Perburuan UFO dari masa ke masa: Seberapa dekat kita dengan kaum alien?
Cahaya rembulan masih bersinar terang saat pesawat Eastern Air Lines DC-3 membelah awan di langit pada ketinggian 5.000 kaki jelang dini hari pada 24 Juli 1948 itu. Kapten Clarence S. Chiles and co-pilot John B. Whitted berada di balik kemudi. Sebanyak 20 penumpang--sebagian besar terlelap--dibawa burung baja yang tengah dalam perjalanan dari Houston ke Atlanta, Amerika Serikat (AS) tersebut.
Penerbangan itu sebenarnya penerbangan rutin. Ada banyak pesawat domestik yang berbagi ruang di "koridor" Houston-Atlanta, pagi itu. Namun, tak satu pun yang punya pengalaman serupa dengan Eastern Air Lines DC-3.
Tepat pukul 02.45 waktu setempat, pesawat mulai mendekat ke Montgomery, Alabama. Sekitar 20 mil dari kota itu, Chiles, Whitted, dan seorang penumpang menyaksikan sebuah pesawat aneh melintas di depan mata mereka.
"Jelas sekali terlihat pesawat itu tidak punya sayap dan bahwa dia bertenaga jet atau jenis daya lainnya, menyemburkan api di belakang pesawat hingga sekitar 50 kaki," ujar Chiles, dalam keterangan resmi, sepekan setelah peristiwa itu.
Chiles menyaksikan penampakan pesawat itu selama sekitar 10 detik sebelum pandangannya tertutup oleh awan terang. Ia merekam detail yang tak biasa dimiliki sebuah pesawat pada masa itu: dua baris jendela yang mengindikasikan keberadaan dua dek.
"Dari jendela-jendela itu, terpancar cahaya yang sangat terang. Di bawah pesawat itu terlihat sinar berwarna biru," jelas Chiles.
Menurut Chiles, pesawatnya dan pesawat aneh itu hampir bertabrakan ketika itu. Ia membelokkan pesawatnya ke kiri. Pilot pesawat aneh itu juga melakukan hal serupa. Di langit Montgomery, kedua pesawat berpapasan pada jarak sekitar 700 kaki.
"Lantas, seolah sang pilot telah melihat kita dan ingin menghindar, pesawat tiba-tiba mengeluarkan semburan api yang sangat kencang dari bagian belakangnya, melesat, dan menghilang di balik awan," tutur Chiles.
Whitted, sang co-pilot, merilis testimoni serupa. Seingat dia, pesawat aneh itu bentuknya seperti cerutu dengan panjang sekitar 100 kaki. Chilles membenarkan ada dua baris jendela pada bagian tubuh pesawat. Jendela-jendela itu berbentuk kotak dengan ukuran sangat besar.
"Badan pesawat itu tampaknya sekitar tiga kali ukuran sebuah pesawat (pengebom) B-29... Saya bertanya kepada Kapten Chiles tentang apa yang baru saja kita saksikan dan dia berkata dia juga tidak tahu," tutur Whitted.
Testimoni kedua pilot itu menggegerkan publik. Meski viral, tak satu pun institusi di AS mengklaim eksistensi pesawat semacam itu. Boeing, produsen pesawat terbesar di AS, membantah pabriknya punya produk semacam itu. Militer AS pun demikian.
“Militer tak punya sesuatu yang seperti itu. Saya berharap kita punya," kata General George C. Kenney, Kepala Komando Strategis Udara AS, kepada Associated Press.
Itu sebenarnya bukan kali perdana penampakan unidentified flying object (UFO) dilaporkan warga AS. Setahun sebelumnya, saat terbang mengunakan pesawat kecilnya, pengusaha Kenneth Arnold menyaksikan sembilan objek berkecepatan tinggi di langit dekat Mount Rainier, Washington DC.
Kecepatan objek-objek itu, kata Arnold, seperti "piring-piring cawan yang memantul saat dilempar ke air." Media AS keliru memperkirakan objek tak dikenal itu berbentuk seperti piring. Piring terbang pun tenar di kalangan pecinta teori konspirasi.
Pada tahun yang sama, peternak W.W. “Mac” Brazel melaporkan reruntuhan pesawat di dekat lapangan udara militer di Roswell, New Mexico. Media lokal menyebutnya sebagai sisa-sisa piring terbang. Militer AS mengklaim itu rongsokan itu hanya balon udara yang jatuh. Anehnya, rongsokan itu tersebar hingga 180 meter.
Berbeda dengan dua kasus itu, testimoni Chiles dan Whitted sempat ditanggapi serius oleh militer AS. Selain karena mendetailnya testimoni tersebut, Chiles dan Whitted juga dianggap terpercaya lantaran pernah jadi pilot untuk Angkatan Udara AS semasa Perang Dunia II.
