Duet ekonom, Faisal Basri dan Haris Munandar, menerbitkan buku berisi kisah keteladanan 23 tokoh bangsa. Penerbitan itu mendapat apresiasi. Buku berjudul Untuk Republik: Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa terbitan LRSA Press ini, diluncurkan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).
Faisal Basri mengatakan, buku ini dimaksudkan mengenalkan dan membumikan nilai kesederhanaan para tokoh bangsa. Mengutip petuah yang diujarkan H. Agus Salim, Faisal menekankan semangat rela berkorban yang harus menjadi sikap pokok setiap pemimpin dalam melayani masyarakat.
“Leiden is lijden atau memimpin adalah menderita,” kata Faisal mengutip H. Agus Salim.
Dalam sambutannya, Faisal bercerita tengan pengorbanan tulus yang dilakukan sejumlah tokoh dunia. Dia mencontohkan sikap Presiden Uruguay Jose Mujica, yang menolak menerima uang pesangon saat pensiun dari jabatannya. Begitu pula Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang kerap tidur di karpet kantornya, dan dikenal sederhana dengan mobil bututnya.
Sikap tersebut, menurut Faisal, telah semakin diabaikan oleh pejabat, pemimpin, dan birokrat di negeri ini. Kebahagiaan yang diraih dari jabatan oleh para pemimpin Indonesia, cenderung tidak dilakukan untuk melayani masyarakat. Mereka justru mempergunakannya sebagai jalan untuk memperkaya diri.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, mengapresiasi buah karya Faisal dan Haris. Menurut Hilmar, buku "Untuk Republik" dapat menjadi rujukan bagi pelajar dan mahasiswa dalam hal pendidikan karakter.
“Buku ini luar biasa, selama ini rancangan kurikulum Pendidikan Karakter sulit dibuat. Tetapi buku ini dapat secara langsung memberikan contoh konkret perilaku sederhana dari para tokoh bangsa,” kata Hilmar.
Dia juga memuji gaya kepenulisan dalam buku ini yang ringan dan enak dibaca meskipun disajikan dalam bentuk buku yang tebal. Sekitar 621 halaman buku ini memuat kisah tokoh-tokoh bangsa yang di antaranya jarang dibahas secara mendalam dalam buku pelajaran di sekolah.
Beberapa tokoh yang diulas di buku ini ialah H. Agus Salim, Muhammad Hatta, Soedirman, Johannes Leimena, Johannes Latuharhary, dan istri presiden RI pertama, Inggit Garnasih.
Halida Hatta, putri Wakil Presiden RI ke-2 Bung Hatta, terkesan dengan nilai kesederhanaan yang tecermin dalam semua tokoh bangsa yang diulas dalam buku ini. Menilik kondisi masyarakat Indonesia sekarang, Halida merasa penting untuk menerapkan sikap hidup sederhana yang mengutamakan kepentingan bersama sebagai bangsa.
Menurutnya, di keluarga besar Bung Hatta, kekayaan materi bukan dipandang sebagai hal utama. Hal ini lantaran Hatta selalu mencontohkan gaya hidup hemat dan secukupnya. Halida pun berkisah, pada hari ketiga sesudah Bung Hatta meninggal, dia menemukan selembar kertas iklan sepatu bermerek Bally.
“Rupanya Ayah ingin sepatu Bally ini, tapi enggak kesampaian, karena rasa empatinya pada kondisi bangsa. Karena hidup yang sederhana, dia lebih memilih menunda membeli sepatu itu sampai akhir hidupnya,” ucap Halida menuturkan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengaku akan menyarankan agar buku ini dibaca oleh para pegawai KPK. Hal ini mengingat urgensi nilai positif kisah keteladanan para tokoh bangsa yang disajikan dalam buku.
Rencana Laode sejalan dengan pendapat Hilmar Farid yang menilai buku ini wajib dibaca oleh para aparatur sipil di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Saya ingin bedah buku ini di kantor KPK lewat kegiatan internal Kajian Pustaka,” kata Laode disambut tepuk tangan hadirin.