Indonesia telah menjadi tujuan destinasi pariwisata dunia dengan berbagai daerah wisata unggulan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia. Namun di sisi lain, peningkatan jumlah wisatawan di berbagai kawasan destinasi wisata tersebut juga meningkatkan jumlah sampah yang dihasilkan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) di 2018, tingkat kepedulian masyarakat terkait pengelolaan sampah hanya mencapai 28%.
Destinasi wisata di Indonesia juga sebagian besar tersebar di daerah kepulauan sehingga dibutuhkan upaya yang lebih untuk membangun ekosistem dan infrastruktur pengelolaan sampah dan hal ini hendaknya menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan.
Masih rendahnya program dan infrastruktur pengelolaan sampah di kawasan wisata ini, dapat berpotensi berimplikasi terhadap meningkatnya emisi karbon di lingkungan yang berkontribusi terhadap isu pemanasan global.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Alue Dohong dalam diskusi online menjelaskan, sampah menjadi salah satu sumber yang menyebabkan kondisi lingkungan menjadi menurun kualitasnya, bukan hanya secara estetika, tetapi lebih penting lagi, karena sampah merupakan salah satu sektor sumber emisi gas rumah kaca (GRK) yang berbahaya bagi kerusakan atmosfir yang akan memberikan dampak buruk pada kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah berperan penting dalam penerapan peraturan pengelolaan sampah berbasis kawasan, termasuk di antaranya kawasan wisata.
“Penanganan dan pengelolaan sampah untuk turunkan emisi GRK harus melibatkan seluruh komponen masyarakat yang meliputi pemerintah baik pusat dan daerah, akademisi, aktivis, komunitas, dunia usaha, asosiasi profesional dan bahkan individual. Industri daur ulang dapat berperan besar dalam proses pengurangan sampah sehingga sampah di kawasan wisata dapat dikumpulkan lalu didaur ulang menjadi produk yang lebih bermanfaat. Bank sampah dan pengepul sampah adalah ujung tombak dalam pengumpulan sampah, selain sebagai sarana pengumpulan sampah juga sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampahnya”, lanjut Alue Dohong, dalam keterangannya, Selasa (1/3).
Pernyataan pentingnya membangun “Pariwisata Berkelanjutan” disampaikan pula oleh Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Perlu adanya keseimbangan antara sosial budaya, ekonomi dan lingkungan, di mana salah satunya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab sehingga menciptakan alam yang bersih, indah dan nyaman sebagai modal industri pariwisata Indonesia. KLHK juga melakukan aksi nyata secara masif melalui komunikasi informasi dan edukasi kepada seluruh elemen masyarakat untuk melakukan pilah sampah di sumber, gerakan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, pendampingan dan peningkatan kapasitas bagi pemerintah daerah serta bermitra dengan berbagai pihak seperti acara hari ini,” tutur dia.
Sementara aktivis Bank Sampah Toba Fei Febri menyebutkan, pengelolaan sampah bukanlah hanya tanggung jawab dari pemerintah tetapi pengelolaan sampah juga berasal dari kerjasama antar semua pihak.
“Untuk pengolahan sampah sendiri, saya mengalami kesulitan pada tenaga kerja. Dikarenakan kurangnya minat anggota untuk tergabung dalam pengelolaan sampah yang artinya kurang peduli dengan lingkungan kita, tahapan pengelolaan sendiri yang dimulai dari pengumpulan banyaknya sampah dan kemudian sampah tersebut diolah,” ungkap dia.