close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi poster film Pabrik Gula./Foto imdb.com
icon caption
Ilustrasi poster film Pabrik Gula./Foto imdb.com
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 08 April 2025 16:00

Ritual manten tebu tak seseram di film Pabrik Gula

Manten tebu dilakukan di beberapa daerah penghasil gula, terutama di Jawa, menyambut musim penggilingan tebu.
swipe

Film horor Pabrik Gula, yang mengisahkan teror hantu di lingkungan sebuah pabrik gula di Jawa Timur, diakhiri dengan kematian Hendra (Bukie B. Mansyur) dan Naning (Erika Carlina)—dua buruh musiman yang melanggar aturan dengan melakukan persetubuhan di salah satu gudang pabrik.

Hendra dan Naning dijadikan tumbal agar penguasa gaib di pabrik gula tua itu tak semakin marah dan menghabisi banyak orang di sana. Mereka dijadikan manten (pengantin) tebu. Dalam sebuah ritual, mereka diarak, lalu dikubur hidup-hidup bersama sesajen di tengah ladang tebu dekat pabrik.

Tradisi manten tebu nyatanya memang hidup di daerah-daerah penghasil tebu di Indonesai, terutama wilayah Jawa. Menurut Ratna Wulandari dari artikel “Tradisi Manten Tebu di Tulungagung: Budaya Leluhur yang Perlu Dilestarikan” di buku Kumpulan Esai: Menemukan Harmoni Tradisi dan Masa Kini (2024), ini merupakan tradisi tahunan yang sudah dilakukan sejak awal berdirinya pabrik gula.

Tak ada informasi pasti kapan tradisi itu dilakukan. Namun, Ratna menyebut, manten tebu pertama kali dilakukan tahun 1851.

“Pelaksanaan tradisi manten tebu berbeda-beda di setiap daerah. Ada variasi dalam hal ritual, durasi upacara, dan elemen-elemen yang terlibat,” tulis Ratna.

“Tradisi ini sering kali dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti setelah panen tebu atau dalam merayakan hari besar dalam kalender Jawa.”

Di pabrik gula Semboro, Kabupaten Jember, Jawa Timur, disebut Nofi Antikasari dan Dendy Andriyanto dalam “Makna Simbolis dalam Ritual Tradisi Manten Tebu di Pabrik Gula Semboro Kabupaten Jember”, yang terbit di Jurnal Online Baradha (JOB) (2023), tradisi manten tebu dilakukan setiap tahun, saat buka giling tebu. Biasanya diadakan setiap April atau Mei.

Sebulan sebelum masuk bulan prosesi petik manten tebu, semua ladang tebu milik pabrik dilihat untuk mencari tebu yang pas, kemudian mencari hari baik menggunakan perhitungan Jawa untuk prosesi.

Tebu yang digunakan sebagai simbol manten tidak dipilih sembarangan, tetapi dicari yang punya bibit super, tebu paling bagus dari lainnya. Tebu perempuan dipanen dari kebun milik pabrik, sedangkan tebu pria dipanen dari kebun milik petani.

Intinya, manten tebu bukan manusia yang dinikahkan, tetapi hanya tebu yang disimbolkan sebagai manusia. Untuk mengetahui tebu pria dan perempuan, dapat dilihat dari batangnya. Batang pria ditandai dengan keris kecil dan janur kuning berbentuk burung, sedangkan tebu perempuan batangnya berwarna putih.

“Tebu yang diambil untuk manten simbolis pria diberi nama Raden Bagus Rosan dan wanitanya Dyah Ayu Roromanis,” tulis Nofi dan Dendy.

“Nama tersebut bermakna bahwa tebu yang dipanen itu baik, unggul, bersih, dan manis, sehingga hasil gulanya dapat melimpah.”

Di Kabupaten Jember, menurut Nofi dan Dendy, manten tebu juga mengikutsertakan peraga pengantin manusia. Syaratnya, mereka yang dipilih belum pernah menjadi pengantin dan masih perjaka serta perawan. Peraga pengantin manusia dipilih dari para pegawai pabrik. Selain itu, disediakan pula sesajen yang dipersembahkan kepada leluhur.

“Acara petik manten tebu harus dilaksanakan pada jam satu siang, tidak kurang dan tidak lebih,” tulis Nofi dan Dendy.

Acara ini sudah menjadi pesta rakyat, dengan berbagai pertunjukan kesenian dan pasar rakyat. “Tradisi manten tebu ini semakin ramai ketika ada pasar malam yang dikenal dengan sebutan royalan digelar di dekat pabrik gula Semboro setelah melaksanakan tradisi tersebut,” tulis Nofi dan Dendy.

Di pabrik gula Mojopanggung, Tulungagung, Jawa Timur, menurut Ratna Wulandari, tradisi manten tebu sudah dilakukan turun-temurun oleh karyawan pabrik dan petani tebu yang menjadi mitra mereka.

Prosesi ini diawali dengan kirab rombongan pengantin tebu dari kawasan perkampungan menuju area pabrik gula. Yang menjadi pengantin juga dua batang tebu pilihan, diberi nama yang punya makna baik. Kirab ini dilakukan layaknya hajatan pengantin manusia, lengkap dengan ijab kabul.

Pengantin tebu diarak para pendamping, sambil membawa aneka sesajen dan seserahan, diiringi gending Jawa. Beberapa pejabat pabrik gula bertugas membawa pasangan manten tebu secara bergantian, mulai dari pintu barat hingga stasiun penggilingan. Lalu, pengantin tebu dimasukkan ke dalam mesin giling bersama sesajen.

Sementara itu, menurut Fandilah Dwi Andriyani dalam artikel “Makna Simbol dalam Tradisi Ngarak Manten Tebu di Cepiring Kendal” di buku Antropologi dan Pluralisme Budaya Tanah Jawa dan perspektif berbagai Bidang Keilmuan (2021), di pabrik gula Cepiring, Kendal, Jawa Tengah tradisi ini dikenal juga dengan istilah wiwitan giling tebu.

Wiwitan dalam bahasa Indonesia berarti mulai, mula-mula, secara umum wiwitan adalah salah satu adat slametan di Jawa yang mulainya berfungsi sebagai persembahan kepada Dewi Sri sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas hasil panen yang diberikan,” tulis Fandilah.

Tradisi ini dilakukan untuk mengawali musim giling tebu, tetapi bulannya tidak menentu, tergantung apakah kualitas tebu sudah siap dipanen apa belum. Di Kendal, tradisi tersebut dimeriahkan pertunjukan kuda lumping, barongan, dan sebagainya.

“Runtutan di jalan ketika ngarak manten tebu diawali dengan seni reog, diikuti manten tebu dan pengapet-nya, lalu di belakangnya drum band yang diakhiri seni barongan,” tulis Fandilah.

Terdapat sesajen dari jajanan pasar dan kepala kerbau, yang menjadi pelengkap ritual. Setelah pengantin tebu dimasukkan ke mesin penggiling, acara dilanjutkan dengan barongan, kuda lumping, dan wayang kulit.

“Filosofi di balik tradisi manten tebu, di antaranya simbol kesuburan dan kemakmuran, penghormatan terhadap alam, dan identitas budaya,” kata Fandilah.

Di sisi lain, menurut Nofi dan Dendy, ritual manten tebu bertujuan agar hubungan kerja sama antara petani tebu dan pihak pabrik gula berjalan lancar. Di samping itu, untuk meminta keselamatan kepada Tuhan serta menyuguhkan kesiapan sarana dan prasarana pabrik untuk menerima tebu yang akan digiling.

“Tebu yang menjadi objek manten tebu merupakan bentuk penghormatan terhadap tanaman tebu yang telah memberi kehidupan bagi manusia,” tulis Nofi dan Dendy.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan