Ulama sekaligus budayawan Betawi KH Saifuddin Amsir baru saja meninggal dunia di usianya yang menjelang 66 tahun. Almarhum menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Omni Rawamangun, Kamis (19/7) dini hari, pukul 01.20.
Ia dikenal sebagai ulama yang kondang di kalangan warga Nahdliyyin Ibu Kota. Sosoknya yang bersahaja dan rendah hati, kendati menciptakan banyak karya, membuatnya kian dihormati.
Ulama yang merupakan Rois Syuriah sekaligus Mustasyar PBNU ini juga dikenal memiliki beberapa karya-karya tafsir yang luar biasa, di antaranya Tafsir Jawahir Al-Qur'an (empat jilid) Makmur, Al-Furu wa al-Masail (tiga jilid) dan Al-Quran, ijazan wa Khawashan, wa Falsafatan hingga lainnya.
Oleh karena karya-karyanya ini pula, pria kelahiran Jakarta, 31 Januari 1955 ini, dijuluki sebagai ahli tafsir dari Betawi. Seperti halnya yang diungkapkan Gubernur Anies Baswedan saat mengabarkan berpulangnya Buya melalui akun Instagram pribadinya beberapa saat lalu.
"Inalilahi wa inna ilaihi rojiun turut berduka cita atas berpulangnya ahli fikih dari Betawi, Buya KH Saifuddin Amsir, pagi ini pukul 01.20 WIB di RS Omni Pulomas, Jakarta Timur. Semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT," tulisnya.
Wajar saja apabila pria ini dipandang sebagai ahli tafsir dari Betawi. Pasalnya, perjalanan hidup Buya kerap berkelindan dengan ilmu yang memerlukan metode mashaul hadist dan ijtihad dalam penerjemahannya. Dilansir dari NU online, ia tercatat banyak beguru pada ulama besar di Jakarta, guna mempelajari pelbagai cabang ilmu keislaman.
Sebut saja KH Abdul Syafei, KH Muhammad Syafi'i Hadzami, Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Attas, sampai Guru Hasan Murtoha.
Walhasil, walaupun ia telah tiada, namanya tetap abadi karena telah mencatat sejarahnya sendiri dalam karya tafsirnya. Mengutip Pramoedya Ananta Toer (1988), "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah, menulis adalah bekerja untuk keabadian."
Selamat jalan sang Begawan Tafsir dari Betawi.