Hidup bahagia tentu menjadi harapan setiap manusia. Sayangnya, kondisi emosi orang di seluruh dunia sedang tidak baik belakangan ini. Mengutip Live Science, sebuah survei baru menemukan, emosi negatif meningkat selama satu dekade terakhir, dan mencapai rekor tertinggi pada 2017.
Demikian berdasarkan survei dari Gallup, perusahaan riset di Amerika Serikat. Yang termasuk emosi negatif, antara lain kesedihan, kekhawatiran, dan stres.
Pada riset ini, para peneliti mewawancarai lebih dari 154.000 orang di 147 negara, sepanjang tahun lalu. Para peneliti bertanya tentang emosi atau pengalaman positif atau negatif kepada responden pada hari sebelumnya.
Pertanyaan terkait pengalaman positif, contohnya, apakah mereka merasa cukup istirahat, diperlakukan dengan hormat, tersenyum, tertawa, atau menikmati waktu untuk diri sendiri.
Sementara itu, pertanyaan tentang pengalaman negatif, misalnya, apakah mereka merasa khawatir, sedih, stres, marah, atau sakit.
“Secara kolektif, dunia lebih tertekan, khawatir, sedih, dan sakit hari ini, daripada yang pernah kami saksikan," ujar Direktur Utama Gallup, Mohamed Younis.
Peningkatan ini didorong oleh melonjaknya laporan stres, kesedihan, kekhawatiran, dan sakit. Di sebagian besar negara, tingkat pengalaman negatif yang tinggi berkaitan dengan perang atau gejolak lain sepanjang 2017.
Negara dengan skor pengalaman negatif tertinggi, yaitu Republik Afrika Tengah. Tahun lalu, terjadi pertempuran antara kelompok-kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah.
Negara lain dengan nilai pengalaman negatif yang tinggi, yaitu Irak, Sudan Selatan, dan Republik Chad di Afrika Tengah.
Sementara itu, Amerika Serikat memiliki skor sedikit lebih tinggi dari rata-rata global. Sekitar 49% orang Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka merasa stres.
Lantas bagaimana dengan tingkat emosi positif pada orang-orang di seluruh dunia?
Pada 2017, skor emosi positif sedikit menurun. Negara-negara dengan nilai emosi positif paling tinggi, yaitu Paraguay, Kolombia, El Salvador, dan Guatemala.
Negara di Amerika Latin cenderung mendominasi daftar negara paling bahagia. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kecenderungan budaya yang fokus pada hal-hal positif di dalam hidup.
Namun terlepas dari itu semua, peneliti mengingatkan para pemimpin negara untuk dapat memahami tingkat emosional masyarakat.