close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi financial influencer./Foto truefanz/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi financial influencer./Foto truefanz/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Media Sosial
Selasa, 19 November 2024 06:06

Risiko bila terlalu percaya pada financial influencer

Finfluencer adalah orang yang punya pengalaman atau latar belakang dalam dunia keuangan, sehingga mampu memberikan informasi kepada audiens soal beragam topik keuangan.
swipe

Fenomena financial influencer atau finfluencer menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital generasi Z. Finfluencer adalah influencer media sosial yang punya spesialisasi dalam berbagi tips tentang keuangan. Seorang finfluencer membangun kredibilitas dalam industri atau ceruk tertentu dan menggunakan media sosial untuk mempromosikan diri mereka sendiri.

Mereka memiliki pengalaman atau latar belakang dalam dunia keuangan, sehingga mampu memberikan informasi kepada audiens soal beragam topik keuangan. Finfluencer menggunakan berbagai saluran digital, seperti YouTube, Instagram, atau TikTok.

Dengan gaya penyampaian yang santai, para finfluencer sukses mengubah cara pandang generasi muda terhadap keuangan lewat panduan investasi, tips menabung, hingga motivasi finansial dalam format yang ringan tapi menarik. Kehadiran mereka memberikan warna baru pada edukasi keuangan yang sebelumnya dianggap kaku dan membosankan, terutama oleh generasi muda.

“Gue rasa sih, finfluencer memang ngefek banget, terutama buat yang baru mulai terjun ke dunia finansial,” ujar Tara Wijaya, 22 tahun, seorang generasi Z yang memperhatikan fenomena tersebut kepada Alinea.id, Selasa (12/11).

Menurut Tara, para finfluencer memberikan tips dan edukasi yang mudah dipahami. Pengaruhnya, banyak generasi Z yang mulai berinvestasi atau menabung.

“Tapi kadang juga bisa bikin kita merasa takut ketinggalan tren kalau enggak ikut-ikut investasi kayak mereka,” ucap Tara.

“Jadi ya ada positifnya buat yang pengen mulai, tapi kalau enggak hati-hati bisa juga bikin stres karena rasa tertekan untuk terlihat sukses seperti mereka.”

Namun, menurut Tara, gaya hidup yang dipamerkan finfluencer bisa membuat orang mengejar standar hidup yang tinggi. “Meskipun mereka bilang hidupnya simpel dan enggak perlu pamer, tapi kadang posting-an mereka yang nge-hype, barang-barang mahal, atau lifestyle mewah bisa ngebuat kita ngerasa kurang,” tutur Tara.

“Ini bisa bahaya kalau enggak dikontrol karena bisa saja kita jadi kejar-kejar yang enggak sesuai sama kondisi finansial kita sendiri.”

Tara mengingatkan agar selalu melakukan cek dan ricek terlebih dahulu apa yang finfluencer bicarakan. Tidak langsung percaya begitu saja. Misalnya, mencari informasi dari sumber lain yang terpercaya atau berdiskusi dengan orang yang sudah berpengalaman di dunia finansial.

“Soalnya enggak semua yang kelihatan keren atau viral itu cocok buat semua orang,” kata Tara.

“Jangan cuma ngikutin saja, apalagi kalau yang mereka omongin tuh sifatnya terlalu instan atau janji-janji muluk.”

Sementara itu, praktisi perasuransian Andreas Freddy Pieloor mengatakan, generasi Z lebih tertarik pada konten finansial dari influencer dibandingkan sumber edukasi keuangan tradisional karena mereka memiliki kebiasaan mencari informasi lewat media sosial. Alasan lainnya, generasi Z cenderung mencari referensi dari orang yang seusia, bukan dari orang yang lebih tua.

“(Alasan) ketiga, mereka menyukai konten yang fun, mudah dipahami, menyenangkan, dan terlihat sederhana,” ujar Managing Director di PT. Antara Intermediary Indonesia itu, Senin (18/11).

“Keempat, mereka ingin melihat contoh orang yang tampak muda dan sukses.”

Meski begitu, Freddy mengungkapkan, ada risiko terkait pengelolaan keuangan generasi Z. Terutama jika hanya mengandalkan saran dari influencer.

“Karena masalah keuangan ini bukan masalah sederhana, bukan sesuatu yang instan,” kata Sekjen Asosiasi Broker Asuransi Indonesia (ABAI) tersebut.

“Sementara generasi Z cenderung menginginkan hal yang mudah dan cepat.”

Menurut Freddy, dengan sifat instan generasi Z, risikonya menjadi tinggi. Freddy menuturkan, generasi Z sering hanya mencari referensi dari influencer tanpa memastikan kredibilitasnya.

“Sebagian besar influencer, mohon maaf, hanya memahami kulit-kulitnya saja. Banyak dari mereka masih muda, belum berpengalaman, dan mungkin belum menjalankan apa yang mereka sampaikan,” ujar Freddy.

Belum lagi, ada pula influencer yang menjadi duta produk tertentu. Mereka mempromosikan produk investasi, asuransi, atau lainnya, tanpa memikirkan apakah produk itu aman atau justru berbahaya. Banyak juga yang hanya mengejar uang, tanpa peduli pada dampak jangka panjang.

“Karena itu, penting sekali ada sertifikasi untuk influencer yang memberikan edukasi keuangan,” tutur Freddy.

Jika tidak, kata Freddy, hal itu bisa menjadi bumerang dan menjerumuskan banyak orang. Freddy pun khawatir karena banyak dari finfluencer hanya memanfaatkan tren flexing alias memamerkan gaya hidup mewah tanpa substansi.

“Ini sangat berbahaya jika orang hanya mengikuti tren, tanpa memahami risikonya,” ujar dia.

Freddy menekankan, dampak jangka panjang soal risiko yang dihadapi generasi Z adalah mereka terjebak secara finansial di masa depan. “Hidup mereka bisa berantakan karena salah langkah,” tutur Freddy.

Akan tetapi, bila generasi Z lebih cerdas, maka mereka akan mencari referensi dari sumber yang lebih independen dan terpercaya. Bukan dari orang yang hanya menjual produk. Dia mengingatkan untuk mencari saran dari orang yang benar-benar netral dan tidak dibayar untuk mempromosikan sesuatu.

“Kalau saran itu datang dari pihak yang menjual produk, jelas itu adalah iklan, bukan nasihat murni,” ujar Freddy.

“Ketergantungan pada dunia virtual yang terus menerus memberikan informasi dan pengaruh tertentu, pasti akan memengaruhi pola pikir dan kebiasaan mereka (generasi Z) dalam mengelola keuangan.”

img
Irene Anggraini
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan