close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi permukiman padat di Jakarta./Foto  IqbalStock/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi permukiman padat di Jakarta./Foto IqbalStock/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kriminal
Kamis, 02 Januari 2025 06:01

Tetangga adalah maut

Tetangga yang seharusnya hidup rukun, tak jarang malah menjadi petaka.
swipe

Bertetangga yang seharusnya hidup rukun, justru menjadi konflik yang tak jarang berujung pembunuhan. Terkadang, persoalan yang memicunya sepele. Sepanjang 2024, cukup banyak kasus konflik tetangga.

Misalnya, pada awal Desember 2024, terjadi cekcok antartetangga di Kelurahan Jatimulya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pemicunya, seorang tetangga yang memiliki usaha gym, menyetel musik yang keras hingga malam. Beruntung, konflik ini berujung damai usai dimediasi warga setempat.

Berbagai kasus

Nasib nahas menimpa Tulus Widianto, seorang warga Dusun Jelakrejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur. Pada Senin (9/12), kala tengah asyik menonton pertandingan tim nasional sepak bola Indonesia melawan Myanmar, dia ditusuk tetangganya bernama Samsul. Motifnya karena cemburu. Pelaku menuduh korban punya hubungan asmara dengan istrinya. Sebenarnya, korban dan pelaku sebelumnya sudah dimediasi dua kali.

Lalu, peristiwa yang tak kalah mengenaskan terjadi di Desa Bandar Khalipah, Deli Serdang, Sumatera Utara terjadi pada Senin (9/12). Seorang pria bernama Rudi Sihaloho, menikam tiga bocah tetangganya, yang mengakibatkan dua di antaranya tewas. Motifnya, karena emosi lantaran hampir setahun diejek orang gila dan kudis.

Kemudian, di Kabupaten Lampung Utara, Lampung, pada Sabtu (16/11), seorang nenek bernama Siti Fatimah dibunuh tetangganya, Mulkan Toto, dengan cara ditikam. Penyebabnya, Mulkan merasa sakit hati karena diduga sering dijadikan bahan gosip sang nenek yang berprofesi tukang pijat itu. Padahal, Siti bisu. Pelaku menuding, Siti bergosip menggunakan bahasa isyarat.

Lantas, pada Oktober 2024, seorang pria bernama Iwan Irawan tewas dibunuh tetangganya sendiri, Sugandi dan dua rekannya, saat menjemput putrinya di Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebelum melancarkan aksinya, Sugandi memantau aktivitas Iwan, yang kemudian memberi tahu rekannya, Ajum dan Rian. Setelah Iwan tewas, para pelaku membawa sepeda motor Iwan dan menjualnya. Pada Selasa (22/10), Ajum dan Rian tertangkap. Namun, Sugandi tewas gantung diri pada Jumat (11/10).

Di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, pada Sabtu (5/10), pasangan suami istri, yakni Abu Seman dan Asma Wangi, dibacok tetangganya bernama Baharudin hingga kritis. Perkaranya, cekcok batas tanah yang akan dijual pelaku.

Di Jatiasih, Bekasi, seorang pria berinisial ADR tewas usai berkelahi dengan tetangganya berinisial F pada Senin (9/9). Pemicunya, masalah sepele, karena urusan pinjam piring. Di hari kejadian, F datang ke rumah ADR untuk meminjam piring. Namun, korban tak meminjamkannya lantaran piringnya kerap hilang. Usai berkelahi, korban muntah-muntah dan berkata asam lambungnya naik. Menjelang tengah malam, korban meninggal.

Kasus lainnya, pada Senin (29/7), Parlindungan Siregar menganiaya tetangganya seorang pensiunan aparatur sipil negara (ASN) Asgim Irianto hingga tewas di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Perkaranya, Parlindungan kesal sering ditanya soal menikah.

Tetangga bunuh tetangga juga menimpa seorang kakek oleh tiga tetangganya karena ingin menguasai harta korban di Desa Andongsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur pada akhir Januari 2024; Februari 2024 di Palembang, Sumatera Selatan, Imam Basri dan Marhan membunuh tetangganya sendiri karena kesal ditampar dan didorong korban; awal April 2024 di Kabupaten Malang, Jawa Timur, kakak-adik Wakhid Hasyim Afandi dan Iqbal Faisal Amir merampok dan membunuh tetangganya karena butuh biaya menikah dan membayar utang; serta pada Juni 2024 di Kabupaten Lampung Utara, seorang pria membunuh tetangganya karena sakit hati diejek mandul.

Apa penyebab dan solusinya?

Menurut kriminolog Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi, kasus-kasus tersebut mencerminkan lemahnya solidaritas sosial di antara warga. Terutama dalam wilayah yang relatif sempit, seperti tetangga.

“Perlu penguatan program yang dapat meningkatkan kesadaran sosial, seperti olahraga bersama, seni, atau penggunaan media sosial untuk mempererat hubungan warga,” ujar Josias kepada Alinea.id, Selasa (24/12).

Menurutnya, konflik kecil seperti meminjam piring—kasus yang terjadi di Jatiasih, Bekasi—hanyalah pemicu. Akar masalahnya, kata dia, adalah ketidakpedulian, apatisme, dan kurangnya interaksi sosial.

Sementara itu, sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Tuti Budirahayu menilai, perseteruan antartetangga merupakan manifestasi dari konflik laten yang sudah terjadi sebelumnya.

“Sepertinya, di antara mereka sudah ada masalah sebelum-sebelumnya. Insiden ini hanyalah puncaknya,” ujar Tuti, Senin (30/12).

“Dalam bertetangga, penting untuk mematuhi norma dan nilai penghormatan antarwarga.”

Tuti menambahkan, faktor ekonomi, tekanan sosial, dan lingkungan yang padat kerap kali menjadi penyebab gesekan antarwarga. Dia menyarankan pembentukan komunitas berbasis norma dan nilai untuk meminimalkan konflik.

Menurut Tuti, kasus-kasus tadi menjadi pengingat pentingnya menjaga hubungan baik antartetangga. Selain itu, masyarakat diminta untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar dan menyelesaikan konflik dengan cara damai.

“Pemerintah daerah juga diharapkan dapat menciptakan program yang memperkuat solidaritas sosial untuk mencegah insiden serupa di masa depan,” tutur Tuti.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan