close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kopi campuran alkohol dinilai sah-sah saja asal diberitahukan terlebih dahulu kepada para konsumen yang hendak memasan./ilustrasi pixabay
icon caption
Kopi campuran alkohol dinilai sah-sah saja asal diberitahukan terlebih dahulu kepada para konsumen yang hendak memasan./ilustrasi pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 31 Juli 2019 10:00

Saling tiru antar kedai terciptalah kopi alkohol

Bertumbuhnya beragam menu minuman kopi kreasi bertalian dengan orientasi profit bisnis kedai kopi.
swipe

Gambaran maraknya menu kopi kreasi, dalam pandangan Pemilik kedai kopi Kararopi Yan Dikara terkait perubahan gelombang industri kopi dunia. Yan bercerita, industri kopi kini sudah memasuki gelombang ketiga yang dimulai sejak awal tahun 2000. 

Di Indonesia, menurut Yan, gelombang ketiga industri kopi menujukkan gejalanya sekitar tahun 2011 dengan munculnya kedai kopi yang menjual menu kopi murni dari bermacam biji kopi single origin. Gelombang ketiga ini muncul sebagai terobosan dan kritik atas gelombang pertama dan kedua industri kopi.

Secara ringkas, gelombang pertama menghadirkan corak industri kopi kemasan sachet yang dimulai pada abad ke-19. Kala itu, industri kopi instan berorientasi peningkatan konsumsi kopi sebanyak-banyaknya, tapi mengesampingkan kualitas produk kopi. 

Sementara pada 1960-an, gelombang kedua lahir ditandai berdirinya kedai kopi Starbucks, hingga kini. Pada gelombang kedua, kopi mulai dinikmati, bukan sekadar dikonsumsi. Bermacam menu kopi mulai disertai label “latte” dan “cappucinno” yang ditambahi bahan perasa lain, seperti gula, krim, dan susu.

“Di gelombang ketiga, kopi ya balik ke kopi murni,” kata Yan. 

Kopi single origin mencirikan rasa dan kualitas kopi yang didasarkan menurut area, wilayah, atau daerah khusus yang digunakan sebagai tempat menanam kopi. Ada beberapa macam single origin unggulan di Indonesia atau disebut pula sebagai kopi spesialti, antara lain: biji kopi Gayo, Mandailing, Java Prianger, Kintamani, Bajawa, dan Papua.

Di kedainya, Yan juga menjajakan kopi dengan berbagai macam single origin. Namun, kata dia, sekira dua tahun belakangan, perkembangan selera dan gaya hidup masyarakat dalam mengonsumsi kopi telah berubah seiring tren menu kopi-kopi kreasi.

Hal itu, menurut dia, dipengaruhi munculnya menu kopi susu yang marak bahkan menjadi unggulan di beberapa kedai kopi.

“Saya cukup sedih ketika budaya meminum kopi single origin itu belum lama berkembang di Indonesia, lalu muncul es kopi susu,” ujar Yan. 

Tren kopi susu itu, ungkap Yan, dimulai sejak sekitar 2016 setelah salah satu kedai kopi di Jakarta menjual menu kopi susu dan menarik minat Presiden Jokowi untuk mencicipnya.

Lambat laun, terjadi saling tiru menu antarkedai. Yan mengaku pula, dia sedikit-banyak terpengaruh oleh tren itu.

Gue nggak bisa idealis. Kami tidak bisa serta-merta memaksa orang meminum kopi single origin. Maka selain single origin, kami tawarkan juga kopi kreasi,” ujarnya. 

Kini, Karaopi menjajakan beberapa menu kopi, antara lain: single origin, kopi susu, juga kopi kreasi seperti El Capitano dan Kopi Anti Peluru. 


Gelombang peminum kopi di Indonesia terbagi dalam tiga gelombang./Alinea

Gambaran maraknya menu kopi kreasi, dalam pandangan Pemilik kedai kopi Kararopi Yan Dikara terkait perubahan gelombang industri kopi dunia. Yan bercerita, industri kopi kini sudah memasuki gelombang ketiga yang dimulai sejak awal tahun 2000. 

Di Indonesia, menurut Yan, gelombang ketiga industri kopi menujukkan gejalanya sekitar tahun 2011 dengan munculnya kedai kopi yang menjual menu kopi murni dari bermacam biji kopi single origin. Gelombang ketiga ini muncul sebagai terobosan dan kritik atas gelombang pertama dan kedua industri kopi.

Secara ringkas, gelombang pertama menghadirkan corak industri kopi kemasan sachet yang dimulai pada abad ke-19. Kala itu, industri kopi instan berorientasi peningkatan konsumsi kopi sebanyak-banyaknya, tapi mengesampingkan kualitas produk kopi. 

