus Harya Suraminata (Hasmi) akan membuka seri film Jagat Sinema BumiLangit. Film yang mengisahkan perjuangan Sancaka (Abimana Aryasatya) melawan ketidakadilan ini dibesut sutradara Joko Anwar.

Sinopsis

Sancaka kecil (Muzakki Ramdhan) harus merasakan kerasnya hidup usai kematian ayahnya (Rio Dewanto) dan kepergian ibunya (Marissa Anita). Sancaka berlatih bela diri dengan Awang (Fariz Fajar) untuk bertahan hidup di jalanan.

Sementara, Pengkor (Bront Palarae)—musuh utama Gundala di film ini—dikisahkan sebagai seorang anak yatim-piatu, yang tumbuh dengan dendam. Setelah dewasa, Pengkor menjadi mafia sekaligus sosok ayah bagi anak-anak yatim-piatu yang ia rawat dan latih untuk menjadi pembunuh.

Sancaka kecil sudah menerima nasihat ayahnya perihal melawan ketidakadilan, sebagai bagian dari kemanusiaan. Nasihat itu ia ingat dan tanamkan dalam benak.

Saat bertemu dengan Awang, segalanya berubah. Awang mengatakan, menaruh kepedulian terhadap orang lain hanya akan mengantarkan masalah baru.

Sancaka kemudian berubah menjadi sosok yang tak acuh terhadap masalah dan penderitaan orang lain. Hal ini ditunjukkan di dalam beberapa adegan.

Misalnya, ketika Sancaka mengabaikan orang lain yang sedang dirampok ketika pulang kerja. Selain itu, ada adegan saat ia tak mempedulikan Wulan (Tara Basro) yang didatangi preman.

Salah satu adegan dalam film Gundala. /Imdb.com

Karakter Sancaka kembali berubah ketika bertemu dengan Pak Agung (Pritt Timothy). Pak Agung kembali mengingatkan Sancaka tentang keadilan dan tak ada gunanya hidup tanpa peduli dengan sesama. Dari sana Sancaka menjadi orang yang peduli terhadap sesama dan melawan ketidakadilan.

Ketika dewasa, Sancaka bekerja sebagai seorang petugas keamanan di sebuah percetakan koran. Ketika menolong Wulan, Sancaka terseret ke dalam skema praktik kejahatan seorang gembong mafia bernama Pengkor.

Atas nama dendam masa lalu, Pengkor dan anak-anak asuhnya berencana merusak generasi dengan meracun janin ibu hamil di seluruh negeri.

Sadar punya tanggung jawab menegakkan keadilan, Sancaka dengan kemampuan bela diri dan kekuatan super yang muncul setiap kali disambar petir, berniat menghentikan rencana busuk Pengkor. Ia menjadi sosok pahlawan super: Gundala.

Dibandingkan film Gundala Putra Petir (1981), jelas film ini merupakan cerita baru. Di film lawas, Sancaka merupakan seorang insinyur yang menciptakan serum antipetir. Dalam percobaan, Sancaka berhasil menjadi kebal listrik dan petir.

Kelebihan film

Dengan slogan “Negeri ini Butuh Patriot”, Gundala mencoba menyampaikan pesan kebajikan. Joko Anwar sukses memperkenalkan karakter-karakter yang ada di Gundala dengan baik.

Hal itu terlihat, ketika di awal film difokuskan kisah latar belakang Sancaka. Sementara karakter Pengkor, memiliki porsi cerita masa lalu yang singkat, tetapi kokoh untuk membangun sosok karakter penjahat.

Tokoh-tokoh lainnya memang tak punya porsi pengenalan yang lebih, tetapi tetap memiliki daya tarik tersendiri. Karakter Wulan dan orang tua Sancaka, misalnya, diperlihatkan sebagai sosok yang menjunjung tinggi keadilan dan mengutuk penindasan.

Selingan humor pun sesekali diwujudkan melalui Sancaka, Tedy adik Wulan, dan Pak Agung.

Abimana Aryasatya dalam film Gundala. /Imdb.com

Ghazul (Ario Bayu), anak-anak Pengkor, beberapa karakter penjahat, dan pahlawan lain juga tak diberi tempat banyak untuk menyatu dengan cerita, mengingat Gundala merupakan pembuka Jagat Sinema BumiLangit, yang akan terdiri dari tujuh film.

Adegan pertarungan dikemas dengan ciamik oleh penata kamera Ical Tanjung. Ia menggunakan beberapa teknik pergerakan kamera. Misalnya, pergerakan kamera secara horizontal mengikuti objek. Teknik ini mampu menciptakan adegan tarung yang lebih seru dan atraktif.

Joko Anwar juga menyisipkan pesan menentang ketidakadilan melalui pemeran pembantu. Misalnya, ada adegan seorang anak kecil yang mencoba untuk menghentikan penjarahan, yang kemudian dibantu orang-orang dewasa.

Film berdurasi 119 menit ini pun mengangkat realita masyarakat yang terjadi di dunia nyata lewat adegan beberapa orang hanya merekam tindak kriminal yang menimpa orang lain, tanpa menolongnya.

Kekurangan film

Karakter Gundala alias Sancaka maupun Pengkor sama-sama dirancang dengan baik oleh Joko Anwar. Sayangnya, kedua karakter ini tak punya ikatan konflik yang intensif.

Keterlibatan Gundala dengan skema rencana jahat Pengkor tak digali lebih jauh, dan menyisakan adegan bertarung belaka. Gundala pun hanya fokus bertarung dengan preman-preman, yang tak sama sekali bertautan dengan Pengkor hingga pertengahan film.

Sebagai film pahlawan super, adegan laga tentu krusial. Gundala menyajikan banyak adegan perkelahian yang apik, tetapi beberapa tak terlihat alami.

Banyak adegan pertarungan tak ada aksi kekerasan brutal dan bersimbah darah. Namun, hal itu wajar. Sebab, Gundala untuk penonton usia 13 tahun ke atas.

starstarstarstarstar3

Film ini menarik karena watak/penokohan karakter-karakternya ditampilkan secara mendalam dan memiliki cerita yang relavan dengan realita yang ada di Indonesia.

 

img
Alfiansyah Ramdhani
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan