close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi/Pixabay
icon caption
Ilustrasi/Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 04 Februari 2020 18:10

Riuh rendah isu rokok elektrik di linimasa

95% paru-paru pengguna rokok elektrik yang mengikuti rontgen massal dalam kondisi bersih.
swipe

MASIH ingat dengan aksi rontgen massal yang dilakukan lebih dari 200 pengguna rokok elektrik (vaper) Yogyakarta? Hasil pemeriksaan mereka diungkap dalam talkshow "Vape vs Issue", di Yogyakarta, 1 Februari lalu.

Mengutip Tribun Jogja, dr Arifandi Sanjaya, dokter umum sekaligus narasumber dalam talkshow tersebut menyatakan, 95% paru-paru peserta rontgen massal tersebut dalam kondisi bersih, seperti orang normal.

Aksi vaper di Kota Pelajar pada Desember 2019 tersebut bukan tanpa landasan. Aksi ini merupakan upaya para penikmat produk tembakau alternatif untuk menyanggah banyaknya misinformasi yang beredar di masyarakat mengenai bahaya mengonsumsi vape terhadap kesehatan.

Memang pada November 2019, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melayangkan wacana larangan penggunaan rokok elektrik. Wacana larangan ini pun dikampanyekan dengan lebih masif melalui informasi bahaya rokok elektrik yang dicuitkan akun Twitter @KemenkesRI, yang sontak memantik polemik di lini masa Twitter.

Perdebatan tentang rokok elektrik kian riuh setelah Pengurus Pusat Muhammadiyah mengumumkan fatwa yang mengharamkan vape pada 24 Januari. Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengklaim, fatwa haram vape ini mempertegas fatwa haram rokok yang sudah pernah dikeluarkan sebelumnya.

Dikutip dari Antara, anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Wawan Gunawan Abdul Wachid di Yogyakarta menyatakan, rokok elektronik hukumnya haram sebagaimana rokok konvensional karena termasuk kategori perbuatan konsumsi yang khaba'is atau merusak atau membahayakan. Selain itu, membeli vape, menurut Muhammadiyah, merupakan perbuatan tabzir atau pemborosan yang dilarang menurut Al Quran. 

Usai pengumuman keputusan Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tersebut, tagar #FatwaHaramVape menjadi trending pada lini masa Twitter.

Reaksi warganet soal #FatwaHaramVape amat beragam. Selain adu argumentasi kubu pro dan kontra, banyak pula tweeps menanggapi isu ini dengan candaan.

Masifnya perbincangan mengenai rokok elektrik ini menunjukkan bahwa isu tersebut masih menjadi perhatian publik Tanah Air. Tak ayal, beragam tagar muncul menanggapi perdebatan ini seperti #stopvapingstopmerokok, #prokontravape dan #rokokelektrikbukanpenjahat.

Sejak masuk ke Indonesia pada 2013, rokok elektrik memang menjadi sumber kontroversi mengingat belum adanya regulasi yang mengatur peredaran, konsumsi, hingga ambang batas berbagai kandungan dalam cairannya (liquid). Di sisi lain, publik juga dihadapkan pada berbagai klaim yang kontras dan saling bertentangan tentang risiko dampak kesehatan yang mungkin timbul dari rokok elektrik.

Pada 2017, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya menerbitkan regulasi pertama tentang rokok elektrik. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017, pemerintah mematok tarif cukai sebesar 57% dari harga banderole untuk produk liquid vape, yang merupakan tarif tertinggi yang diperbolehkan Undang-Undang Cukai. Terbaru, ramai terdengar pemerintah berencana menaikkan lagi tarif cukai untuk rokok elektrik tersebut mengikuti kenaikan cukai pada rokok konvensional. Rencana tersebut tentunya menuai protes dari pelaku industri. Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto mengatakan, saat ini tarif cukai untuk liquid vape yang dikenakan sebesar 57% dari harga banderolenya sudah sangat tinggi dan membebani industri.

“Kami mohon pada pemerintah untuk memberikan dukungan dengan tidak melakukan perubahan kebijakan cukai atau menaikkan beban cukai yang harus dibayarkan. Apalagi, menaikkan HJE minimum. Kami minta status quo untuk beberapa tahun ke depan, setidaknya sampai industri ini sudah stabil dan informasi terkait industri dapat dikaji secara komprehensif. Industri ini akan semakin terpuruk jika beban cukainnya naik lagi,” ujarnya.

Aryo juga menyatakan bahwa Pemerintah seharusnya mendasari setiap kebijakan yang diambil pada basis data atau kajian ilmiah yang valid.

“Kami siap bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya untuk melakukan kajian ilmiah bagi produk tembakau alternatif, baik dari sisi kesehatan hingga dampak ekonominya. Kajian ini dapat menjadi data acuan bagi pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. Kami harap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tambahan sebelum ada basis data atau kajian yang valid,” pungkas Aryo.

Pengguna dan pebisnis rokok elektrik Rhomedal Aquino pun menyatakan keberatannya dengan kenaikan cukai untuk cairan vape ini.  "Engga setuju, kami industri baru, masih kecil," ucapnya singkat melalui pesan Whatsapp.

Sementara itu, dr. Arifandi, mengingatkan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan masukan dari semua pihak dalam menentukan regulasi terkait vape.

"Coba libatkan kami juga para user, para pelaku industri. Ngobrol duduk bareng supaya bisa keluar keputusan yang win-win solution buat kami, buat negara juga. Jadi semua lebih aman," tutupnya.

img
Tri Kurniawan
Reporter
img
Tri Kurniawan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan