Setiap kampus, memiliki organisasi mahasiswa, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa (Hima), atau lainnya. Organisasi kampus ini dianggap seabgai tempat mahasiswa untuk mengembangkan minat dan bakat mereka.
Namun, Sapik Nugroho, seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Jakarta mengaku, berorganisasi di kampus tidak terlalu penting. Ia berkaca dengan pengalamannya saat masih duduk di bangku SMK. Saat itu, ia pernah ikut organisasi siswa karena dipaksa temannya.
“Karena keterpaksaan itu, malah enggak menghasilkan banyak hal,” ujarnya kepada Alinea.id, Kamis (23/11).
“Memang bagus untuk bisa mengetahui cara bekerja sama membuat suatu program atau acara. Tapi, karakter saya sendiri memang enggak terlalu suka berada terlalu lama di lingkungan luar. Agak sulit keluar dari zona nyaman.”
Selain itu, ia mengaku, kesibukan berorganisasi sewaktu SMK menuai pandangan miring dari teman dan guru. “Oleh karenanya, saat di tingkat kampus, saya memilih untuk tidak mengikuti organisasi,” kata Sapik.
Kini, ia lebih memilih pengembangan dirinya secara individu. Ia percaya, kemampuan dan kompetensi tak cuma bisa didapatkan dari berorganisasi.
“Cara saya sendiri sih, dengan menonton sebuah film yang punya cerita organisasi atau perjuangan dengan hubungan antarrekan sebaya,” ujarnya.
“Hubungan nyata juga bisa didapat dengan enggak terjun ke organisasi, misalnya bekerja sama dengan beberapa teman.”
Sementara bagi Ketua BEM Institut STIAMI Jakarta, Rivaldo, organisasi mahasiswa penting sebagai tempat untuk menguji identitas mahasiswa dan bagaimana mereka berproses. Menurut dia, ada sesuatu di dalam organisasi kampus, yang tak pernah ada dalam pelajaran di kelas.
“Kita harus mengenal situasi yang terjadi pada kondisi pemerintahan, kita harus mengenal bagaimana menjadi agent of social control,” kata Rivaldo, Kamis (23/11).
“Agar kita sebagai mahasiswa tidak hanya mendapatkan pelajaran dalam kelas, kita juga harus mengenal kunci yang ada dalam masyarakat.”
Manfaat lain berorganisasi, menurutnya, mahasiswa bisa mengasah bakat dan minat. Kemudian, ada banyak hal yang dapat menunjang kesiapan mahasiswa setelah lulus kuliah.
“Kampus memang tidak mewajibkan setelah ini (lulus) kalian bekerja, namun dalam organisasi tentu banyak kerja lapangan, pengetahuan, dan ilmu yang didapat daripada materi-materi akademik,” ujarnya.
“Pada akhirnya pun mereka mempunyai relasi yang baik untuk mengenal dunia yang luas.”
Di sisi lain, Rivaldo mengatakan, organisasi kampus menyediakan pengalaman yang luas dengan banyak orang, sehingga punya banyak relasi. Di samping itu, sebagai persiapan menuju dunia kerja.
Rivaldo melanjutkan, ada pula beberapa mata kuliah yang nyambung dengan kegiatan organisasi. “Pada akhirnya, kita membuat kegiatan secara bersama dan nilainya itu dikonversi dengan mata kuliah tersebut,” tutur Rivaldo.
Senada dengan Rivaldo, Sakti Syahputra, seorang dosen di Institut STIAMI Jakarta pun menganggap organisasi kampus penting diikuti mahasiswa. “Karena mahasiswa dapat melakukan aktualisasi diri, setelah mempelajari teori dalam perkuliahan,” kata Sakti, Kamis (23/11).
Di dalam organisasi, ujar Sakti, mahasiswa bisa belajar manajemen, komunikasi, pengelolaan, interaksi, dan sosialisasi. “Jadi sangat penting sekali organisasi kampus diikuti oleh mahasiswa,” ujar Sakti.
Manfaat lainnya dibeberkan Sakti. Dengan berorganisasi, kata dia, mahasiswa bisa melakukan pengembangan potensi diri, lebih aktif, lebih update, dan dapat mengaktualisasikan dirinya. “Mereka belajar organisatoris, masuk kepanitiaan, melakukan interaksi, melakukan negosiasi, dan lobi,” tuturnya.
“Yang pasti, mereka akan belajar mengaktualisasikan, mengimplementasikan, dan mempratikkan apa yang dipelajari dalam perkuliahan selama ini.”
Terlebih, menurut Sakti, dosen di kampus melihat mahasiswa yang aktif berorganisasi sebagai sesuatu yang positif. Namun, ia juga mengingatkan, ketentuan di setiap kampus berbeda-beda.
“Kalau saya dosennya, tentu saya akan memperhatikan organisasi apa yang diikuti bisa memengaruhi, tentu dalam hal yang positif,” kata dia.
“Dan jangan jadikan alasan, kalau nilai kita jelek, gara-gara organisasi. Kita balik ke diri sendiri, kemampuan mengelola diri kita, memahami manajemen waktu kita.”
Terlepas dari itu, Sakti tak memandang mahasiswa yang tak ikut organisasi itu buruk. Sebab, mahasiswa yang belum aktif di organisasi kemungkinan punya kesibukan lain. “Kita harus berbaik sangka, ya. Bisa jadi karena mereka sibuk bekerja, sibuk magang, atau belum (ada) ketertarikan,” ujar dia.
“Atau memang sosialisasi yang disampaikan oleh organisasi mahasiswa belum secara maksimal disampaikan, belum semakin atraktif.”
Sakti pun menuturkan, selain dari organisasi kampus, mahasiswa bisa meningkatkan kemampuan dan kompetensinya dengan ikut seminar, workshop, pelatihan, dan sukarelawan. Berbagai kegiatan tadi bisa diikuti entah atas nama kampus atau organisasi sosial lainnya.
“Terus menempa dirinya jadi lebih baik dengan mengikuti banyak kegiatan, banyak aktivitas,” tutur Sakti.