Membaca Vegetarian bagi saya bagai menonton film karya David Lynch. "Mulholland Drive" (2001) misalnya tidak akan jadi menarik jika Lynch menjelaskan alur berpikirnya di film itu, sama halnya dengan Vegetariannya Han Kang. Kedua karya ini beririsan dengan masalah mimpi. Semakin pembacanya ingin mencari penjelasan dari kerja seni para penciptanya, semakin ia jadi tak menarik.
Yong Hye suatu hari berkata pada suaminya, “Aku bermimpi.” Han Kang mengajak kita menyelami dunia penuh misteri Yong Hye. Sejak ia memiliki mimpi itu berulang kali, Yong Hye memutuskan tidak mau makan daging lagi. Ia membuang semua daging yang ia simpan di kulkas dan memutuskan menjadi vegetarian. Keputusannya mengejutkan seluruh keluarganya.
Vegetarian menyajikan kita aksi dalam tiga babak: vegetarian, tanda lahir kebiruan, dan pohon kembang api. Masing-masing babak ini ditulis dari tiga perspektif yang berbeda.
Di babak vegetarian, kita akan menemukan perspektif dari suami Yong Hye yang bekerja di kantor dan tak pernah melihat istrinya istimewa. Satu-satunya alasan ia menikahi Yong Hye karena ia tak menarik. Dengan segala ke tak-menarikannya, suaminya berharap Yong Hye tidak akan menimbulkan masalah baginya di hari-hari kemudian. Namun, segala harapannya pupus ketika Yong Hye memutuskan untuk berhenti makan daging.
Sejak saat itu pula, Yong Hye yang selama itu menjadi ibu rumah tangga yang baik, jadi berkelakuan aneh. Ia jadi tak suka memakai bra dan di suatu babak mengatakan sangat menyukai payudaranya. Tak hanya itu, ketika Yong Hye diajak suaminya ke acara makan malam, ia menolak untuk memakan daging. Bagi suaminya, laku Yong Hye yang demikian telah mempermalukannya di hadapan rekan-rekan bisnisnya.
Di babak tanda lahir kebiruan, Han Kang mengambil perspektif dari kakak ipar Yong Hye, seorang seniman dan videografer. Ia terobsesi dengan tanda lahir kebiruan milik Yong Hye yang pernah diceritakan istrinya. Ia mengajak Yong Hye membuat sebuah proyek dengan melukis seluruh tubuh telanjang Yong Hye dan tubuhnya dengan gambar berbagai macam bunga dan membuat video porno aneh dari proyek tersebut.
Pada babak terakhir, giliran kakak perempuan Yong Hye, In Hye, yang bercerita. In Hye bisa kita katakan adalah seorang kakak penuh kasih sayang yang memanggul terlalu banyak beban dalam hidupnya. Sehari-harinya, ia mengelola toko kosmetik yang merupakan sumber nafkahnya. Hidupnya sendiri sama rapuhnya seperti Yong Hye.
Cover buku "Vegetarian" karya penulis Korea Han Kang.
Vegetarian yang berlatar di Korea Selatan menghadirkan budaya makan daging orang Korea yang kuat mengakar dalam praktik kehidupan sehari-hari. Di salah satu babak ketika Yong Hye berkumpul bersama keluarganya dan memutuskan tidak mau makan daging, hal itu menjadi masalah bagi anggota keluarganya yang lain.
Di bagian ini, kekerasan tiba-tiba muncul tanpa peringatan. Ayahnya tiba-tiba murka dan memukul Yong Hye karena tak mau makan daging, hingga akhirnya menjejalkan daging babi asam manis ke mulut Yong Hye. Setelah Yong Hye memuntahkan kembali daging itu, ia tak ragu untuk mengiris pergelangan tangannya sendiri.
Perlahan, Han Kang menunjukkan pada pembacanya bagaimana mimpi yang dialami Yong Hye: penuh kekerasan, mengerikan, dan berdarah-darah. Han Kang mencoba mengangkat beberapa isu dari Vegetarian mulai dari trauma kekerasan masa kecil, budaya patriarki yang membuat laki-laki dan perempuan menjadi korban, hingga pertanyaan apakah perempuan memiliki hak atas tubuhnya sendiri.
Gangguan makan yang dialami Yong Hye dan keinginannya yang tiba-tiba ingin menjadi vegetarian adalah pengingat jika tubuh seseorang, terutama tubuh perempuan, tidak pernah dimiliki seorang individu seutuhnya. Tubuh Yong Hye akan selalu menjadi milik suami dan keluarganya, tak akan pernah menjadi miliknya sendiri. Yong Hye “terbunuh” karena berusaha mencoba membangun identitasnya.
Perjalanan Yong Hye sebagai vegetarian adalah perjalanan yang jauh dari kata menyenangkan. Laku Yong Hye sebagai vegetarian tidak menuntunnya pada pencerahan, tapi penghancuran diri. Yong Hye yang perlahan-lahan menarik diri dari kehidupan membawa kita pada pertanyaan soal eksistensi, apakah lebih baik Yong Hye bertahan hidup atau mati saja.
“Kenapa? Apa aku tak boleh mati?” Yong Hye bertanya pada kakaknya. Manusia, seperti halnya Yong Hye, memiliki kehendak bebas untuk bunuh diri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Pertanyaan tersebut merupakan protes Yong Hye pada eksistensi itu sendiri.