Di era banjir informasi di jagat maya, perkara mencari orang hilang bisa jadi sangat sederhana.
Genre film thriller seringkali identik dengan teka-teki yang rumit, aksi menegangkan, dan darah. Namun, hal itu tak berlaku bagi film “Searching” (2018) garapan sutradara muda Aneesh Chaganty. Film ini secara sederhana mengangkat kisah pencarian seorang ayah yang kehilangan putrinya melalui data digital.
Adalah David Kim (John Cho) yang pada mulanya hidup bahagia dengan sang istri, Pamela Nam Kim (Sara Sohn) dan putrinya, Margot (Michelle La). Namun, kebahagiaan itu seketika runtuh ketika sang istri divonis mengidap kanker dan akhirnya meninggal dunia. David Kim pun tenggelam dalam jelaga kesedihan. Sementara sang putri, mencari pelarian di dunia maya.
Tanpa disangka, suatu hari Margot hilang begitu saja bak ditelan bumi. Dengan lekas, David pun menghubungi 911 untuk melaporkan kasus kehilangan ini. Sialnya, setelah 37 jam pencarian, Margot tak kunjung ditemukan.
Alih-alih hanya berharap dari kerja investigasi yang dilakukan petugas polisi, David Kim justru berinisiatif untuk mencarinya sendiri ke tempat yang belum pernah diperiksa: laptop milik putrinya. Di sinilah David mulai melusuri jejak-jejak digital yang ditinggalkan Margot sebelum ia menghilang.
David mendadak menjadi seorang detektif digital. Tak seperti detektif konvensional yang dengan serius memeriksa barang bukti sembari menghisap pipa, David hanya sibuk berkutat di depan layar laptop.
Ia membuka semua folder milik putrinya dan membuka akun-akun media sosialnya. Dengan sedikit kikuk, ia mencoba membuka Facebook, Instagram, hingga Youcast. Bahkan, ada adegan lucu ketika David sedang live show streaming di Youcast dan ketika David mengira situs penyedia blog tumblr sebagai wadah minuman—pada momen ini Aneesh Chaganty berhasil memicu tawa penonton.
David menelusuri jejak digital sang putri untuk melacak keberadaannya./ IMDB
Meskipun begitu, David melakukan kerja penelusuran digitalnya itu dengan teliti dan presisi sekali. Dari mulai mengamati setiap video sampai mengonfirmasi tiap percakapan yang ditinggalkan oleh putrinya. David juga tak segan menggunakan platform berbayar untuk mencari data-data tertentu seperti nomor telepon.
Sampai akhirnya kerja gemilang David membuahkan hasil: tempat terakhir Margot ditemukan. Sayang, berdasarkan hasil pencarian Detektif Vick (Debra Missing) yang menangani kasus ini, Margot dipastikan telah meninggal dunia beserta mobilnya dalam danau. Konon, ia dibunuh seorang mantan pengedar narkoba.
Sontak, berita kematian Margot ini pun menjadi viral dan meraup banyak simpati dari masyarakat setempat. Kerabat, saudara, dan semua temannya membuat video ucapan simpati pada Margot.
Namun, lagi-lagi David masih belum menyerah. Ia merasa ada yang janggal dengan kematian putrinya. Dalam konteks ini, kita pun mesti ingat, "Searching" merupakan film thriller—genre film yang muskil untuk tidak menempelkan plot twist.
Menjelang babak akhir, plot twist itu benar-benar muncul. Penonton disuguhi dengan fakta yang sangat menohok. Pamungkas cerita "Searching" ini akan membuat para penontonnya serentak berkata “Oh begitu...”
Pasalnya, dari awal saat David Kim melakukan kerja detektif digitalnya, penonton seperti digiring untuk menyusun puzzle dan menandainya sendiri. Semuanya tersusun begitu rapi dan detail sekali. Bagi penonton yang lengah, akan dengan mudah terkecoh.
Dari segi teknik pengambilan gambar, "Searching" bisa dibilang cukup eksperimental. Pengambilan gambar jadi begitu ringkas karena hanya menggunakan layar laptop, layar ponsel pintar, dan rekaman CCTV. Ini tentu akan mengingatkan kita pada film “Buried” (2010).
Dengan keunikannya ini, tak heran bila film besutan sutradara berusia 27 tahun tersebut menyabet penghargaan untuk festival film Sundance, kategori Audience Award Next dan Alfred P. Sloan Feature Film Prize. Piala itu tentu membuat karya Aneesh berikutnya jadi laik dinanti.
Pun, melalui film "Searching", kita diingatkan data digital merupakan pangkal dari segala identitas diri. Selama aktif di jagad maya dan rajin meninggalkan jejak digital, semua tindak-tanduk kita bisa ditelusuri oleh siapa pun. Bahkan, melalui data digital itu, identitas kita bisa dipalsukan atau dimanfaatkan orang-orang yang ingin berbuat jahat. Pada akhirnya, ketika kita sudah terbiasa hidup di jagad maya, kita harus siap menerima semua konsekuensinya. Jadi, masihkah kamu betah aktif di jagad maya?