close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi permainan judi rolet./Foto meineresterampe/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi permainan judi rolet./Foto meineresterampe/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Wisata
Kamis, 08 Agustus 2024 16:08

Tak ada alasan membangun kasino di Bali

Membangun kasino di Bali disebut-sebut bisa menghancurkan pariwisata di Pulau Dewata.
swipe

Wacana pembangunan kasino—gedung yang digunakan untuk berjudi—bertaraf internasional di Bali mengemuka, setelah Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih mengusulkannya beberapa waktu lalu. Dikutip dari Antara, menurut Agung, dengan diberangusnya judi online, maka bakal membuat peralihan ke judi offline.

Kasino, katanya, bisa ditujukan bagi orang-orang mampu dan kaya. Idenya, berupa kawasan injourney tourism development corporation (ITDC), yang bisa dibangun di Jembara atau bangli, sehingga pemerataan ekonomi bisa terjadi.

Dia pun menilai, seperti dilansir dari CNN, pembangunan tempat judi itu dibutuhkan untuk membantu Pemda Bali membiayai pengelolaan sampah. Pembukaan kasino, ujarnya, dapat menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) Bali, yang per tahun ini cuma Rp4 triliun.

Namun, wacana ini dianggap keliru oleh Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana (Unud) I Putu Anom. Dia berpendapat, tak ada aturan yang melegalkan judi. Selain itu, pelegalan judi akan membuat Pulau Dewata bergejolak. Sebab, pasti mendapat protes dari banyak tokoh lintas agama.

“Judi online saja sudah bikin repot karena merugikan masyarakat, yang justru menurut berita, banyak melibatkan generasi muda,” ucap Putu Anom kepada Alinea.id, Rabu (7/8).

Beberapa negara, seperti Makau—daerah administratif khusus China, Venezuela, Malta, dan Italia, mengembangkan kasino sebagai arena judi level atas yang diminati orang kaya raya, termasuk dari Indonesia. Akan tetapi, pelegalan judi di Bali dengan alasan menambah pemasukan pendapatan pemda, dinilai Anom tidak tepat.

“Jangan karena kekurangan dana atau teknologi untuk menangani masalah-masalah di Bali, lalu diambil jalan pintas, terus diizinkan mengembangkan kasino untuk memperoleh pundi-pundi dari aktivitas kasino beserta ikutannya,” ujar Anom.

Menurut Anom, tak tepat pula membangun kasino dengan alasan mencari biaya untuk penanganan sampah. Anom mengatakan, urusan sampah bisa disiasati dari sumber lain.

“Bukan karena masalah penanganan sampah justru (jadi alasan) dicarikan sumber dana dengan membuka kasino,” tutur Anom.

Anom menjelaskan, merujuk Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali, Bali merupakan daerah yang mengembangkan pariwisata budaya sebagai ikon, didukung dengan keindahan alam dan keramah-tamahan masyarakatnya. Dia khawatir, bila kasino dibangun, maka akan pula memicu aktivitas judi lokal, seperti sabung ayam yang sudah dilakukan lama.

“Perlu kecermatan dalam pengembangan pembangunan Bali, termasuk pengembangan pariwisata sesuai budaya Bali,” kata Anom.

Sementara itu, pemerhati pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru memandang, isu pembangunan kasino di Bali bukan barang baru. Sejak tahun 2000-an, wacana itu sudah mengemuka. Gagasan itu, dahulu juga datang dari para pengusaha.

“Mereka memang kelompok yang paling diuntungkan, jika kasino dibuka di Bali. Aliran uang yang besar tentu saja akan deras mengalir ke kantong mereka,” kata Chusmeru, Selasa (6/8).

Dia mengingatkan, Bali bukan hanya milik sekelompok pengusaha, tetapi milik masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama. Karena itu, pembangunan kasino tidak selaras dengan pengembangan pariwisata di Indonesia, terutama di Bali.

“Pariwisata Bali sejak dulu dibangun dan dikembangkan dengan landasan budaya, yang dijiwai oleh adat, tradisi, dan agama Hindu,” ujar Chusmeru.

“Secara yuridis dalam sistem hukum Indonesia, judi juga dilarang.”

Chusmeru mengatakan, pembangunan kasino lebih besar dampak negatifnya. Melegalkan kasino dengan menunggangi pariwisata, kata Chusmeru, sama halnya mengulang kebijakan rezim Orde Baru.

Bahkan, dia menerka, pelegalan judi bisa memicu dampak rentetan gagasan melegalkan prostitusi dalam pariwisata di Bali. “Jika itu terjadi, akan menjadi awal dari kehancuran pariwisata Bali dan Indonesia,” ujar Chusmeru.

Lebih lanjut, dia berpendapat, kasino tetap akan sulit diterima di Indonesia. Kalaupun dipaksakan, syaratnya tidak mudah. Sebab, undang-undang yang mengatur perjudian harus diubah atau dibatalkan.

“Kasino hanya mungkin dilakukan di pulau terpencil yang tidak berpenghuni. Ini pun sulit diwujudkan karena tidak menarik bagi wisatawan,” kata dia.

“Mengingat wisatawan berkunjung ke Indonesia bukan hanya untuk berjudi. Karakteristik produk wisata Indonesia tidak seperti negara-negara lain, yang memang identik dengan perjudian.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan