close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi- Calon Ibu mendapatkan tablet tambah darah dari puskesmas. Foto: cegahstunting.id
icon caption
Ilustrasi- Calon Ibu mendapatkan tablet tambah darah dari puskesmas. Foto: cegahstunting.id
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 17 Januari 2023 17:14

Cegah stunting, Menkes: Tablet tambah darah dari puskesmas harus dikonsumsi

Faktor risiko paling besar kejadian stunting adalah di kondisi sebelum melahirkan.
swipe

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan pentingnya konsumsi tablet tambah darah untuk mencegah stunting. Dalam hal ini, tablet tambah darah diberikan untuk calon ibu agar tidak mengalami anemia atau gangguan kurang darah.

Budi mengatakan, pencegahan stunting paling penting dilakukan sebelum kelahiran bayi. Hal ini disampaikannya dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda seluruh Indonesia di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Selasa (17/1).

"Kemungkinan besar, 23% bayi lahir stunting. Itu yang mesti diintervensi, dengan cara apa? Jangan sampai ibunya anemia. Kalau bisa sebelum menikah jangan sampai anemia," kata Budi dalam keterangannya.

Disampaikan Budi, penanganan stunting tidak hanya menjaga kondisi anak yang dilahirkan, namun juga menjaga kondisi ibu serta calon ibu. Sebab, faktor risiko paling besar kejadian stunting adalah di kondisi sebelum melahirkan.

Oleh karenanya, lanjut Budi, tablet penambah darah yang dibagikan secara gratis dari puskesmas perlu untuk dikonsumsi.

"Kalau pengin stunting turun, bukan hanya mengurus bayinya. Tetapi juga mengurus ibunya. Ibunya enggak boleh sampai anemia. Tablet tambah darah dikasih gratis dari puskesmas itu jangan hanya dibagi, mesti ditelan, karena kalau dibagi belum tentu diminum," ujar dia.

Budi menyebut, stunting adalah kejadian kurang gizi yang berkaitan dengan tingkat intelektualitas pada anak 20% di bawah rata-rata. Hal ini, dapat memengaruhi sektor pendapatan daerah karena kualitas sumber daya manusia yang kurang.

"Akibatnya kalau banyak yang stunting, itu membuat masyarakat kita 20% lebih bodoh," ucap Budi.

Adapun selain intervensi sebelum kelahiran, penanganan stunting juga dilakukan melalui program pemberian makanan tambahan pada bayi usia 6-18 bulan. Hal ini dilakukan mengingat selepas masa ASI eksklusif enam bulan, bayi perlu mendapatkan makanan tambahan.

Makanan tambahan yang diberikan berupa asupan protein. Langkah ini dapat diawali dengan menimbang perkembangan bobot tubuh anak di puskesmas setiap bulan.

"Kalau dia sudah enam bulan, ditimbang. Kalau mulai enggak naik (berat badannya), kasih protein hewani. Bisa telur, ikan, atau ayam," kata Budi.

Budi mengingatkan agar penanganan terhadap kejadian stunting harus dilakukan sebelum terlambat. Sebab, hanya 3,6% anak yang dapat mengalami perbaikan kondisi setelah dilakukan upaya intervensi dalam keadaan sudah stunting.

"Kalau dia enggak naik (berat badannya), langsung dikasih makanan tambahan 14 hari. Itu ada program-programnya, tetapi intinya adalah jangan sampai tunggu stunting, karena sudah telat," tutur dia.
 

img
Gempita Surya
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan