Tanda pagar (tagar) #KaburAjaDulu beberapa hari lalu menjadi trending di situs media sosial X. Dilansir dari Indonesia Expat, tagar itu banyak muncul dalam unggahan yang berisi ajakan untuk pergi ke luar negeri, baik lewat beasiswa kuliah, lowongan kerja, atau lainnya.
Unggahan tersebut umumnya perbandingan antara kehidupan di Indonesia dengan di luar negeri. Menguatnya tagar ini, sebut Indonesia Expat, mengindikasikan banyak warga Indonesia yang tengah mempertimbangkan meninggalkan negara demi menikmati kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
Banyak warganet yang merekomendasikan Jerman, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia sebagai negara ideal untuk tinggal. Tagar itu mulai muncul pada Desember 2024. Mulanya, tren ini merupakan wadah diskusi berbagi tips mendapat pekerjaan di luar negeri, informasi beasiswa, estimasi gaji, dan wawasan mendalam tentang tantangan beradaptasi dengan budaya di luar negeri. Namun, berubah menjadi luapan kekecewaan anak muda terhadap situasi di Indonesia.
Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menyatakan, penggunaan tagar itu pernah naik pada September 2023 dalam jejaring anak muda yang berkutat dengan teknologi. Drone Emprit menyebut, kebanyakan warganet yang menaikkan tagar itu berusia antara 19 hingga 29 tahun sebanyak 50,81%, dan berusia di bawah 18 tahun sebanyak 38,10%.
Keresahan anak muda Indonesia, yang kemudian berpikir untuk tinggal di luar negeri sebenarnya sudah cukup lama. Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM pernah menyebut, selama 2019 hingga 2022 ada 3.912 WNI beralih menjadi warga negara Singapura. Jika dirata-rata, ada sekitar 1.000 orang per tahun yang menyeberang ke Singapura. WNI yang berpindah kewarganegaraan itu ada dalam kelompok usia produktif, 25-35 tahun.
Tahun 2019, lembaga analis data berbasis internet asal London, Inggris, YouGov pernah menerbitkan survei tentang warga Indonesia yang pindah ke negara lain. Setelah melakukan survei terhadap 1.289 orang Indonesia, YouGov menemukan, tiga dari lima orang Indonesia, atau sekitar 63%, mempertimbangkan pindah ke luar negeri.
Warga Indonesia berusia 18 hingga 24 tahun, lebih cenderung mempertimbangkan untuk tinggal di luar negeri. Persentasenya 71%. Perempuan lebih cenderung berpikir tinggal di luar negeri, dengan persentase sebesar 69%.
Sementara kawasan yang paling diminati warga Indonesia untuk bermigrasi adalah Eropa (42%). Diikuti Asia (41%), Amerika (11%), Oseania (3%), dan Afrika (1%). Meski Eropa menjadi kawasan yang paling diminati, tetapi negara yang paling ingin dituju warga Indonesia adalah Jepang (14%), Jerman (9%), Singapura (7%), Inggris (7%), dan Amerika Serikat (6%).
“Dari semua alasan untuk pindah ke luar negeri, alasan yang paling umum adalah untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik (63%). Alasan lainnya, layanan publik yang lebih baik (56%), alasan pribadi (46%), peluang kerja yang lebih baik (46%), dan kesejahteraan yang lebih besar (36%),” tulis YouGov.
Perpindahan warga negara ini pun bisa berdampak pada fenomena brain drain, yakni perpindahan tenaga kerja terampil ke negara lain.
Akan tetapi, tinggal di negara lain bukan perkara gampang. Mereka bakal menemukan tantangan, seperti mempelajari bahasa setempat, bertemu orang baru, merasakan guncangan budaya, menemukan tempat tinggal, mengelola keuangan, serta merasa rindu keluarga.
Orang-orang yang menganut kebijakan kewarganegaraan tunggal, seperti Indonesia, juga menghadapi tantangan terkait kebijakan kewarganegaraan. Kebijakan kewarganegaraan tunggal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 memaksa seseorang untuk memilih antara mempertahankan kewarganegaraan Indonesia atau mengadopsi kewarganegaraan negara tempat tinggal.
“Kewarganegaraan ganda muncul sebagai alternatif strategis untuk mengatasi dilema ini, memberikan fleksibilitas hukum yang memungkinkan diaspora mempertahankan keterikatannya dengan Indonesia tanpa kehilangan haknya di negara lain,” tulis peneliti dari Universitas Indonesia Chris Setio Wardoyo dan Adrianus Eliasta Melialas, serta peneliti dari Politeknik Imigrasi Muhammad Alvi Syahrin dalam riset yang diterbitkan Indonesian Journal of Social Technology (Januari, 2025).
Menurut para peneliti, diaspora Indonesia secara umum mendukung kebijakan yang memungkinkan mereka mempertahankan kewarganegaraan ganda. Alasan utama dukungan terhadap kebijakan kewarganegaraan ganda adalah keinginan diaspora untuk terus berkontribusi pada pembangunan nasional. Alasan lainnya, adanya ikatan emosional yang kuat dengan Indonesia.
“Meskipun dukungan terhadap kewarganegaraan ganda cukup kuat, tetapi ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, di antaranya kekhawatiran tentang loyalitas ganda, potensi konflik hukum, dan risiko terhadap keamanan nasional,” tulis para peneliti dalam riset bertajuk “Indonesian Diaspora's Preferences for Dual Citizenship: Opportunities and Challenges for National Resilience” tersebut.