close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi vaksin./Foto Van3ssa_/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi vaksin./Foto Van3ssa_/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Jumat, 28 Februari 2025 16:00

Vaksin kanker: Harapan baru melawan penyakit mematikan

Para peneliti berlomba menciptakan vaksin untuk melawan kanker.
swipe

Kanker merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di Indonesia. Menurut data pusat kanker global Global Burden of Cancer (Globocan), lebih dari 408.661 kasus baru dan nyaris 242.099 kematian di Indonesia akibat kanker pada 2022, dengan jumlah kematian tertinggi karena kanker payudara, leher rahim, paru, dan kolorektal.

Dikutip dari Rencana Kanker Nasional 2024-2034: Strategi Indonesia dalam Upaya Melawan Kanker yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Globocan sejalan dengan data registrasi kanker nasional berbasis registrasi rumah sakit, dengan cakupan 26 kabupaten/kota di 14 provinsi untuk kasus tahun 2008-2017, serta data prevalensi kanker dari pasien BPJS Kesehatan tahun 2022.

“Globocan menyatakan bahwa tanpa adanya perubahan strategi, beban kasus dan kematian akibat kanker antara 2025 hingga 2040 di Indonesia akan meningkat hingga 63%,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kata pengantar laporan tersebut.

Secara global, World Health Organization (WHO) mencatat, pada 2020 kanker menyebabkan hampir 10 juta kematian. Usaha untuk mengobati seseorang dari kanker masih dilakukan. Salah satunya dengan vaksin.

Dikutip dari Tufts Now, konsep penggunaan vaksin untuk mengobati kanker telah ada selama beberapa dekade. Sebuah vaksin pertama kali disetujui untuk kanker prostat pada 2010 dan vaksin lainnya disetujui pada 2015 untuk melanoma.

Sejak saat itu, banyak vaksin kanker terapeutik—bukan pencegahan—telah dikembangkan, tetapi tidak ada yang disetujui. Salah satu rintangannya adalah kesulitan menemukan antigen pada tumor yang tampak cukup asing untuk memicu respons imun.

Beberapa negara dan lembaga berlomba-lomba membuat vaksin kanker. Para peneliti di Universitas Tufts, Amerika Serikat, pun mengklaim telah mengembangkan vaksin kanker yang secara efektif memperkuat visibilitas antigen tumor pada sistem imun, yang menghasilkan respons yang kuat dan memori imunologi yang bertahan lama, yang membantu mencegah kembalinya tumor usai tumor itu disingkirkan.

Penelitian vaksin itu dipimpin sarjana pascadoktoral Yu Zhao dan profesor teknik biomedis Qiaobing Xu. Mereka mengklaim, vaksin tersebut bisa bekerja melawan beberapa tumor padat pada model hewan, termasuk melanoma, kanker payudara, karsinoma paru-paru Lewis, dan kanker ovarium yang tak dapat dioperasi secara klinis.

Pada Desember 2024 lalu, Kementerian Kesehatan Rusia pun mengklaim sudah membuat vaksin kanker, yang rencananya bakal dibagikan gratis mulai 2025. Vaksin ini disebut menggunakan materi genetik yang berasal dari tumor pasien, menelan biaya sekitar 300.000 rubel atau sekitar Rp47,5 juta per dosis.

Dilaporkan World Economic Forum, pada November 2024 lalu Layanan Kesehatan Nasional Inggris meluncurkan uji coba vaksin kanker pertama di dunia. Pada Oktober 2024, para peneliti dari Universitas Oxford mendapat pendanaan untuk menciptakan vaksin pertama di dunia untuk mencegah kanker ovarium, yang dinamakan OvarianVax.

Beberapa vaksin untuk melawan penyakit menular sebenarnya sudah membantu mencegah kanker. Misalnya human papillomavirus vaccine (HPV) yang melindungi dari jenis HPV yang paling mungkin menyebabkan kanker serviks. Lalu vaksin hepatitis B yang melindungi dari kanker hati.

“Ketika para ilmuwan berbicara tentang vaksin kanker, mereka mengacu pada vaksin yang menargetkan kanker secara lansung, bukan menggunakan metode tidak langsung,” kata Direktur Pusat Vaksin Kanker Olayan di Memorial Sloan Kettering Cancer Center, Vinod Balachandran kepada Live Science.

Kesulitan membuat vaksin kanker adalah memanfaatkan sistem imun untuk melawan penyakit itu. Sebab, vaksin bergantung pada pengenalan sistem imun terhadap patogen sebagai penyerang. Namun, kanker tumbuh dari sel kita. Artinya, komposisi genetik dan molekuler sel kanker relatif mirip dengan sel sehat.

Di sisi lain, molekul-molekul tertentu hanya ditemukan di sel-sel kanker. Para peneliti berupaya menggunakan molekul-molekul tersebut untuk melatih sistem kekebalan tubuh melawan kanker. Disebut Live Science, mereka menyebut molekul-molekul itu neoantigen. Molekul-molekul tersebut diperkenalkan ke dalam sel-sel sehat lewat proses-proses, seperti mutasi genetik.

Ada beberapa neoantigen yang dimiliki setiap orang dengan jenis kanker tertentu, tetapi neoantigen juga dapat spesifik untuk satu individu. Para peneliti masih menyelidiki neoantigen yang paling efektif untuk menargetkan berbagai jenis kanker. Balachandran mengatakan, tak seperti vaksin untuk penyakit menular, vaksin kanker kemungkinan perlu dirancang untuk pasien perorangan atau dibuat dalam jumlah kecil. Tujuannya, memastikan vaksin menargetkan berbagai neoantigen secara efisien.

Balachandran menjelaskan, saat ini banyak vaksin kanker yang ditujukan pada apa yang disebut dokter sebagai pencegahan sekunder. Hal ini berarti, vaksin tersebut dirancang untuk menghentikan kanker agar tidak kambuh pada seseorang yang sedang dalam masa remisi, bukan mencegah kanker muncul sejak awal.

Meski begitu, ada juga vaksin kanker terapeutik yang bisa mengobati kanker yang sudah ada. Vaksin ini bekerja mirip imunoterapi untuk kanker, dengan memacu sistem kekebalan tubuh untuk melawan tumor.

“Jika sekarang kita tahu sistem imun juga dapat mengenali kanker, secara teori, seharusnya memungkinkan untuk mengembangkan vaksin melawan kanker, seperti yang telah bisa kita lakukan terhadap patogen,” kata Balachandran kepada Live Science.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan