close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto Shutterstock.
icon caption
Ilustrasi. Foto Shutterstock.
Sosial dan Gaya Hidup
Sabtu, 09 Mei 2020 15:35

The World of The Married dan mengapa seseorang berselingkuh?

Alasan perselingkuhan yang dilakukan oleh istri dipicu tidak terpenuhinya kebutuhan romantisme. Bagaimana dengan suami?
swipe

Drama Korea The World of the Married beberapa kali trending Twitter. Jalan ceritanya mampu mengaduk perasaan penonton di berbagai negara, termasuk Indonesia. 

Hingga Minggu (3/5), cuitan tagar episode 12 saja telah mencapai lebih dari 73.300. Bahkan, luapan kekesalan warganet Tanah Air sempat dilampiaskan ke akun Instagram Han So Hee, pemeran Yeo Da Kyung – yang disinyalir sebagai pelakor di drama Korea ini.

Jalan cerita drama ini diadaptasi dari serial TV Inggris berjudul Doctor Foster. Diceritakan, Ji Sun Woo, seorang dokter yang merasa hidupnya sempurna karena karier cemerlang dan keluarga terkesan harmonis.

Suaminya, Lee Tae Oh digambarkan sebagai sosok pria romantis yang tak segan mengumbar rasa cintanya di depan banyak orang. Sayangnya, karier Lee Tae Oh terseok-seok. Bahkan, tidak pernah memberi uang belanja untuk rumah tangganya. Semua bisnis dan beban biaya pengobatan ibunya malah disokong Ji Sun Woo.

Nahas, kebahagiaan Ji Sun Woo kandas usai menemukan sehelai rambut berwarna merah di syal suaminya. Sehelai rambut menuntunnya membongkar skandal perselingkuhan suaminya dengan anak seorang kliennya.

Mengapa seseorang berselingkuh?

Drama itu menunjukkan tak ada keluarga yang terbebas dari masalah. Psikolog seksual Zoya Dianaesthika Amirin mengungkapkan, sesungguhnya keluarga harmonis adalah justru ketika pasangan suami-istri telah mampu bertahan dari berbagai gempuran masalah sebagai tim. Sebaliknya, yang memamerkan kemesraan di depan umum maupun sosial media biasanya hanya terkesan harmonis atau couple goals. 

Keluarga yang terkesan harmonis biasanya tidak mampu memperbaiki pernikahannya. Mereka memilih jalan pintas dengan memperbaiki pencitraannya.

“Yang paling tidak ideal itu apa yang terjadi di sosial media (atau di depan umum) lebih indah daripada aslinya. Sebenarnya sering bertengkar, tidak menyelesaikan masalah, tidak mau pergi ke psikolog karena malu mengakui jika keluarga mereka tidak harmonis. Lalu mencoba mencari  jalan keluar dengan melihat lawan jenis lain, Itu pertanda depresinya semakin tinggi,” ujar Zoya kepada Alinea.id, Kamis (7/5).

Alasan perselingkuhan yang dilakukan oleh istri dipicu tidak terpenuhinya kebutuhan romantisme. Sementara alasan perselingkuhan pihak suami biasanya karena kegagalan pemenuhan kebutuhan seks. Masalahnya, biasanya terkait ketidakmampuan mengomunikasikan dan mengekspresikan kebutuhan seksualitasnya.

“Kalau misalnya dia (suami) minta untuk berhubungan seks, lalu istri tidak memberikan dan dia tidak mau mengomunikasikan, maka akan mengeskalasi masalah yang mendorongnya untuk berselingkuh,” ucapnya.

Menurut Zoya, perselingkuhan lebih banyak dipengaruhi karena masalah keintiman, terkait seks, cinta, dan penghargaan. Ketika rumah tangga bermasalah, bukannya memproses perasaan dan berdiskusi dengan pasangan, tetapi malah curhat ke lawan jenis.

“Itu berbahaya. Perselingkuhan bisa terjadi meski dia bukan tipe Anda,” tutur Zoya.

Perselingkuhan juga erat kaitannya dengan kesempatan dan jejaring pertemanan. Jika lingkaran pergaulan luas, kata dia, sebaiknya segera menyadari batasan-batasannya. Pasalnya, setelah menikah, kecenderungan membanding-bandingkan pasangan dengan orang lain sangat lazim terjadi.

Lingkaran pergaulan meningkatkan potensi perselingkuhan karena setelah menikah wanita lain pasti tampak lebih cantik. Sehingga, jangan sekali-kali mencari gara-gara dengan memanjakan perasaan. Terlebih, mencari alasan dengan menenangkan diri demi bisa semakin dekat dengan seseorang yang dirasa merupakan tipe pasangan potensial.

“(Misalnya) Ah, enggak apa-apa deh, aku jalan sama dia, kan ini bahas urusan pekerjaan. Padahal sebenarnya membahas urusan pekerjaan melalui telepon juga bisa,”ucapnya.

Selain itu, sosial media juga berpotensi menimbulkan perselingkuhan. Di sisi lain, kebosanan pasti menerpa rumah tangga. Sebaiknya, kata dia, bukan menceraikan pasangan, tetapi memberikan waktu untuk diri sendiri atau me time.

“Kalau bosan kita harus mengakui kepada pasangan. Kita meminta waktu untuk menyendiri. Biasanya pria gampang bosan karena kurang hang out dengan teman sejenis atau kurang kegiatan,”tutur Zoya.

Helen Fisher dalam buku Anatomy of Love ; A Natural History of Mating, Marriage, and Why We Stray menulis, ikatan pernikahan hanya bagian dari strategi dasar reproduksi manusia. Seks di luar nikah sering kali merupakan komponen pelengkap dari taktik campuran atau ganda. Faktanya, perselingkuhan begitu meluas dan persisten.

Secara biologis, manusia sebagai spesies monogami pun disebut mempraktikkan monogami sosial. Serangkaian perilaku sosial dan reproduksi yang terkait dengan ikatan pernikahan tidak selalu menampilkan kesetian seksual juga. Komunikasi yang buruk dengan pasangan mengarahkan pada pengkhianatan seksual.

Kemampuan persepsi seseorang untuk hidup bahagia tanpa pasangannya juga meningkatkan risiko perselingkuhan. “Yang terpenting adalah sejauh mana seseorang puas dengan hubungan utama seseorang. Ketika Anda yakin kebutuhan Anda tidak terpenuhi, tidak merasakan cinta atau dukungan dari pasangan Anda, dan menganggap kehidupan seks Anda tidak mencukupi, Anda lebih cenderung tersesat. Kebosanan membuat seseorang rentan terhadap perzinahan,” tulis Fisher.

Menurut Fisher, keinginan untuk mengembangkan diri juga berisiko perselingkuhan. Seseorang yang selalu memperluas minat, tujuan, serta harga diri mereka sangat menarik dan menggoda. Ekspansi diri ini mulai menuju perselingkuhan ketika bertemu dengan seseorang yang bisa diajak menghabiskan waktu bersama, saling bertukar rahasia, hingga mengungkapkan harapan dan impian.

Di sisi lain, saat ekspansi diri menurun, seseorang akan mungkin gelisah untuk membuka petualangan baru yang berpotensi melampiaskannya ke perzinaan. “Pria dan wanita yang terikat erat dengan orang tua mereka selama masa kanak-kanak cenderung membangun kemitraan yang lebih stabil dan terlibat dalam perselingkuhan yang lebih sedikit, sedangkan mereka yang tidak terikat secara aman dengan figur orang tua lebih kemungkinan besar menjadi tukang merayu,” tulis Fisher.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan