close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Eko berkolaborasi dengan beberapa seniman Yogyakarta dalam pertunjukan Wayang Bocor. Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.
icon caption
Eko berkolaborasi dengan beberapa seniman Yogyakarta dalam pertunjukan Wayang Bocor. Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 25 Oktober 2019 17:16

Wayang Bocor, kolaborasi dan semangat gotong royong

Pertunjukan Wayang Bocor merupakan proyek penciptaan karya pentas wayang kontemporer yang dihadirkan Eko sejak 2008.
swipe

Perupa kontemporer Eko Nugroho berkolaborasi dengan seniman teater dari Yogyakarta akan mementaskan Wayang Bocor di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Jakarta Selatan pada 25 hingga 27 Oktober 2019.

Pertunjukan Wayang Bocor merupakan proyek penciptaan karya pentas wayang kontemporer yang dihadirkan Eko sejak 2008. Lakon yang dibawakan kali ini bertajuk “Permata di Ujung Tanduk” karya penyair Gunawan Maryanto.

“Ide cerita ini disitir dan dikembangkan dari buku puisi Sakuntala (2018) karangan Gunawan Maryanto. Kisah ini menceritakan tokoh Sakuntala yang hidup di alam rimba,” kata Eko saat pertunjukan terbatas untuk media, Kamis (24/10).

Dalam pertunjukan ini, seniman Ari Wulu bertindak sebagai penata musik. Penari keraton serta pelawak asal Yogyakarta, Tere, terlibat pula di dalam pementasan.

Pertunjukan Wayang Bocor. Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

Menurut Eko, pentas kali ini akan memasukkan idiom ketoprak, wayang kulit, dan musik dangdut yang kini mulai tersisih.

“Kami juga mengajak seniman muda untuk berkolaborasi,” kata Eko.

Selain karakter wayang kreasi baru, beberapa aktor akan berdialog di depan kelir wayang. Eko mengatakan, pentas Wayang Bocor kali ini akan menonjolkan dialog tokoh wayang Punakawan, yakni Gareng, Petruk, dan Bagong.

Melalui ketiga tokoh ini, ada pesan aktual yang ingin disampaikan kepada penonton, semisal revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK).

Pertunjukan Wayang Bocor karya Eko Nugroho dan beberapa seniman Yogyakarta lainnya merupakan pembuka dari seri “Royo-Royo” yang digagas Yayasan Kelola dan Dia.Lo.Gue Artspace.

Selain pementasan Wayang Bocor, acara yang dikemas berupa festival ini diisi dengan workshop pembuatan wayang kreasi baru, diskusi, dan pameran arsip Wayang Bocor sejak 2008. Rangkaian acara berlangsung 24 Oktober hingga 10 November 2019 di Dia.Lo.Gue Artspace dan Kantor Kelola, Jakarta.

Sementara itu, Direktur Kelola Gita Hastarika mengungkapkan, program ini dimaksudkan untuk menjalin upaya kerja sama yang saling mendukung antarkomunitas seniman di Indonesia. Program baru itu pun dilakukan untuk mengajak masyarakat berperan aktif sebagai bagian dari ekosistem seni budaya.

Pentas Wayang Bocor di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Jakarta Selatan akan diadakan pada 25-27 Oktober 2019. Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

“Publik seni budaya tidak hanya terbatas pada seniman dan pekerja seni. Kita semua, masyarakat adalah publik seni budaya. Budaya dan seni tidak akan ada tanpa masyarakat,” ujar Gita.

Hal serupa diungkapkan Engel Tanzil, pemilik Dialogue Artspace. Festival “Royo-Royo” disusun sebagai program gotong royong yang mewadahi penggalangan dana dari masyarakat bagi pemajuan seni budaya.

“Karena semangatnya gotong royong, maka kami memilih nama ‘Royo-Royo’. Maknanya, kalau kita ingin seni tumbuh subur, kita harus berkolaborasi dan saling dukung,” ujar Engel.

Wayang Bocor telah berulang kali mengadakan pentas keliling, terutama di desa-desa di Yogyakarta pada 2017. Selain itu, Wayang Bocor pernah berpentas di kota lain di luar Jawa hingga ke luar negeri.

Dalam pertunjukan-pertunjukan tersebut, Eko memandang, respons penonton cukup antusias untuk membuat pementasan serupa dengan bahan yang mudah didapat.

“Pertunjukan ini milik masyarakat, maka kami ingin ini bisa dinikmati masyarakat dan bukan yang muluk-muluk. Bahkan menginspirasi mereka untuk membuatnya bersama warga lainnya,” ucap Eko.

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan