close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sosok Maharatu, penguasa gaib di film Pabrik Gula./Foto imdb.com
icon caption
Sosok Maharatu, penguasa gaib di film Pabrik Gula./Foto imdb.com
Sosial dan Gaya Hidup - Hiburan
Senin, 07 April 2025 06:09

Teror horor di Pabrik Gula

Film horor yang mengangkat kehidupan buruh musiman di sebuah pabrik gula di Jawa Timur.
swipe

Dikisahkan, ada beberapa pemuda yang berasal dari sebuah desa di Jawa Timur, yakni Endah (Erya Aurelia), Fadhil (Arbani Yasiz), Dwi (Arif Alfiansyah), Hendra (Bukie B. Mansyur), Wati (Wavi Zihan), Naning (Erika Carlina), dan Mulyono alias Franky (Benictus Siregar), yang berangkat ke pabrik gula menggunakan mobil truk untuk bekerja sebagai buruh musiman.

Setiap tahun, pabrik itu memanfaatkan buruh musiman dari desa-desa di sekitarnya untuk mempercepat proses penggilingan tebu. Mereka disediakan asrama di dalam lingkungan pabrik, dengan beberapa syarat yang tak boleh dilanggar. Salah satunya terkait jam malam yang disebut jam merah. Setiap buruh musiman, tak diizinkan keluar dari asrama setiap jam sembilan malam.

Film yang ditayangkan perdana di bioskop pada 31 Maret 2025 ini, berhasil menyedot perhatian penonton. Situs Film Indonesia mencatat, hingga Minggu (6/4), jumlah penonton sudah menembus 1.651.577 orang. Berada di bawah Petaka Gunung Gede, yang mencatat 3.236.477 penonton, yang sejauh ini menjadi film paling laris tahun 2025.

Berlatar belakang tahun 2002, awalnya kehidupan orang-orang di pabrik gula itu biasa saja. Kejadian ganjil pertama kali dialami Endah, yang keluar dari asrama untuk mengikuti sosok misterius setelah jam sembilan malam. Tak sengaja, dia melihat pagelaran wayang kulit, yang ditonton banyak sosok menyeramkan. Dari sini, kejadian-kejadian ganjil mulai meningkat, seperti kecelakaan kerja buruh yang tertimpa tebu dari kereta pengangkut hingga mayat seorang buruh di dalam sumur.

Ternyata, tujuh tahun sebelumnya, ada kebakaran hebat yang terjadi di salah satu gudang “terlarang”. Banyak buruh yang mati karena peristiwa itu.

Namun, perkaranya bukan itu. Segala petaka yang dialami buruh musiman di sana karena ada dua orang buruh yang melakukan hal terlarang. Sebelum semua teror terjadi, Hendra dan Naning mengaku bersetubuh di gudang terlarang. Naning juga mengambil perhiasan milik Maharatu—penguasa gaib di pabrik gula tersebut.

Klu soal persetubuhan itu, sebenarnya sudah diungkap dalam poster film yang vulgar menampilkan sosok perempuan dari belakang di atas seorang pria. Usai menimbulkan polemik, poster itu ditarik dari peredaran.

Sosok demit penguasa di film ini tampaknya dibuat berbeda dari hantu-hantu tradisional Indonesia, seperti kuntilanak dan pocong. Di Pabrik Gula, penguasa gaibnya adalah makhluk besar yang bertanduk, mirip monster. Sementara hantu-hantu lain dihadirkan sebagai “cameo”, seperti hantu noni Belanda tanpa kepala, hantu tentara Jepang yang naik sepeda, hantu orang-orang yang terbakar, dan sebagainya. Mereka muncul untuk memberikan efek jumpscare.

Ada beberapa fakta penting menarik, yang diangkat ke film ini. Jawa Timur punya banyak pabrik gula, dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut A. Wasit Notojoewono dalam buku Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang: Perubahan Sosial-Ekonomi Abad XIX dan XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia yang disunting Akira Nagazumi  jumlah pabrik gula pada 1968 di Jawa Timur sebanyak 33. Jawa Barat hanya punya lima dan Jawa Tengah 17. Sedangkan catatan indisch verslag 1931, pabrik gula di Jawa Timur ada 101, sementara Jawa Barat hanya 11 dan Jawa Tengah 67.

Pabrik gula di film itu, diceritakan adalah peninggalan dari masa kolonial. Maka, mengambil latar belakang tempat pabrik gula di Jawa Timur untuk film horor sangat menarik. Sebab, jarang sekali film horor Indonesia yang mengangkat kehidupan buruh di sebuah pabrik. Barangkali Hutang Nyawa (2024) yang berlatar pabrik batik, bisa menjadi pengecualian.

Catatan terkini, dikutip dari artikel Purwanto Setyo Nugroho dkk berjudul “Identifikasi Pabrik Gula sebagai Industrial Heritage di Jawa” di jurnal Arsitektura (2020), tahun 2020 di Jawa Timur sebaran pabrik gula sebesar 52%, lebih besar dibandingkan Jawa Barat 11%, Jawa Tengah 28%, dan DI Yogyakarta 9%. Sementara pabrik gula yang usianya sudah lebih dari 150 tahun di Jawa Timur ada 65.

Gambaran ladang tebu dalam film Pabrik Gula./Foto imdb.com

Buruh musiman memang diperlukan. Bahkan sejak masa kolonial.

Sebagai gambaran, sejarawan Bondan Kanumoyoso dalam buku Ommelanden: Perkembangan Masyarakat dan Ekonomi di Luar Tembok Kota Batavia, 1684-1740 mencatat, pada abad ke-18 di Batavia selama masa panen, sebuah pabrik gula membutuhkan antara 19 hingga 26 pekerja.

Terdapat 130 pabrik gula yang beroperasi pada 1710. Pabrik-pabrik gula itu membutuhkan tak kurang dari 2.470-3.380 pekerja. Angka tersebut bisa menjadi dua kali lipat karena pabrik gula beroperasi selama 24 jam sepanjang musim panen dan membutuhkan setidaknya dua regu kerja.

Jawa Timur juga merupakan provinsi penghasil tebu terbesar. Pada 2023 saja, volume produksinya mencapai 1,12 juta ton atau 49,34% dari total produksi nasional.

Sekilas Pabrik Gula mirip film KKN di Desa Penari yang berhasil menjadi film terlaris sepanjang masa di Indonesia, dengan menggaet lebih dari 10 juta penonton. Hal ini wajar, sebab sutradaranya sama-sama Awi Suryadi. Skenarionya juga ditulis Lele Laila. Dan, kedua film itu berdasarkan cerita SimpleMan di media sosial X.

Akan tetapi, Pabrik Gula seakan menyempurnakan film KKN di Desa Penari. Selain lebih baik, sinematografinya ditampilkan lebh detail. Penonton seolah-olah dihadirkan menjadi bagian dari para buruh musiman yang mencari nafkah di ladang tebu yang luas.

Adegan per adegan juga disajikan dengan rapi. Pabrik Gula menghadirkan, tak cuma teror horor, tetapi juga drama percintaan dan komedi. Bagian komedi ini terwujud dari para komika yang ikut main Pabrik Gula, seperti Yono Bakrie (Rano, satpam pabrik), Sadana Agung (Karno, satpam pabrik), Arif Alfiansyah (Dwi), dan Benidictus Siregar (Franky).

Film ini juga menghadirkan kepercayaan lokal, yang dimainkan dua orang paranormal, Jinah (Dewi Pakis) dan Samin (Budi Ros), serta orang yang taat beragama, yang dimainkan Fadhil (Arbani Yasiz). Disebut, Fadhil adalah orang yang ikut membongkar kesalahan fatal yang dilakukan Hendra dan Naning lewat petunjuk dalam mimpinya.

Meski begitu, akhir dari semua drama horor itu di film KKN di Desa Penari dan Pabrik Gula serupa: dua pelaku pelanggar aturan, akhirnya mati menjadi tumbal penguasa gaib.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan