

Usia panjang tergantung gaya hidup dan lingkungan

Manusia tidak mungkin memprediksi kapan akan meninggal. Namun, bila kita ingin hidup panjang dan sehat, kita harus lebih waspada dengan gaya hidup dan lingkungan sekitar, dibandingkan gen yang tak bisa diubah.
Setidaknya itulah kesimpulan yang hendak diangkat dari studi para peneliti asal Universitas Oxford, Universitas Rotterdam, Pusat Medis Universitas Rotterdam, dan Universitas Montpellier, yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine (Februari, 2025) bertajuk “Integrating the environmental and genetic architectures of aging an mortality”.
Dikutip dari TIME, penelitian ini berdasarkan pada data lebih dari 490.000 orang yang semuanya terdaftar di UK Biobank—sebuah data besar riwayat medis terperinci para peserta, termasuk pengurutan gen; magnetic resonance imaging (MRI); sampel darah, urin, dan air liur; serta riwayat kesehatan keluarga.
Para peneliti menggunakan data itu untuk mempelajari pengaruh genetika dan lebih dari 100 faktor lingkungan terhadap risiko 22 penyakit yang merupakan sebagian besar penyebab utama kematian. Mereka fokus pada subkelompok 45.000 orang yang sampel darahnya telah menjalani apa yang dikenal sebagai profil proteomik, yakni analisis ribuan protein yang membantu menentukan usia fisik.
“Kita bisa mendapatkan estimasi seberapa cepat atau lambatnya setiap peserta menua secara biologis dibandingkan dengan usia sebenarnya mereka,” kata peneliti di Rumah Sakit Umum Massachusetts sekaligus peneliti dalam studi itu, Austin Argentieri.
“Ini disebut sebagai ‘kesenjangan usia proteomik’. Ini adalah prediktor mortalitas yang sangat kuat dan terkait erat dengan banyak ciri penuaan penting, seperti kelemahan dan fungsi kognitif.”
Para peneliti menganalisis berbagai paparan lingkungan dan gaya hidup peserta penelitian yang berkontribusi terhadap penyakit dan usia biologis. Faktor-faktor ini mencakup pendapatan, lingkungan temapt tinggal, status pekerjaan, status pernikahan, pendidikan, pola makan, serta apakah orang tersebut merokok atau berolahraga secara teratur.
Untuk mengetahui sisi genetik, para peneliti menganalisasi genom, mencari penanda genetik yang terkait denan 22 penyakit serius. Mereka juga mencatat individu mana saja yang sudah mengidap salah satu penyakit tersebut.
Hasilnya, lingkungan dan gaya hidup menyumbang 17% risiko kematikan akibat penyakit pada seseorang, dibandingkan dengan hanya 2% faktor genetik. Dari berbagai paparan lingkungan, merokok merupakan gaya hidup yang paling berisiko, yang dikaitkan dengan 21 penyakit.
Lalu, faktor sosial-ekonomi, seperti pendapatan rumah tangga, lingkungan tempat tinggal, dan status pekerjaan dikaitkan dengan 19 penyakit. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik dikaitkan dengan 17 penyakit.
Paparan lingkungan punya dampak terbesar pada penyakit paru-paru, jantung, dan hati, sedangkan faktor genetik memiliki peran terbesar dalam menentukan risiko seseorang terhadap kanker payudara, ovarium, prostat, serta demensia.
Penelitian tersebut juga mengungkap pengaruh lingkungan dimulai sejak dini. Berat badan yang tinggi atau rendah sejak usia 10 tahun, serta kebiasaan merokok ibu saat melahirkan ternyata memengaruhi pula kesehatan, bahkan kematian beberapa dekade kemudian.
Meski begitu, pakar epidemiologi dari Universitas Deakin, Hassan Vally dalam The Conversation memberikan beberapa catatan terkait penelitian tersebut. Menurutnya, paparan utama, seperti pola makan dalam penelitian tersebut hanya diukur pada satu titik waktu, tidak dilacak dari waktu ke waktu, sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan pada hasil riset.
Di samping itu, lantaran ini adalah studi observasional, Vally menyatakan tak bisa berasumsi kalau hubungan yang ditemukan mewakili hubungan kausal. Semisal, hanya karena hidup bersama pasangan berkorelasi dengan usia yang lebih panjang, bukan berarti hal ini menyebabkan seseorang hidup lebih lama.
“Mungkin ada faktor lain yang menjelaskan hubungan ini,” kata Vally.
Vally juga menyoroti penelitian yang meremehkan peran genetika dalam umur panjang. “Penting untuk menyadari bahwa genetika dan lingkungan tidak bekerja sendiri-sendiri,” ujar Vally dalam The Conversation.
“Hasil kesehatan dibentuk oleh interaksi keduanya, dan penelitian ini mungkin tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas interaksi ini.”
Peran genetika ini dijelaskan dalam penelitian yang diterbitkan The Journals of Gerontology: Series A: Biological Sciences and Medical Sciences (2021) bertajuk “NIA Long Life Family Study: Objectives, Design, and Heritability of Cross-Sectional and Longitudinal Phenotypes”.
“Kami memiliki keluarga di mana banyak yang merokok, kami juga memiliki beberapa keluarga yang malas bergerak,” kata profesor genetika dan biostatistik di Fakultas Kedokteran Universitas Washington, Michael Province, yang memimpin penelitian itu, dikutip dari New York Times.
Namun, keluarga dalam penelitian itu punya beberapa varian gen khusus yang dipercaya para ahli membantu mereka terhindar dari penyakit dan hidup lebih lama.
Dilansir dari New York Times, beberapa gen yang dapat memengaruhi kemungkinan seseorang mengembangkan kondisi tertentu, misalnya gen APOE yang diketahui berpengaruh terhadap risiko penyakit Alzheimer.
Gen lainnya yang tampak memengaruhi proses penuaan adalah FOXO3. “(Gen) mereka mungkin melindungi dari berbagai penyakit terkait usia,” kata profesor kedokteran dan genetika di Albert Einstein College of Medicine, Sofiya Milman kepada New York Times.
Salah satu manfaat utama dari gen-gen jenis itu adalah melawan gaya hidup yang tidak sehat. Sayangnya para ahli menekankan, gen ini sangat jarang—kemungkinan terjadi pada kurang dari 1% populasi. Selain itu, tidak ada satu gen tunggal yang menawarkan perlindungan terhadap seluruh proses penuaan dan penyakit terkait usia.
“Apa pun yang Anda lakukan, jangan mendengar nasihat kesehatan dari seorang centenarian (seseorang yang mencapai usia 100 tahun atau lebih). Bagi mereka, gaya hidup mungkin tidak terlalu penting,” kata Direktur Institut Penelitian Penuaan di Albert Eisntein College of Medicine, Nir Barzilai kepada New York Times.
“Bagi kita, gaya hidup benar-benar berperan besar.”


Tag Terkait
Berita Terkait
Permen karet melepaskan mikroplastik ke air liur
Rahasia usia panjang dari orang tertua di dunia
Ancaman kesehatan dari pewarna buatan
Seorang pria hidup selama 100 hari dengan jantung titanium buatan

