Pekan ini, ribut-ribut rumah tangga antara Youtubers yang disebut sebagai Hafidz Muda Indonesia Taqy Malik dengan Salmafina Khairunnisa menyita perhatian publik. Prahara rumah tangga pernikahan yang baru berlangsung tiga bulan yang menikah di usia muda menjadi bahan diskusi para netizen seantero negeri.
Drama panjang penuh konflik antara dua keluarga Taqy dan Salmafina setiap hari disuguhkan pada peristiwa baru. Terkini, sang menantu yakni Salmafina datang ke acara pres confrence yang diselenggarakan Ayah Taqy pada Rabu 27/12. Kedatangan Salma, begitu panggilan karibnya sekedar mencium tangan ayah mertuanya. Tidak sampai lima menit, ia keluar dari tempat acara tersebut.
Apa yang sedang terjadi dalam rumah tangga kedua pengantin baru ini? Mudah disimpulkan bahwa Taqy dan Salmafina tidak berkomunikasi dengan baik.
Sebenarnya relasi suami istri memberi landasan dan menentukan warna bagi keseluruhan relasi di dalam keluarga. Banyak keluarga yang berantakan, karena kegagalan dalam relasi suami istri.
Pada kasus Taqy dan Salmafina, relasi sudah keburu berantakan ,saat komunikasi semakin jarang dilakukan. Perbedaan tempat tinggal dengan alasan menempuh pendidikan di negeri orang menjadi kendala besar hubungan pasangan suami istri.
Kemajuan teknologi dimana komunikasi tidak lagi terbatas harus dalam tatap muka, kemungkinan tidak menjadi pilihan untuk merawat hubungan relasi suami istri. Kalau berkomunikasi saja tidak dilakukan, bagaimana bisa saling menyesuaikan diri?
Sebab kunci bagi langgengnya perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara pasangan. Penyesuaian ini bersifat dinamis dan memerlukan sikap dan cara berpikir yang luwes.
Calhoun & Acocella dalam bukunya Psychology of Adjusment and Human Relationship mengatakan bahwa penyesuaian adalah interaksi yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Maka itu tiga indikator proses penyesuaian suami istri adalah: konflik, komunikasi dan berbagi tugas rumah tangga. Ingat keberhasilan pernikahan tidak ditandai dengan tiadanya konflik yang terjadi. Penyesuaian yang berhasil ditandai oleh sikap dan cara konstruktif dalam melakukan resolusi konflik.
Lalu dimana peran komunikasi? Komunikasi berperan dalam melakukan resolusi konflik yang konstruktif. Komunikasi berperan penting dalam aspek perkawinan yakni membangun kedekatan dan keintiman dengan pasangan.
Bila sentiasa terjaga, maka hal itu menandakan proses penyesuaian keduanya telah berlangsung dengan baik.
Salahkah menikah muda?
Jawabannya masih diperdebatkan. Hanya saja, perlu disadari bahwa pernikahan merupakan suatu bekal hidup yang harus dipersiapkan dengan matang.
Secara fisik anak bisa terlihat lebih cepat matang dan dewasa. Namun psikis, ekonomi, agama, sosial maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu mampu membangun komunitas baru bernama keluarga.
Inilah yang membawa risiko bahwa pernikahan di usia muda rentan ditimpa masalah karena tingkat pengendalian emosi belum stabil. Perceraian merupakan kulminasi dari penyelesaian perkawinan yang buruk.
Perceraian terjadi apabila antara suami-istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Lalu dimana peran orang tua menghadapi anak yang telah berumah tangga?
Orang tua harus menyadari untuk tidak ikut campur urusan rumah tangga anak apalagi yang mendatangkan hal yang negatif terhadap rumah tangga anak. Biarkan anak membina rumah tangganya sendiri dengan mempercayakan bahwa tanggung jawab yang diberikan kepada anak sudah ditanggung oleh pasangannya.