Testimoni Chiles dan Whitted mendorong Air Technical Intelligence Center (ATIC) menyusun dokumen rahasia untuk kalangan militer. Dokumen itu diberi judul "garing" dan mengecoh: "Estimate of the Situation". Salinan dokumen itu sampai ke tangan Edward J. Ruppelt, salah seorang petinggi Angkatan Udara AS yang kelak ditunjuk jadi bos Proyek Buku Biru.
"Yang dimaksud situasi (situation) ialah keberadaan UFO-UFO. Sedangkan yang dimaksud perkiraaan (estimate) ialah kemungkinan UFO-UFO itu berasal dari luar angkasa," terang Ruppelt.
Keseriusan itu tak berumur panjang. Dokumen rahasia yang dirils ATIC dimentahkan Jenderal Hoyt S. Vandenberg, Kepala Staf Militer AS. Vandenberg tak percaya UFO.
Vandenberg meyakini fenomena-fenomena UFO merupakan "kerjaan" Uni Soviet, musuh AS dalam Perang Dingin. Padahal, Soviet diketahui baru punya bom atom pada 1949. Kecil kemungkinan Soviet bisa membangun pesawat canggih dengan kecepatan supersonik.
"Beberapa bulan setelah dirilis, dokumen itu dideklasifikasi dan dibuang ke insinerator," ujar Ruppelt.
Proyek-proyek investigasi UFO
Meski sibuk dibantah militer, fenomena penampakan UFO tak berangsur-angsur surut. Pada 1948, jumlah laporan masyarakat yang mengaku melihat dan merekam penampakan UFO terus meningkat. Laporan-laporan itu akhirnya memaksa Angkatan Udara AS untuk membentuk tim investigasi yang dinamai Project Sign.
Setahun berselang, Project Sign berganti nama menjadi Project Grudge. Pada 1952, militer AS memutuskan untuk serius menekuni investigasi terhadap fenomena-fenomena udara tak teridentifikasi dengan meluncurkan Project Blue Book (Proyek Buku Biru) yang bermarkas di Pangkalan Udara Wright-Patterson, Dayton, Ohio.
Militer menggandeng pakar astrofisika dari University of Chicago J. Allen Hynek untuk menjadi saintis dalam proyek itu. Sebelum bergabung dengan Proyek Buku Biru, Hynek dikenal sebagai akademikus yang skeptis terhadap eksistensi UFO. Namun, setelah mewawancarai ratusan saksi mata, Hynek berubah pikiran.
"Saksi-saksi mata yang saya temui bisa saja berbohong, gila, atau berhalusinasi. Tetapi, saya pikir tidak demikian. Mereka semua punya status di komunitas, tak punya motif untuk bikin hoaks, dan benar-benar bingung dengan apa yang mereka saksikan," ujar Hynek seperti dikutip dari The Hynek UFO Report yang terbit pada 1977.
Dari 1947 hingga 1969, Proyek Buku Biru mengumpulkan sebanyak 12.618 laporan mengenai penampakan UFO. Jumlah laporan tertinggi tercatat pada 1952. Ketika itu, ada 1.501 warga AS yang melaporkan menyaksikan penampakan UFO.
Mayoritas laporan yang dikumpulkan Proyek Buku Biru teridentifikasi sebagai fenomena astronomis, atmosferik, dan artifisial. Sebanyak 700 lainnya hingga kini tak teridentifikasi.
Proyek itu disetop pada 1969. Kala itu, parlemen AS, berbasis kajian University of Colorado, menganggap fenomena-fenomena yang tidak teridentifikasi dalam Proyek Buku Biru tak menghadirkan ancaman nyata bagi keamanan AS.
"Tidak ada bukti bahwa penampakan yang terkategori tak bisa diidentifikasi itu merepresentasikan perkembangan teknologi atau prinsip-prinsip di luar jangkauan pengetahuan saintifik. Tidak ada bukti bahwa penampakan yang tak teridentifikasi itu merupakan kendaraan ekstraterestrial," tulis pernyataan resmi Kementerian Pertahanan AS.
Meski proyek khusus untuk menginvestigasi UFO dibubarkan, militer AS tetap mengumpulkan laporan-laporan mengenai penampakan UFO. Secara khusus, AS terutama sibuk menginvestigasi dengan belasan laporan peristiwa penampakan UFO di dekat area fasilitas militer dan senjata nuklir pada akhir 1960 dan pertengahan 1970-an.
"Isi dokumen-dokumen laporan tak sekadar kertas tugas yang biasanya kering dan birokratis. Isi dokumen jelas menunjukkan perasaan teror yang dialami banyak personel Angkatan Udara AS karena insiden-insiden penampakan UFO," tulis Blum Howard dalam Out There: The Government's Secret Quest for Extraterrestrials yang terbit pada 1990.
Selama dua dekade proyek investigasi UFO AS mati suri. Sebagaimana laporan New York Times, proyek khusus untuk menginvestigasi eksistensi UFO baru kembali aktif pada 2007. Dinamai Advanced Aviation Threat Identification Program (ATIP), proyek itu dijalankan Pentagon atas inisiasi mantan senator Harry Reid dan didanai miliarder Robert Bigelow.
Pada 2010, ATIP dikepalai Luis Elizondo, seorang pejabat intelijen militer AS. Kantornya di lantai 5 Gedung Ring C, Pentagon, Washington. Selama lima tahun beroperasi, ATIP ditaksir menghabiskan dana hingga 22 juta US$.
Sebagaimana Proyek Buku Biru, ATIP mengumpulkan laporan-laporan penampakan UFO dari berbagai sumber. Tak hanya testimoni, laporan penampakan objek tak teridentifikasi juga berupa rekaman audio dan video dari militer AS.
Salah satu video yang didapat New York Times menunjukkan rekaman pesawat F/A-18 Super Hornet mengejar sebuah objek bersilau yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Video itu direkam pilot Angkatan Laut AS pada 2004 dan baru dirilis ke publik pada 2017.
Berbasis temuan ATIP, Elisondo mengatakan, terdapat terlalu banyak bukti yang membuatnya tak bisa mengesampingkan kemungkinan pesawat alien pernah berkunjung ke bumi.
"Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa kita tak sendirian. Pesawat-pesawat ini--kami menyebutnya pesawat--menunjukkan karakteristik yang saat ini tak dipunyai inventori (militer) AS atau pun inventori negara-negara lain yang kami ketahui," kata Elisondo.
ATIP bubar pada 2012. Setelah lembaga yang ia pimpin dibubarkan, Elisondo mundur dari Pentagon.
Di AS, tugas untuk menginvestigasi eksistensi UFO kini juga berada di tangan Director of National Intelligence (DNI), lembaga yang baru dibentuk pada 2005. Dalam laporan teranyarnya yang dirilis pada Januari lalu, DNI melaporkan setidaknya ada 510 laporan penampakan unidentified anomalous phenomena (UAP) sepanjang 2022. UAP sebutan baru bagi UFO.
Sebanyak 366 laporan bisa teridentifikasi, semisal karakteristik objeknya berupa balon, drone, atau benda lainnya yang menyerupai balon. Sebanyak 171 laporan hingga kini belum menemukan konklusi lantaran objeknya tak teridentifikasi.
Tak sekadar konspirasi?
Seperti fenomena misterius lainnya, laporan-laporan mengenai penampakan UFO memunculkan banyak teori konspirasi. Salah satu yang paling umum ialah pemerintah dan politikus, terutama di AS, sengaja menutup-nutupi eksistensi UFO dan alien.
Teori konspirasi lainnya berpendapat alien telah rutin berkontak dengan pemerintah. Teori ini kian meluas setelah "diabadikan" dalam sejumlah seri Man in Black (MIB) yang tayang di bioskop sejak 1997. Dibintangi Will Smith, film-film MIB utamanya bercerita mengenai petualangan agen-agen rahasia AS dalam mengungkap kasus-kasus kejahatan alien di bumi.
Seiring waktu, persepsi publik terhadap eksistensi UFO terus menguat. Itu setidaknya terekam dari hasil survei yang dirilis Gallup Poll pada 2019. Sigi itu menunjukkan sepertiga masyarakat AS percaya sebagian besar penampakan UFO yang terekam sepanjang sejarah ialah pesawat asing yang berasal dari luar angkasa.
Parlemen AS juga seolah ikut tren. Tahun lalu, parlemen AS meminta agar DNI melaporkan informasi mengenai penampakan UAP secara berkala kepada publik. Sebelumnya, informasi terkait fenomena UFO dirahasiakan atau sengaja tak diungkap oleh pemerintah.
Sejarawan sains, Kate Dorsch, pesimistis pemerintah AS bakal benar-benar transparan mengenai kehadiran UFO dan mahkluk "liyan". Ia membandingkan laporan-laporan DNI dengan laporan intelijen AS pada 1948 terkait penampakan UFO.
Menurut Dorcsh, narasi yang ditampilkan relatif sama. Pada objek yang teridentifikasi, laporan bisa "terang-benderang". Namun, pada fenomena yang tak teridentifikasi, pembuat laporan beralasan kurangnya data dan sumber daya untuk menganalisis.
"Ini tipikal sekali. Pada dasarnya, mereka mengatakan, 'Kami butuh lebih banyak duit dan orang.' Ringkasan semacam itu muncul pada 1948 dan menekankan perhatian pada keamanan nasional dan kesehatan para pilot," kata Dorsc seperti dikutip dari Penn Today.
Hingga kini, opini para ilmuwan terkait UFO dan alien masih terbelah. Sebagian percaya penampakan UFO hanya fenomena astronomi, astrologi, dan artifisial yang dipersepsikan secara keliru. Ada pula kelompok akademikus percaya ada kehidupan lain di luar sana.
Pakar astronomi AS Carl Sagan berpendapat tak seharusnya kemungkinan eksistensi mahkluk pintar selain manusia dikesampingkan. "Alam semesta ini sangat luas. Jika hanya ada kita, ini sepertinya pemborosan ruang yang sangat buruk," ujar dia.