close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi seniman. Alinea.id/Dwi Setiawan.
icon caption
Ilustrasi seniman. Alinea.id/Dwi Setiawan.
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 10 April 2020 07:00

Siasat pekerja seni semasa pandemi

Di masa pandemi Covid-19, seniman pun terdampak. Mereka harus mencari cara agar tetap membuat dapur ngebul.
swipe

Vannia Raharja, seorang manajer tur di sebuah perusahaan promotor musik di Jakarta tengah pusing tujuh keliling. Pasalnya, pertunjukan musik yang biasa digelar, setidaknya sekali dalam sebulan, terpaksa disetop karena pandemi Coronavirus disease (Covid-19).

“Karena corona sekarang jadwal konser banyak di-cancel dan ditunda, izin keramaiannya ditahan,” kata Vannia saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (8/4).

Konser Ronan Keating di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, akhir Februari 2020 merupakan pertunjukan terakhir yang ia helat. Akibat penundaan konser, Vannia tak memperoleh honor bulanan. Pendapatan perusahaannya pun menurun drastis.

“Efeknya bukan cuma ke gue aja, tapi ke artis-artisnya juga. Artis-artis seperti Harry Styles dan Niall Horan bahkan turnya dibatalkan,” katanya.

Masa sulit

Nasib serupa dialami pimpinan produksi kelompok Teater Koma, Ratna Riantiarno. Pandemi Covid-19 memaksa Teater Koma menunda pementasan “Sampek Engtay”, yang seharusnya digelar pada 28 dan 29 Maret 2020 di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan.

“Namun harus diundur menjadi 15 dan 16 Agustus mendatang,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (8/4).

Istri pendiri Teater Koma, Norbertus Riantiarno, ini pun merasa cukup terpukul. Sebab, dalam sebuah produksi pertunjukan, Teater Koma melibatkan sekitar 60 hingga 100 orang, yang terdiri dari pemain dan kru.

Mereka juga sudah mempersiapkan pertunjukan dan berlatih sejak tiga bulan lalu. Belum lagi, hampir 40% dari anggota tim produksi, kata Ratna, menggantungkan hidup dari produksi pertunjukan teater.

“Kondisi pengunduran karena pandemi ini dampaknya besar sekali buat ikatan sebuah komunitas seperti paguyuban kami ini. Kami baru memberikan uang bila memang ada produksi,” ujarnya.

Demi menjaga produktivitas berkarya, Ratna mengatakan, Teater Koma tengah bernegosiasi dengan Museum Nasional untuk menjajaki kemungkinan membuat sandiwara radio. Diharapkan, usaha ini bisa mengganti agenda pentas di museum yang selama ini rutin diadakan.

“Rencananya dijadwalkan akan dimulai bulan Juni dan seterusnya,” katanya.

Sejumlah kursi tampak kosong saat penampilan kelompok musik Navicula yang bertajuk Navicula Corona Concert di Denpasar, Bali, Jumat (20/3/2020). Foto Antara/Fikri Yusuf.

Data dari Koalisi Seni Indonesia menyebut, setidaknya 181 agenda seni pertunjukan, seperti musik, teater, dan film tertunda akibat pandemi coronavirus. Dari jumlah penundaan itu, tentu sangat banyak seniman yang terkena imbas.

Selain Teater Koma, pertunjukan grup musik Endah N Rhesa pun ditunda. Menurut salah seorang personel Endah N Rhesa, Endah Widiastuti, manajemen terpaksa menunda jadwal manggung hingga beberapa bulan ke depan. Mereka lantas berusaha tetap produktif dalam memproduksi marchandise dan rekaman lagu di studio.

“Kami juga mengajukan konsep video dan live music streaming kepada beberapa sponsor, sehingga setidaknya kami bisa tetap berkarya dan mendapatkan penghasilan untuk tim kami,” kata Endah ketika dihubungi, Kamis (9/4).

Aktor Ade Firman Hakim pun merasakan dampak pandemi. Beberapa proyek film layar lebar dan web series yang akan dilakoninya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.

Kini, untuk menutup kebutuhan ekonomi, Ade mencoba promosi gratis beberapa produk makanan dan pakaian melalui akun Instagram. Misalnya, dalam Instagram stories-nya, Ade mengunggah produk makanan dan minuman dari sebuah kafe terkenal di Jakarta. Ia menamakan gerakan ini #BerkahdiRumahAja.

“Semua kelompok usaha boleh mempromosikan usahanya lewat stories saya. Saya tidak meminta bayaran, tetapi terkadang mereka mengirimkan makanan ke saya,” katanya saat dihubungi, Rabu (8/4).

“Dalam kondisi pandemi begini, pada susah semua. Sebelumnya saya enggak pernah kepikiran untuk melakukan endorsement semacam ini.”

Meski dalam kondisi sulit, Endah mengatakan, manajemen Endah N Rhesa ikut menaruh kepedulian bagi para pekerja kreatif harian yang terdampak ekonominya akibat pandemi Covid-19. Semisal, pada Minggu (30/3), mereka tampil secara live streaming untuk penggalangan dana.

“Kami juga terkadang spontan berkontribusi dalam challenge atau kegiatan yang dilakukan musisi lain. Cara ini seperti saling menguatkan dan memotivasi,” kata Endah.

Di sisi lain, Direktur Direktorat Film, Musik, dan Media Baru Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ahmad Mahendra menuturkan, pihaknya bisa memfasilitasi agar pekerja seni punya alternatif pemasukan di masa krisis.

“Karena saat ini sudah semakin banyak berkembang media dari yang manual dan fisik, terutama di musik dan film ke media baru internet,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (7/4).

Melalui akun Youtube Budaya Saya, Kemendikbud akan menampilkan pertunjukan seni dari beragam kelompok, dengan sistem seleksi dan kurasi. Ia mengungkapkan, konsep pertunjukan seni secara digital ini bisa diarahkan untuk memberi pemasukan bagi seniman yang tampil.

Para pelakon Teater Art in Revolt (AiR) mementaskan naskah Plagiat karya EM Yogiswara di Gedung Teater Taman Budaya Jambi, Sabtu (7/3/2020). Foto Antara/Wahdi Septiawan.

Pendataan dan pengelolaan bisnis

Angin segar sedikit berembus. Sejak awal April 2020, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud membuka formulir daring bagi pekerja seni yang terdampak secara ekonomi karena Covid-19.

“Ada dua gelombang pendataan. Gelombang pertama sudah ditutup per 9 April. Juni akan dibuka lagi,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, saat urun rembuk virtual bertajuk “Menjaga Nyala Seni Semasa Pandemi”, Senin (6/4).

“Hanya saja, akan dikurangi volume nominal kebutuhan per unit pekerja seni, agar bisa menjangkau lebih banyak orang.”

Hilmar mengatakan, formulir perlindungan untuk pekerja seni ini diutamakan bagi seniman yang memenuhi sejumlah kriteria. Kelompok pertama yang akan dimasukkan ke dalam program keluarga harapan (PKH), harus memiliki kriteria sudah berkeluarga, tak punya pekerjaan lain di luar bidang kesenian, punya penghasilan di bawah Rp10 juta, dan belum pernah mendapat PKH.

Kelompok kedua, yang akan diprioritaskan dalam program kartu prakerja harus memiliki kriteria masih lajang, berpenghasilan di bawah Rp10 juta, tak ada pekerjaan lain di luar bidang kesenian, dan belum pernah mendapat program kartu prakerja.

Selain memasukkan seniman ke program PKH dan kartu prakerja, Hilmar menuturkan, dua skema lainnya adalah menggelontorkan anggaran Kemendikbud dan mengajak seniman pentas secara daring dengan sistem honor dan donasi.

Lebih lanjut, Hilmar mengatakan, seleksi pekerja seni yang menerima bantuan akan dilakukan tim independen dari luar Kemendikbud.

Meski demikian, koordinator advokasi Koalisi Seni Indonesia, Hafez Gumay menilai, ekosistem kesenian di Indonesia masih lemah dalam hal pendataan. Imbasnya, dalam situasi bencana nonalam penyakit menular yang tergolong kejadian luar biasa seperti sekarang, pemerintah sangat lamban mengambil keputusan. Problem ini tak bisa dilepaskan dari lemahnya jejaring antarasosiasi pekerja seni.

“Baru ada sedikit asosiasi yang mewadahi pekerja seni di masing-masing cabang bidangnya. Akibatnya, pendataan terkait acara seni dan ruang-ruang pertunjukan tertutup yang terdampak, akan sangat lama,” kata Hafez saat dihubungi, Rabu (8/4).

Di sisi lain, dosen Bina Nusantara Business School Sri Bramantoro Abdinagoro mengatakan, program pendataan pekerja seni oleh Ditjen Kebudayaan setidaknya bisa menutup celah lemahnya pendataan.

Terlepas dari itu, Bramantoro berpendapat, pandemi Covid-19 dapat dijadikan momentum bagi pekerja seni pertunjukan agar lebih pandai mengelola model bisnis. Hal itu harus dijalankan bersamaan dengan pemanfaatan media baru dalam mempresentasikan hasil karya.

Infografik seniman. Alinea.id/Dwi Setiawan.

“Karakter seniman yang umumnya hanya bekerja berdasarkan rasa senang tak bisa lagi diteruskan, harus lebih memikirkan segi bisnis,” kata salah seorang juri Festival Teater Jakarta (FTJ) 2019 itu saat dihubungi, Rabu (8/4).

Misalnya, ia mengamati cara mengelola pendanaan produksi pertunjukan teater yang selama ini masih berasal dari penjualan tiket dan sumbangan donatur. Sementara cara pendanaan melalui iklan masih dinomorduakan.

“Semestinya di balik. Iklan menjadi sumber pendanaan pertama, baru penjualan tiket. Sementara dana dari donatur itu berdasarkan kerelaan atau rasa suka terhadap ide pentasnya,” ucapnya.

Di samping itu, pola pemasaran pementasan juga harus bersiasat menggunakan media gawai yang berbasis internet. Transaksi untuk menonton sebuah pertunjukan pun, menurut dia, dapat berubah secara digital.

“Kalau kita selama ini antre masuk ke gedung pertunjukan, kita menjadi bayar pakai kartu e-money dan menonton via mobilephone,” katanya.

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan