Supaya orang tak nekat bunuh diri karena terlilit utang pinjol
Satu keluarga, terdiri dari suami berinisial AF, 31 tahun, istri berinisial YL, 28 tahun, dan anak berinisial AAH, 3 tahun di Kampung Poncol, Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan tewas diduga bunuh diri pada Minggu (15/12). Polisi belum bisa menyimpulkan motif aksi bunuh diri yang melibatkan satu keluarga itu.
“Menurut keterangan saksi, istri korban sempat bercerita bahwa (suami) telah mempunyai sangkutan pinjaman online (pinjol),” kata Kapolsek Ciputat Timur Kemas Arifin, Senin (16/12), seperti dikutip dari Antara.
Terapi mental
Psikolog klinis forensik A. Kasandra Putranto menilai, korban pinjol yang mengalami tekanan mental hingga berpikir bunuh diri perlu diberikan treatment agar tidak cemas dan depresi. Ketika korban pinjol berada dalam kondisi mental kritis, kata dia, penting untuk memberikan perawatan yang tepat demi memenuhi kebutuhan psikologis agar membantu pemulihannya.
“Dalam kasus tekanan berat, individu mungkin perlu dirujuk ke layanan kesehatan mental darurat untuk penilaian dan intervensi segera,” ujar Kasandra kepada Alinea.id, Selasa (17/12).
“Kemudian pendekatan terapi. Terapi perilaku kognitif yang berbasis bukti, dapat membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif terkait dengan situasi keuangan mereka, sehingga mengurangi kecemasan dan depresi.”
Kasandra menuturkan, perawatan yang berwawasan trauma bisa menciptakan lingkungan yang aman bagi korban untuk mengekspresikan perasaan mereka. Selain itu, terapi penerimaan dan komitmen juga dapat diterapkan untuk membantu seseorang menerima situasi mereka, dan berkomitmen mengambil tindakan yang selaras dengan nilai-nilai mereka.
Terapi kelompok pun bisa dilakukan untuk memberikan rasa kebersamaan dan pengalaman. Hal itu membantu individu agar merasa tidak terlalu terisolasi.
“Bisa juga diterapkan intervensi cedera moral bagi individu yang mengalami rasa bersalah atau malu terkait dengan keputusan keuangan mereka. Perawatan seperti trauma informed guilt reduction therapy dapat membantu mengatasi perasaan ini dan meningkatkan pengampunan diri,” kata Kasandra.
“Terakhir perawatan lanjutan dengan profesional kesehatan mental, yang sangat penting untuk memantau kemajuan dan menyesuaikan rencana perawatan sesuai kebutuhan.”
Sementara itu, sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menegaskan kurang sepakat bila korban pinjol ditangani dengan pendekatan kesehatan mental. Nia lebih melihat persoalan lilitan utang pinjol berakar dari masalah sosial-ekonomi yang membekap warga.
“Saya kira, pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan sosial ini adaah mengeliminir akar permasalahannya,” ujar Nia kepada Alinea.id, Selasa (17/12).
“Dari berbagai kajian, tendensi faktor ekonomi masih menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, penyediaan lapangan pekerjaan menjadi keharusan yang segera diwujudkan pemerintah.”
Solusi dan akar masalah
Kasandra menilai, yang terpenting dalam membantu korban pinjol adalah dukungan solusi keuangan jangka panjang. Hal itu bisa dilakukan melalui konseling keuangan, agar korban pinjol terbantu mengembangkan rencana untuk mengelola utang mereka dan menghindar jebakan keuangan di masa mendatang—yang dapat meringankan sebagian tekanan mental.
Menurut Kasandra, fenomena jeratang utang pinjol yang berujung maut menandakan perlu ada upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah harus membuat kebijakan tegas membatasi praktik pemberian pinjol.
Kedua, upaya advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya pinjol. Ketiga, memastikan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau.
Keempat, menyediakan hotline atau saluran siaga untuk melaporkan korban pinjol agar segera ditindak. Karena banyak korban pinjol tidak mengetahui hak-hak mereka dan cara melaporkan penyelenggara pinjol ilegal. Dengan hotline, masyarakat dapat melaporkan tindakan penagihan yang tidak etis atau ilegal, sehingga dapat mencegah tindak pidana lebih lanjut.
“Dari situ, bantuan akses pendampingan hukum mungkin dapat diberikan dengan bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan organisasi profesi,” kata Kasandra.
“(Lalu) bantuan akses fasilitas penyelesaian restrukturisasi utang dengan cara yang lebih sesuai kemampuan, bantuan akses kesehatan mental berupa dukungan moral dan psikologis kepada korban yang mengalami stres atau tertekan akibat utang yang menumpuk.”
Kasandra mengatakan, hotline korban pinjol akan sangat memudahkan masyarakat untuk dapat mengakses informasi mengenai pinjol yang legal dan ilegal. Selain itu, masyarakat bisa tahu cara melaporkan penyelenggaran pinjaman keuangan yang tidak terdaftar maupun tak layak.
“Hotline dapat berfungsi sebagai sarana edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko pinjol dan cara menghindarinya. Masyarakat juga merasa didukung dan tidak sendirian dalam menghadapi masalah utang, yang dapat mengurangi stigma sosial,” kata Kasandra.
Namun, untuk membentuk implementasi hotline terdapat sejumlah tantangan, seperti pemerintah harus menyediakan sumber daya yang cukup, termasuk tenaga ahli hukum dan psikologi dalam menangani panggilan dan memberikan bantuan yang efektif. Penting pula memastikan hotline tidak hanya bersifat sementara.
“Masyarakat perlu diyakinkan, hotline ini aman dan dapat dipercaya, sehingga mereka merasa nyaman untuk menghubungi dan berbagi masalah mereka,” ucap Kasandra.
Di sisi lain, Nia berpendapat, selama ini banyak orang yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. Dampaknya, muncul berbagai persoalan, seperti kriminalitas yang tinggi dan fenomena terlilit utang pinjol yang mengakibatkan bunuh diri.
“Saya kira (hotline) kurang efektif karena tidak menyentuh akar permasalahannya,” kata Nia.
“Yang perlu dilakukan adalah penyediaan lapangan pekerjaan dan pengaturan mengenai pinjaman online yang lebih adil.”