Sementara pada 1960-an, gelombang kedua lahir ditandai berdirinya kedai kopi Starbucks, hingga kini. Pada gelombang kedua, kopi mulai dinikmati, bukan sekadar dikonsumsi. Bermacam menu kopi mulai disertai label “latte” dan “cappucinno” yang ditambahi bahan perasa lain, seperti gula, krim, dan susu.

“Di gelombang ketiga, kopi ya balik ke kopi murni,” kata Yan. 

Kopi single origin mencirikan rasa dan kualitas kopi yang didasarkan menurut area, wilayah, atau daerah khusus yang digunakan sebagai tempat menanam kopi. Ada beberapa macam single origin unggulan di Indonesia atau disebut pula sebagai kopi spesialti, antara lain: biji kopi Gayo, Mandailing, Java Prianger, Kintamani, Bajawa, dan Papua.

Di kedainya, Yan juga menjajakan kopi dengan berbagai macam single origin. Namun, kata dia, sekira dua tahun belakangan, perkembangan selera dan gaya hidup masyarakat dalam mengonsumsi kopi telah berubah seiring tren menu kopi-kopi kreasi.

Hal itu, menurut dia, dipengaruhi munculnya menu kopi susu yang marak bahkan menjadi unggulan di beberapa kedai kopi.

“Saya cukup sedih ketika budaya meminum kopi single origin itu belum lama berkembang di Indonesia, lalu muncul es kopi susu,” ujar Yan. 

Tren kopi susu itu, ungkap Yan, dimulai sejak sekitar 2016 setelah salah satu kedai kopi di Jakarta menjual menu kopi susu dan menarik minat Presiden Jokowi untuk mencicipnya.

Lambat laun, terjadi saling tiru menu antarkedai. Yan mengaku pula, dia sedikit-banyak terpengaruh oleh tren itu.

Gue nggak bisa idealis. Kami tidak bisa serta-merta memaksa orang meminum kopi single origin. Maka selain single origin, kami tawarkan juga kopi kreasi,” ujarnya. 

Kini, Karaopi menjajakan beberapa menu kopi, antara lain: single origin, kopi susu, juga kopi kreasi seperti El Capitano dan Kopi Anti Peluru. 


Gelombang peminum kopi di Indonesia terbagi dalam tiga gelombang./Alinea

Asal diinformasikan 

Dari sudut pandang asosiasi pengusaha biji kopi, bertumbuhnya beragam menu minuman kopi kreasi bertalian dengan orientasi profit bisnis kedai kopi. Sekretaris Eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Miftakhul Kirom menilai kopi kreasi sah-sah saja. Termasuk bila menu kopi diolah dengan tambahan minuman mengandung alkohol.

“Ya nggak apa-apa. Itu varian, sama seperti menu makanan, kalau nggak ada varian, bagaimana bisa berkembang?” ujarnya saat ditemui di kantor pusat AEKI, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).

Miftakhul juga mengungkapkan, pengembangan varian produk minuman lazim dalam ranah usaha makanan dan minuman. Mengenai kandungan zat alkohol yang dapat memabukkan, Miftakhul mengatakan hal itu bergantung pada respons masyarakat selaku konsumen. 

Menu kopi kreasi, kata dia, akan menjadi bermasalah bila pemilik kedai atau restoran tidak memberitahukan secara terbuka kepada konsumennya mengenai kandungan zat tertentu yang bertentangan dengan pemahaman sebagian orang.

“Kalau sudah diinformasikan di situ, makanan ini haram, mengandung minyak babi, misalnya, ya tidak apa-apa. Tapi kalau sesudah diberitahukan, tetapi konsumen tetap mau mengonsumsi itu, ya silakan,” ujar Miftakhul membandingkan.

Adapun bagi Yan yang telah menggeluti usaha kedai Kararopi selama empat tahun, inovasi dan kreasi masih akan dia lakukan. Hal itu, kata dia, diupayakan untuk menyikapi tanggapan atau komplain pelanggan kedainya, termasuk dengan mempersiapkan stok bahan-bahan minuman untuk menu tertentu.

Senada dengan Miftakhul, Yan menilai pengelola bisnis kedai kopi dituntut untuk selalu kreatif. Dia pun selalu mengikuti perkembangan terbaru di bidang usaha makanan dan minuman. Dia justru merasa senang dengan keberagaman menu kopi kreasi yang muncul dari kekhasan menu kopi dijajakan kedai-kedai lain.

“Kedai kopi itu termasuk salah satu industri kreatif. Gue menciptakan menu dengan mengulik sesuatu, dari rasa kesenangan. Kedai lain pun punya menu unggulan dan resepnya masing-masing. Ya, silakan,” tuturnya.

 

Bersambung

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan